Chapter 58 - Protective

70K 3.3K 13
                                    

"Kendra," gumam Aaron pelan. Dari sekian banyak wanita yang berlalu-lalang disana, hanya satu yang berhasil membuatnya begitu terkagum-kagum.

Jika bukan karena permintaan Abercio, sudah dipastikan Aaron tidak akan pernah berniat menginjakkan kaki ke tempat berseni yang penuh dengan lukisan corat-coret tidak jelas ini.

Tidak diragukan lagi, hanya orang berjiwa seni yang akan betah menatap setiap lukisan-lukisan itu.

Salah satu wanita dengan A-Line dress, gaun sabrina yang mengembang pada bagian bawahnya. Royal blue, warna yang sangat cocok dengan kulit putihnya.

Pandangannya tak lepas dari wanita itu sedari tadi. Otaknya sedang berpikir apa kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika ia menghampiri Kendra. Apa wanita itu akan senang atau justru marah.

Sudah lebih dari lima belas menit ia memperhatikan Kendra. Hitung-hitung hal itu bisa sedikit mengatasi kebosanannya berada ditempat ini.

Tapi apa yang barusan ia lihat?

Tangannya terkepal erat, bibirnya lalu cemberut dengan sendirinya. Berusaha menahan diri melihat Kendra tertawa, tertawa bersama pria culun berkacamata itu.

Dan bahkan memakaikannya dasi kupu-kupu? Mengacak rambut si culun itu?

"Hey, handsome, para wanita tidak bernyali ini ingin berkenalan denganmu!" Sapa wanita paruh baya yang tampak sangat berenergik dan berkelas. Suara beratnya sedikit membuat Aaron tersentak kaget.

Wanita paruh baya itu datang berserta dengan banyak wanita muda lainnya yang bersembunyi dibalik tubuh besarnya, sambil menatap Aaron malu-malu.

"Hi" sapa beberapa wanita yang kemudian tersipu malu.

Aaron tetap memamerkan senyuman ramahnya ketika dimana ia merasa sangat kesal karena kehadiran beberapa wanita itu sedikit menggangu pandangannya yang tadinya sudah lurus tertuju pada Kendra.

Setelah wanita paruh baya bertubuh besar itu pergi. Sisanya tetap berkumpul mengerumuni Aaron. Mereka lalu satu per satu menyebutkan nama dan pekerjaan mereka, seolah seperti sesi pengenalan diri acara formal saja.

Aaron hanya mengangguk. Pekerjaan-pekerjaan yang disebutkan semua wanita disana terdengar sangat fantastis.

Mulai dari model, pemilik perusahaan  terkenal, desainer, bahkan pemilik percetakan majalah ternama.

Dibalik senyuman kecil dibibir Aaron, hatinya mulai resah kehilangan jejak wanita yang ia pandangi sedari tadi. Suara-suara wanita didekatnya mulai dianggapnya tidak penting, sehingga lama kelamaan tidak terdengar lagi olehnya.

"Kau sendiri?"
"Lukisannya menakjubkan, bukan?
...
...

👑

Kendra's POV
Setengah jam yang lalu, waktu tepat menunjukkan jam sepuluh malam. Disaat aku pergi bersama dengan Jeremy yang adalah manager-ku dan juga karena alasan pekerjaan ini, Aaron malah mengamuk.

Bagaimana dengan dirinya sendiri yang tadi dikerumuni banyak wanita-wanita yang berasal dari keluarga konglomerat itu?

Aku tahu ia berhak, tapi kupikir Aaron terlalu ikut campur dalam urusan karirku.

Toh ia tahu aku sangat mencintainya, kenapa juga ia harus khawatir soal manager-ku? Aku penasaran apa jika manager-ku adalah seorang wanita ia masih akan terus mengusikku atau tidak.

Lihatlah dia! Jika aku balas mengamuk, urusan ini pasti akan bertambah panjang.

Entah sudah keberapa kalinya Aaron mengamuk tidak jelas. Entah apa juga yang ia pikirkan sampai harus bertindak sejauh ini setiap ia cemburu.

Saking takutnya aku dengan Aaron, sampai-sampai aku hanya mengabari Jeremy lewat pesan singkat. Kuharap Jeremy segera membaca pesan singkat itu dan jangan sampai ia mengira aku hilang atau tersesat.

Aaron membawa helikopter sendiri kesini. Dengan alasan jalanan macet dan tidak ingin menginjak karpet merah yang akan membuatnya terlalu mencolok nanti. Apalagi ia masih baru di kalangan seperti ini.

Lihatlah betapa jahatnya pria satu itu.

Aku harus naik anak tangga itu dengan susah payah menahan gaunku agar tidak beterbangan sambil berpegang pada badan helikopter karena Aaron yang sudah di atas, dia tidak menyambut tanganku, bahkan berbalik untuk melihatku pun tidak.

Aku duduk disampingnya, mengambil penutup telingaku sendiri dan melihat bagaimana Greg, salah satu asisten pribadinya itu mulai mengontrol jalannya helikopter.

Tiba-tiba saja perasaan aneh muncul di dalam benakku. Aku tahu betul bagaimana cara menerbangkannya, melihat tombol-tombol disana aku tahu apa kegunaannya masing-masing.

Rasanya sangat sakit, ingin menangis. Ini terjadi pasti karena amnesia yang pernah kuderita dulu. Sementara, ingatan itu muncul dan terputar kembali di otakku.

Melihat pemandangan dari atas sini, aku muak, begitu menyesakkan, membuat aku ingin terus menangis dan menjerit.

Ini sangat aneh dan jelas diluar kendaliku, kurasa sebentar lagi aku bisa kehilangan kewarasanku dan menjadi gila.

Perasaan bercampur aduk, ingatan itu terus saja terputar.

Aaron melirikku, lalu menarik tirai, menutup semua jendela yang ada. Aku melirik setiap pergerakan tangannya.

Kukira Aaron tidak akan peduli lagi padaku, tapi kurasa ia sudah terlanjur mendengar suara isakan yang berusaha kusembunyikan daritadi.

👑

Author's POV
"Maaf" Aaron meraih tubuh Kendra kedalam dekapannya.

Terus mengutuk dirinya sendiri mengetahui dirinyalah penyebab air mata itu kini membasahi pipi wanita yang sangat penting dalam hidupnya.

Aaron berkali-kali mengulang kata 'maaf' sementara merasakan tubuh kecil dalam dekapannya itu bergetar hebat.

Mau bagaimana lagi, jika rasa cemburu itu terus menguasai dirinya, ia juga tidak ingin kehilangan wanita itu suatu hari nanti.

Melihat Kendra tidak bersuara, Aaron berusaha melihat wajahnya. Seperti biasanya, wanita itu sangat cepat terlelap jika berada dipelukannya.

"Turunkan kami di hotel terdekat yang punya helipad, Greg. Antarkan mobilku ke sana besok pagi sekali, Kendra sepertinya harus beristirahat lebih awal malam ini," Perintah Aaron sembari mencondongkan tubuhnya kedepan, memastikan pria yang mengenakan penutup telinga itu mendengar ucapannya barusan.

TBC
❣️Vote & Comment❣️

✅ A Missing PartWhere stories live. Discover now