Dokter Kandungan

48 0 0
                                    

"Sayang, sehat-sehat terus ya nak, jadi anak yang kuat. Daddy dan momny sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu." Max tengah bicara pada perut yang sudah membesar itu.

Ya, kini usia kandungan Tira sudah tinggal menghitung hari. Tak terasa waktu terus berlalu. Ia sudah melewati fase mual muntahnya yang hanya terjadi jika berada didekat Max saat itu.

Seiring berjalannya waktu, perasaannya pada Max tumbuh dan berkembang begitu saja. Hingga jika saat ini ada yang tanya seberapa besar ia mencintai Max, tentunya ia tidak akan bisa menjawab.

Begitupun dengan Max, ia semakin mencintai sang istri.

"Bagaimana dokter? Aman ya dok?" Tanya Tira yang saat ini sedang diperiksa oleh seorang wanita yang bergelar dokter kandungan itu.

"Bagus,, sangat bagus.. Tinggal menghitung hari saja. Semangat ya nyonya Tira." Kata dokter Rena.

"Dok, bagaimana dengan hubungan suami istri? Apakah masih boleh?" Tanya Max dengan menggebu.

"Tentu saja boleh, jika bisa lakukab sesering mungkin. Tapi, tetap harus meliht kondisi nyonya Tira."

"Benarkah?" Max berbinar-binar mendengar jawaban dokter Rena.

Dokter Rena tersenyum menganggukkan kepalanya, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat Max gembira dan memeluk sang istri.

Sementara Tira menatap tajam Max, lalu melirik dokter Rena. Ia tahu betul bahwa itu memang keinginan Max. Harus siap-siap digempur Max sampai pagi.

Setelah memeriksakan kandungannya, Tira keluar dari ruang dokter. Saat itu juga ia bertemu dengan Silvi yang kebetulan juga ingin memeriksakan kandungannya.

Tira memgernyitkan dahinya ketika melihat Silvi yang terlihat hanya seorang diri saja dengan perut yang sama besar dengan dirinya. Tira memang mendengar kabar dari mommy Greta bahwa sampai saat ini Raka masih belum bisa menerima Silvi.

Raka menikahi Silvi hanya sebatas tanggung jawab saja. Sejak menikah, Raka selalu saja pulang dalam keadaan mabuk. Ia menjadi seorang yang pemarah, tidak lagi lembut seperti dulu.

Mommy Greta sangat sedih dan sangat menyayangkan sikap dari putra sulungnya itu. Namun, Tira tidak bisa berbuat apa-apa karena sekarang sudah memiliki keluarga sendiri.

"Silvi, lu mau periksa juga?" Tanya Tira seolah biasa saja.

"Ya, kebetulan hari ini jadwal gue kontrol."

"Wah, kebetulan sekali ya. Jangan bilang kita bakal lahiran bareng nih." Ujar Tira.

"Ya mungkin." Silvi tersenyum sekenanya.

"Sil, anak gue cowok.. lah anak lu uda tau belum jenis kelaminnya apa?"

"Haha, anak gue cewek."

"Emmm.. pas banget. Nanti anak gue ada temennya."

"Okay Tir, gue masuk dulu ya. Uda ditungguin dokternya." Pamit Silvi.

"See youuu..." Tira mengusap lengan Silvi.

"Max, menurutmu apakah Raka belum mencintai Silvi?" Spontan Tira menanyakan hal itu pada Max.

"Entahlah, apa kau masih mencintai Raka?". Max berbalik tanya pada Tira sambil menyilangkan kedua tangannya didada.

"Emang boleh?" Goda Tira.

"Menurutmu?" Tanya Max lagi.

"Menurutku sangat boleh." Tira semakin menggoda Max, ia sengaja menggoda laki-laki posesif didepannya ini.

"Terus saja menggodaku nyonya Max. Nanti malam kau akan mendapatkan hukumannya."

Tira tertawa gemas melihat sang suami kesal. Ia semakin menyadari bahwa perasaannya untuk Max kini bukanlah sekedar rasa kagum, tapi sudah mendarah daging.

Ku Kira Kita Ternyata KalianWhere stories live. Discover now