Tira Hanya Butuh Waktu.

24 0 0
                                    

Hari ini cuma ada dua mata kuliah tapi itu cukup membuat Tira merasa lelah sekali. Wajahnya terlihat pucat. Selama mata kuliah sedang berlangsung Tira benar-benar tidak konsentrasi sama sekali.

Sebentar lagi memasuki semester ketujuh, tugas akhir malah makin pusing. Dosen mengingatkan mahasiswa/i bersiap-siap untuk mengerjakan journal berupa projek independen. Dimana semua mahasiswa/i fokus pada kuliah dan menggunakan waktu sebaik-baiknya.

Banyak yang menganggap mahasiswa/i hukum itu harus bisa hafal undang-undang dan peraturan. Hal ini memang juga perlu tapi selain itu mahasiswa juga perlu berpikir kritis. Undang-undang dan peraturan sudah ada di dalam buku sehingga mudah untuk membacanya. Selanjutnya ialah memahaminya dan berpikir kritis terkait praktiknya. Agar bisa kritis maka perlu memiliki wawasan yang luas sehingga perlu belajar banyak hal.

Walaupun tidak pintar, tapi Tira sangat menyukai semua hal dijurusan hukum. Namun, kondisinya saat ini benar-benar tidak mendukung.

Perutnya terasa sangat mual, sudah berapa hari ini ia tidak bisa makan apapun. Saat diparkiran ia bertemu dengan Revan.

"Hei beib, lu baik-baik aja kan?" Revan melihat Tira berjalan dengan sempoyongan.

"Ah, Van.. gue baik -baik aja kok." Kata Tira.

" Tapi lu pucet banget beib, lu sakit? Perlu gue anter ke dokter?"

"Haha, gak perlu Van. Apaan sih lu, lebay banget."

"Tapi muka lu gak bisa bohong."

"Ini gue mau ke apotek, gue rada muak doang. Uda berapa hari gue gak bisa makan."

"Waduh, kok bisa sih? Dan ini lagi kenapa bawa motor, harusnya lu telepon gue tadi. Biar gue jemput." Revan benar-benar mengkhawatirkan keadaan Tira.

"Gue gak papa beneran deh Van."

"Serius lu beib?"

Tira hanya mengedikkan bahunya, ia mengenakan helm dan kemudian menunggangi motornya. Ia pamit duluan pada Revan lalu meninggalkan pekarangan kampus.

Semenjak kejadian dua minggu lalu yang lalu, Tira berusaha untuk melupakan semuanya. Revan tahu akar permasalahan Tira, ia selalu ada disaat Tira sedang down. Baru beberapa hari ini Tira merasa sedikit lebih baik, berkat support dari Revan juga.

Ia bertemu dengan Silvi namun berusaha untuk berpura-pura tidak tahu. Berpura-pura tidak terjadi apapun, berpura-pura bahwa ia tidak melihat apapun. Ia ingin memberikan Silvi waktu, mungkin ia memiliki alasan sendiri.

Meski Revan ingin sekali memarahi dan memaki Silvi, tapi selalu dilarang oleh Tira  karena ia tak ingin Revan menyakiti perasaan Silvi yang sangat menyukai Revan.

Sudah tiga hari ini Silvi tidak pergi kekampus, Tira tidak tahu apa alasannya. Ia tak ingin ambil pusing, sudah bisa menahan emosinya saja ia sangat bersyukur.

Baru saja hendak keluar gerbang kampus, seseorang berdiri didepan gerbang. Tira menghentikan motornya tepat didepan laki-laki itu. Ingin sekali Tira menabrakkan motornya pada laki-laki yang berdiri dihadapannya ini, namun ia terlalu sayang dengan motornya ini.

"Sayang, aku ingin bicara. Beri aku waktu." Pinta Raka.

"Maaf, tapi aku sedang buru-buru." Kata Tira dengan lembut.

"Sayang, tak bisakah kau memberikanku kesempatan sekali saja?"

"Kau sama sekali tidak memberikanku kesempatan untuk bicara sayang."

"Raka, untuk saat ini tidak ada yang perlu kita bicarakan."

"Tidak, aku tidak akan pergi dari sini.",

Ku Kira Kita Ternyata KalianWhere stories live. Discover now