Chapter 26 - In a Dream

77.4K 4.2K 10
                                    

Author's POV
Kendra berbalik dan melangkah keluar dari ruangan ayahnya, tiba-tiba saja kepalanya sangat pusing dan telinganya berdengung, pandangannya buram dan ia merasakan dirinya terjatuh dan terhempas ke lantai yang kasar itu.

👑

"Hey Captain!" Bisik seorang gadis sembari menyambar topi pilot yang digunakan pemuda itu dan memakainya di kepala.

"Belum sayang, tapi aku pasti akan menjadi seorang captain." Pemuda berseragam itu mengayun-ayunkan kedua tangan kecil gadis itu.

Ruangan peristirahatan pilot terlihat sepi, tidak ada siapapun disana, mugkin karena sudah hampir waktunya take-off.

"Safe flight, Aar" gadis itu duduk dipangkuannya, mengalungkan kedua tangannya dileher lelaki itu dan mengecup bibirnya dengan cepat.

"Good luck, Kendra. Maaf, tidak bisa menemanimu hari ini," Ucap Aaron kemudian membalas mengecup bibir gadis itu dengan cepat. Membuat gadis itu sedikit tersipu.

"It's okay, bye!" ia mengembalikan topi itu dan pergi seraya melambaikan tangannya.

"No bye, Kendra. See you" teriaknya, sebelum gadis itu menghilang dari pandangannya.

Setelah turun dari Airbus raksasa itu, dari jauh terlihat beberapa orang sedang melambaikan tangan dan menyambut kedatangan Kendra.

Pesawat kecil yang biasanya digunakan untuk menjangkau kawasan terpencil, seperti permintaan Kendra, sudah terisapkan disana.

"Congratulations Kendra, penerbangan pertamamu!" Tepuk tangan beberapa orang disana membuatnya tersipu malu.

"Dia orang yang akan menemanimu, Safe flight, Sweetheart." Ucap Abercio, sembari menunjuk salah satu pemuda berseragam lengkap yang berdiri disampingnya.

Kendra menaiki pesawat itu dengan bangga, seperti impiannya, sebentar lagi ia duduk di kursi pilot dan akan menerbangkan pesawat itu sendiri.

Sehabis ini, ia yakin akan mendapatkan seragam dan juga topi keren yang sudah ia idam-idamkan selama ini.

Di laporan penerbangan, tertulis empat puluh lima menit waktu latihan penerbangan. Tetapi Abercio tidak sadar bahwa ia sudah melewatkan satu jam berdiri menunggu disana.

"S-456 hilang dari pantauan. Lima menit yang lalu tepat diatas darat, perhutanan beberapa ratus kilometer di depan," Ucap seseorang dengan panik sekaligus takut.

Abercio terbelalak, "Tunggu apa lagi!? Cepat cari! Kirim beberapa helikopter!" Teriak Abercio sembari mengacak-acak rambut gelapnya, matanya berkaca-kaca.

Untuk pertama kalinya, ia merasa sudah salah memutuskan dan juga salah mendukung hal yang berdampak sebesar ini untuk putri satu-satunya.

"Check! Sudah dapat?" Ucapnya terbata dengan walkie talkie persegi panjang berwarna hitam yang dipegangnya.

"Check! Kami akan segera tiba di helipad rumah sakit terdekat, menurut laporan tim medis sementara, satu orang mungkin tidak terselamatkan."

Abercio dengan cepat mendatangi rumah sakit terdekat yang dimaksudkan itu. Bagaimanapun kedua korban itu sangat penting baginya.

Seseorang terbaring diatas ranjang, perban hampir menutupi seluruh bagian tubuhnya dan alat bantu napas yang tertempel dihidungnya.

"Ia benar-benar salah satu yang sangat beruntung. Beberapa tulangnya patah dan tergeser, tapi kami sudah mengatasinya, ia perlu waktu yang cukup lama untuk memulihkannya" Ucap seorang dokter.

Beruntung pencarian dilakukan dengan cepat sebelum helikopter itu meledak.

Abercio menahan tangisannya, ia sedih akan kondisi putrinya tapi ia juga bersyukur putrinya masih tertolong, "Terima kasih, dokter." Ucapnya.

"Dan ini yang terpenting. Saat ia siuman, sebaiknya segera memanggil tim medis." Dokter itu mengacungkan satu jari telunjuknya menandakan bahwa ucapannya barusan itu perlu diperhatikan dan segera pergi meninggalkan ruangan.

👑

"Kendra, Kendra?" Suara Olivia terdengar saat pertama kali ia terbangun.

Perlahan ia membuka matanya, yang dialaminya barusan hanyalah mimpi yang terlihat sangat jelas, terlalu jelas, seperti kenyataan bahwa saat ini ia juga terbaring di rumah sakit.

Mimpi ataupun kenyataan sama saja buruknya.

"Kendra, apa yang kau rasakan?" Tanya Abercio yang sedang mengusap-usap wajah putrinya, ia sangat khawatir dengan kondisi Kendra yang baru saja siuman setelah tidak sadarkan diri seharian.

"Dad! Aku sudah menyuruhmu mengganti pilot, kan?" Sergahnya. Kendra menepis tangan ayahnya itu kemudian dengan tangan lainnya sedang menyeka air mata.

"Kau tidak boleh menyalahkan ayahmu, Kendra." Olivia berusaha menenangkan Kendra yang sedang menangis tersedu-sedu.

Tidak ada yang lebih menderita bagi keduanya setelah melihat kondisi anak mereka saat ini.

"Okay, I'm so sorry, sweetheart" Sesal Abercio.

Seorang dokter yang berdiri disana sedari tadi tiba-tiba membisikkan sesuatu kepada Abercio.

Setelah Abercio mengangguk, ia segera memanggil beberapa perawat dan menyuntikkan sesuatu kepada Kendra.

TBC
4/10/17

✅ A Missing PartWhere stories live. Discover now