Merindukan Max

27 1 0
                                    

Sudah satu minggu Tira belum juga ditemukan. Max sudah seperti kebakaran jenggot. Ia tidak ingin pulang ke tanah air sebelum Tira ditemukan. Neo pun juga ikut kebingungan, semua pekerjaan di handle sendiri oleh Neo.

Dua hari sekali Neo ke Turki untuk melihat langsung keadaan Max, ia juga mengirim beberapa orang untuk mengawasi Max dan memberitakan padanya.

Mereka masih menunggu kabar dari Richard Glew, kendati demikian Neo tidak bisa mengandalkan Richard Glew saja. Ia juga mengirim beberapa bawahannya untuk mencari keberadaan Tira.

Max sendiri ikut dalam pencarian, bahkan dipelosok-pelosok Turki pun mereka cari. Karena berdasarkan data, Tira masih didalam negara itu. Bahkan kemungkinan terbesar ia masih di Istanbul.

Berdasarkan info dari orang suruhan Neo, Max sering kali menghabiskan waktu didalam hotel untuk mabuk saat malam hari. Namun jika pagi hari ia merasakan lemas disekujur tubuhnya.

Tadinya ia pikir itu efek alkohol yang ia minum, ternyata tidak. Sesekali dokter datang untuk memeriksakan keadaan Max.

Sementara Richard Glew sendiri memantau perkembangan Max. Ia sengaja tidak memberitahu Max mengenai keberadaan Tira, sesuai dengan permintaan gadis itu.

Sudah lima hari Tira tinggal bersama Richard Glew. Mereka tinggal dihotel yang sama namun room yang berbeda. Mereka tinggal bersebelahan saja. Dimana mereka juga tinggal dihotel yang sama dengan Max, hanya beda lantai saja.

Tira juga sudah tahu bahwa Richard Glew adalah rekan bisnis Max namun cukup dekat. Tira meminta Richard untuk tidak memberi tahukan tentang dirinya pada Max.

Ia belum bisa menerima Max, walaupun Richard sudah memberitahu Tira tentang keadaan Max selama satu minggu ini.

Sebenarnya Richard sangat nyaman dengan adanya Tira didekatnya, Tira gadis yang ceria. Selama lima hari tinggal berdampingan dengan Tira sungguh membuat hidupnya lebih berwarna.

Tira gadis yang manja namun tak ingin dimanja, bagaimana bisa ia melupakan hal ini. Selama mengenal Tira, ia jadi sangat mengerti bagaimana Max mencintai gadis ini.

Belum lagi karena Tira tengah hamil muda, keinginannya lucu. Richard termasuk orang yang sabar. Sehingga ia sebisa mungkin memenuhi kebutuhan dan keinginan Tira.

Mod swing gadis yang tengah hamil muda itu sering kali membuat Richard ketar ketir. Ia bingung harus berbuat apa. Karena yang ia butuhkan saat ini sebenarnya adalah Max.

Seandainya ia adalah Max, makan ia akan terus memeluk gadis yang ada dihadapannya ini. Namun,sayangnya tidak begitu. Setiap Richard ingin memberikan kenyamanan dengan sebuah pelukan, Tira selalu menolak. Jika ditanya, apakah ia sudah mencintai Max ia hanya diam saja.

Mungkin bayi yang ada didalam rahimnya tidak bisa berbohong untuk menginginkan sentuhan dari daddynya.

"Apa kau yakin tak ingin menemui Max?"

Tira menghentikan sarapannya, ia menggelengkan kepala.

"Ya, kau tak perlu melakukannya." Richard meneguk minumnya.

"A-apa kau marah?"

"Aku justru sangat senang jika kau terus tinggal disini. Tapi aku ingin kau jujur pada diri sendiri. Setidaknya kau ikuti saja apa mau bayimu itu untuk bertemu daddynya."

"Mereka punya ikatan batin yang kuat, daddynya juga tersiksa."

"Hikss..hikkss.. ma-maafkan aku."

Nah, jika sudah menangis Richard sudah tak bisa berkata-kata. Ia tahu Tira sangat sensitif. Dokter yang merawatnya dirumah sakit juga sudah memberi tahu bahwa perasaan pada wanita hamil berkali-kali lebih sensitif dari wanita normal pada umumnya.

Namun, bukan itu yang ia khawatirkan. Melainkan ia juga harus menekan perasaannya yang diam-diam tumbuh untuk Tira.

Sejak pertama kali melihat Tira ia sudah menaruh hati namun ia berusaha untuk menyangkalnya. Setelah satu minggu berada didekat Tira terhitung sejak pertama bertemu, Richard merasa ia gila.

