Chapter 7; Selene

18.1K 1.3K 20
                                    

"Ini benar-benar membosankan."

Entah sudah berapa lama aku berada dalam kamarku sendiri. Berjalan mondar-mandir, duduk di sofa, membuka dan menutup lemari pakaian, duduk lagi, dan akhirnya menghempaskan badan di ranjang.

Mungkin sudah, tiga hari? Atau lima?

Aku menghela nafas– sekali lagi aku lupa kalau aku sudah tidak bernafas– sambil berpikir, apakah semua vampire juga merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan? Apa tidak ada yang bisa kulakukan untuk membunuh kebosanan ini?

Mungkin jalan-jalan sebentar?

Manor house ini sangat besar, sehingga cukup bagus untuk kujelajahi. Dan dari apa yang kulihat sampai saat ini, tidak ada sedikitpun tanda-tanda yang menunjukkan kehidupan. Sebagian besar temboknya berwarna kayu gelap dan putih, dan lantainya dilapisi karpet merah tua atau biru gelap. Tidak ada obor yang menyala, hanya jendela-jendela raksasa dengan tirainya yang tersingkap sebagai penerangan.

Sebuah lorong kini berada di depanku. Didalamnya hanya ada kegelapan. Bukan pilihan baik untuk memasukinya.

Tapi samar-samar aku mendengar alunan musik yang dihasilkan oleh gesekan biola dari sana.

Kukurungkan niatku untuk beralih dari lorong ini. Suara itu terdengar jauh, tapi sangat indah. Kuberanikan diri untuk berjalan ke dalam kegelapan.

Satu langkah, dan tiba-tiba lorong ini diterangi oleh cahaya biru yang berasal dari batu-batu di setiap sisi tembok. Satu per satu batu itu menyala, dan aku berjalan menuju asal suara itu sambil berdecak kagum.

Sebuah pintu raksasa berada di hadapanku. Pintu ini terbuat dari kayu berwarna gelap. Aku membuka pintu dan mengintip ke dalam.

Ternyata ini sebuah perpustakaan!

Perpustakaan ini adalah yang terbesar yang pernah kulihat. Buku-buku terjajar rapi di semua rak yang tertanam pada tembok. Jumlahnya pasti ribuan.

Di bagian tengah ada dua buah sofa berwarna gelap berukuran raksasa, diterangi cahaya bulan yang berasal dari jendela. Jendela itu tak kalah besar pula.

Dan menghadap jendela itu, kulihat sang pemain biola. Permainannya terhenti ketika aku masuk, dan pandanganku bertemu dengan sesosok pria yang sangat menawan.

Kulitnya yang berwarna pucat menandakan kalau dia seorang vampire sepertiku. Dia memiliki rambut berwarna cokelat gelap, sedikit ikal di bagian ujungnya– tanda kalau sudah saatnya dia memangkas rambutnya. Bibirnya penuh, dan dia memiliki tulang pipi yang sempurna. Ia mengenakan kemeja putih– ujung lengannya terlipat hingga ke sikunya– dibalik rompi berwarna kelabu.

Mata emasnya memindaiku dari ujung kaki dan berhenti di mataku, lalu tersenyum, "Bersiap untuk tidur? Percayalah, jika kau ingin menjadi hantu kau sudah berhasil mengejutkan aku."

Aku memandang diriku yang ada dalam balutan gaun tidur putih. Pantas saja dia terkejut. "Kalau begitu, aku akan kembali. Maaf sudah mengganggu–"

Ia tergelak, dan kusadari betapa merdu suaranya, bahkan saat dia tertawa. "Sama sekali tidak. Kau boleh masuk. Lagi pula, ini tempat umum."

Aku bergerak menuju salah satu sofa dan memandang sekeliling. Tempat ini sangat terawat meskipun amat luas, dan itu membuatku bertanya-tanya apa ada yang merawat seisi manor house ini.

"Jadi," katanya seraya duduk di salah satu lengan sofa di depanku, "kamu berhasil tidur?"

Apa dia sedang bercanda? "Sudah puluhan kali aku mencoba, dan hasilnya nihil. Mungkin aku tidak memperlukannya lagi."

Tear of Mythical Creatures; VampireNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