Chapter 27 - Just a dream

79.8K 4.5K 18
                                    

Author's POV
"Apa yang mereka lakukan?" Tanya Olivia melihat Kendra yang mulai melemah setelah beberapa saat bereaksi dengan suntikan itu.

"Penenang, Dr. Martin bilang Kendra mungkin akan depresi nanti" Jawab Abercio.

"Kenapa? Memangnya apa yang akan berubah?" Tanya Olivia dengan alis berkerut sebal.

"Tenang lah, Oliv. Kau tidak melihatnya menangis dan terus menggila tadi? Aku juga tidak tahu harus bagaimana lagi. Lagian kondisi Aaron juga belum dapat dipastikan," Jelas Abercio, ia merangkul istrinya dan mengecup kening Olivia.

👑

High line park di musim semi selalu terlihat indah, pemuda bertubuh tinggi dan tampan itu berdiri di tengah-tengah jembatan sambil melambaikan tangannya, "Kendra!" Teriaknya semangat. Gerakan tubuhnya seirama dengan lambaian tangannya yang kencang.

Gadis itu segera berlari mendekatinya.

"Surprise!!" Aaron mengeluarkan boneka teddy berwarna coklat dan setangkai mawar merah.

Gadis itu hanya memberikan raut wajah tersipu lalu menatap hadiah dan wajah lelaki itu bergantian.

"Katakan sesuatu! Kau tidak suka?" Cibir Aaron.

"Tidak, tidak, aku sangat menyukainya" Ucap Kendra sembari menerima boneka dan bunga itu.

"Kukira kau tidak menyukainya, temanku memberi hadiah seperti ini kepada pacarnya, lalu pacar temanku itu sangat terkejut, ia langsung memeluk dan mencium--" Aaron menghentikan ucapannya saat Kendra tiba-tiba mengecup pipinya.

Aaron tampak sedang menyembunyikan senyum tersipunya dan memberikan salah satu pipinya yang belum dikecup oleh Kendra, agar Kendra mengecupnya lagi.

Kendra menepuk pipinya itu dengan pelan lalu mencibir, "Aku sudah bosan dengan high line! Ayo kita cafe saja" Keluh Kendra sembari menarik lengannya, memaksa Aaron mengikuti langkahnya.

"Ayolah, sayang. High line park tidak pernah bisa kita temukan di Brooklyn!" bujuknya, tapi akhirnya ia tetap saja menurut dan mengikuti langkah gadis itu.

👑

Kendra's POV
...
"Kendra"

Aku mengerjap dan perlahan membuka mataku yang rasanya sangat-sangat berat, ternyata yang kualami barusan itu hanyalah mimpi. Sudah entah berapa hari aku tidak sadarkan diri berbaring di kasur yang kaku ini.

Pengelihatanku masih buram, mimpi maupun pikiranku hanya dipenuhi oleh sosok Aaron.

Seseorang dari tadi menggenggam pergelangan tanganku yang tidak diberi infus. Aku berusaha memutar kepalaku walaupun nyatanya sedikit sulit.

"Aaron?" Aku mengerjap satu kali, tidak menyangka apa yang kulihat sekarang.

Apa pria itu nyata? Atau apakah aku juga sudah menyusulnya? Sudahlah, Aku tidak peduli. Meskipun ini hanya mimpi, aku sangat ingin memeluknya.

"Merasa lebih ba--"

Aku langsung memeluk tubuh pria tinggi itu dengan erat, rasanya begitu nyata. Aku kagum tubuhku yang lemah ini berhasil meraihnya dalam dekapanku dan memeluknya erat.

✅ A Missing PartOù les histoires vivent. Découvrez maintenant