Karena ia tidak mungkin mengambil milik orang lain, dengan kondisi Tira seperti ini ia bisa saja membawanya pergi ke negara asalnya.

Tapi itu tidak ia lakukan, karena ia menjunjung tinggi nilai persahabatan meski sekedar dalam dunia bisnis.

"Baiklah, kalau begitu aku tinggal dulu ya.. Jaga dirimu dan bayi baik-baik ya." Richard keluar meninggalkan Tira.

Pekerjaannya di Turki sudah selesai, namun ia harus membantu Max bertemu dengan Tira atas kemauan Tira sendiri.

"He'em, terimakasih".

Berat hati Richard meninggalkan Tira sendiri di kamarnya. Ia hanya berkunjung untuk makan bersama atau saat Tira membutuhkannya.

Sudah satu minggu Tira tidak mengaktifkan telepon genggamnya.
Untuk saat ini ia benar-benar tidak ingin d ganggu. Tapi, ada yang mengganggu pikirannya saat ini.

Ia ingin sekali menjauh dan menghilang dari Max, tapi perkataan Richard membuatnya merasa ada yang hilang. Bahkan tiga hari terakhir ini, Richard selalu memberitahu bagaimana kondisi Max saat ini.

Haruskah menemuinya, ataukah lebih baik seperti ini? Dilema, itu yang ia rasakan saat ini. Entah ini efek dari kehamilan atau bukan, satu hal yang pasti bahwa ia sangat merindukan Max yang menyebalkan.

Richard mengatakan bahwa ia berada satu hotel dengan Max, tapi bagaimana Max tidak mengetahui keberadaannya.

Sepertinya Richard Glew memang bukan orang sembarangan. Ia lebih cerdik dari Max. Tira tertawa kecil mengingat Max tidak bisa menemukannya. Ia menggelengkan kepala.

Ia tidak habis pikir orang seperti Max yang bisa melakukan segalanya tapi tak bisa menemukan Tira.

Berbicara soal Richard Glew, Tira sangat nyaman dan aman. Ia senang bisa tinggal bersama Richard Glew. Ia merasa memiliki seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya. Baru kali ini Tira merasakan kasih sayang seorang kakak, karena dia sendiri seorang kakak dengan satu adik.

"Mau ngapain lagi nih, apa gak sebaiknya gue keluar aja ya. Bosen banget ni. " Tira mengambil telepon genggamnya lalu melihat kiri dan kanan.

Dirasa tidak ada orang, ia keluar dengan menggunakan pakaian santai. Ia turun ke bawah menggunakan lift. Hingga akhirnya sampai di lobi, ia tak tahu ada beberapa orang suruhan Neo berkeliaran disekitar hotel.

"Tuan, ada yang melihat nona Tira di lobi hotel." Kata informan itu pada Max yang sedang rebahan dikamarnya.

Mendengar hal itu Max terkejut, ia segera turun ke lobi. Badan terasa sakit semua, wajah berantakan, bulu halus sudah merambah disekitar dagu.

Ia berlari keluar kamar mencari lift, ia menekan tombol lift berkali-kali. Ia memaki lift itu, ia merasa lift itu berjalan dengan sangat lamban.

Sesampainya dilobi ia berlari kesana kemari mencari Tira. Kemudian ia berlari keluar, tadi ada informan yang mengatakan bahwa Tira berjalan kaki kearah Timur hotel. Max terus menyusuri jalan, yang dimaksud oleh informan tadi.

Tak jauh darinya ada beberapa pedagang kaki lima yang berjualan makanan ringan.
Max melihat sosok yang selama ini ia cari, sosok yang membuatnya siang malam hampir gila. Ia tersenyum dan mendekati sosok itu.

Max memeluk sosok itu dari belakang, ia menekan dagunya dibahu mungil itu. Yang dipeluk sangat terkejut karena sangat tiba-tiba. Sosok itu pun berbalik menghadap Max.

"Apa yang anda lakukan? Apa kau gila?" Sontak ia terkejut ada orang asing yang memeluknya tiba-tiba. Ia memukul Max dengan mini handbagnya. Apalagi penampilan Max sangat kacau.

"Maafkan saya nona, saya kira anda adalah orang yang saya kenal." Max juga terkejut, ia meminta maaf atas kecerobohannya.

Banyak mata yang melihat Max dipukuli oleh wanita, Max hanya menutup wajahnya dengan kedua lengannya.

Setelah dirasa puas, wanita itu berhenti memukuli Max lalu ia pergi. Disaat semua orang berlalu pergi meninggalkan Max tinggallah satu orang yang kini hanya menatap Max dengan tatapan sendu.

*Cukurukuk kiew kiew.. cukurukuk..*

Ku Kira Kita Ternyata KalianWhere stories live. Discover now