Chapter 34 - Twin

91K 4.2K 12
                                    

[As Girl in picture frames in media]

Author's POV
Kendra meneguk air itu dengan cepat, melihat rumahnya yang sangat sepi, tiba-tiba saja suatu hal terlintas dari pikirannya.

Ayahnya sedang perjalanan bisnis, ibunya pasti sedang tertidur.
Kendra mencoba membuka pintu perpustakaan Abercio dan ternyata pintu itu tidak terkunci.

Menakjubkan.

Ruangan yang besar itu benar-benar mewah. Rak buku dan bingkai foto dimana-mana.

Pandangan Kendra langsung tertuju pada beberapa bingkai foto besar yang tergantung di dinding.

Kendra menautkan kedua alisnya.

Mau dipandang berapa kalipun, ia yakin foto gadis dalam salah satu bingkai besar itu pasti dirinya.

Memangnya foto siapa lagi yang akan dipajang oleh ayahnya sendiri?

Tapi anehnya, gaya tomboi itu benar-benar bukan dirinya, apalagi Kendra yang bahkan tidak ingat kapan foto itu diambil.

Foto kedua, ia masih ingat jelas ini adalah fotonya saat di red carpet. Jika ini adalah dirinya, jadi siapa foto wanita satu itu? Wanita tomboi yang selalu menguncir rambutnya dan memakai seragam Damar Airlines.

Kembaranku?

Hanya kata 'kembaran' itu yang terlintas dipikirannya, yang pasti bisa menjawab semua pertanyaan dibenak Kendra.

Jika benar begitu, Kendra sedikit kecewa, Abercio menggantung banyak foto. Tapi hanya satu foto dirinya diantara banyak bingkai disana. Semuanya penuh dengan foto wanita itu.

Apa ini alasan ayahnya melarangnya masuk?

Merasa tindakannya sedikit keterlaluan, Kendra berencana untuk segera keluar dari ruangan itu, sebelum tertangkap basah oleh seseorang nanti.

Tapi sebelum meninggalkan ruangan itu, pandangannya tertuju pada bingkai terkecil disana.

Ia lalu mendekati bingkai dengan foto yang sudah kucel di dalamnya dan menatapnya dengan serius, "Apa ini Aaron? Bersamaku? Memakai seragam sekolah?" Gumamnya binggung.

Foto seorang gadis yang mempunyai wajah yang sama persis dengannya, memakai seragam sekolah dan merangkul seseorang yang sangat mirip dengan Aaron.

"Kurasa ini bukan aku," desisnya pelan.

Sejujurnya, ia tidak tahu kapan semua foto itu diambil. Apa benar ia punya saudara kembar?

👑

"Bukan lucid dream?" Kendra berdecak pelan.

Kendra sempat mencari informasi melalui internet, dan Lucid dream adalah salah satu derita yang paling mendekati, menurutnya.

"Apa ada hubungannya jika aku punya saudara kembar, dok?" Tanya Kendra lagi.

"Kembaran? Dimana ia sekarang?" Tanya Dokter itu penasaran.

Setelah menyesap teh hijau itu, Kendra berpikir sejenak, "Well, mungkin ia sudah tiada," tebaknya sembari mengangkat kedua bahunya serentak.

"Bisa saja terjadi, kembaran punya banyak hubungan yang sangat dekat, salah satu contohnya seperti telepati. Mungkin saja itu potongan-potongan bayangan bagaimana saudaramu disana ingin kau tahu bagaimana cara ia meninggal, atau ia ingin berbagi bagaimana cara ia berbahagia" Jelas Dokter itu sembari menyodorkannya sebotol obat berlabel putih.

Kendra menerimanya dan membaca label botol itu.

Pada akhirnya, semua psikater maupun psikolog memberinya obat tidur.

Apa benar? Hanya obat tidurlah yang ia perlukan saat ini?

Kendra meninggalkan klinik ketiga yang sudah ia kunjungi beberapa hari ini. Untung saja klinik itu dekat dengan agensi, jadi ia hanya perlu berjalan kaki sebentar saja.

Matanya tertuju pada layar ponselnya yang menunjukkan nomor ayahnya, berpikir apa ia boleh menanyakan hal itu kepada ayahnya?

Apa akibatnya jika Abercio tahu bahwa ia sudah memasuki ruangan terlarang itu?

Bertanya pada Aaron? Tidak mugkin.

👑

"Poppy! Kau selalu saja keren seperti biasanya!" Seru Kendra, Kendra selalu jadi penonton setianya di acara live show masak 'pop-the-kitch!'

Menurutnya Poppy adalah wanita tercantik dan terhebat sedunia jika ia sudah duduk di dalam studio sekaligus dapur yang didesain dengan sangat kreatif untuk acara masak Poppy.

Kendra menghampiri dan memberikan minuman kesukaan Poppy kepadanya.

"Club?" Tanya Poppy.

Masih berat bagi Kendra untuk menceritakan hal yang benar terjadi antara hubungannya dengan Aaron.

Semuanya itu karena keegoisan dirinya, ingin Poppy menilai hidupnya itu sempurna.

Kendra menggeleng, "Terlalu malam, Aku duluan ya! Aku akan menyusul Aaron," Ucap Kendra.

Setelah Poppy mengangguk seraya mengiyakan, wanita itu berlari kecil meninggalkan studio.

Memang sedikit sulit menemukan taxi kosong jika sudah larut malam begini, tapi untung saja Kendra berhasil mendapatkan satu setelah setengah jam berdiri, menunggu diluar dengan syal dan topi pastinya.

"Aku pulang!" Serunya.

"Kendra, Aku menunggumu, sweetheart. Kau bekerja sampai selarut ini?" Tanya Olive penasaran.

Kendra mengangguk tanpa memandang ke arah Olivia, "Aku akan menginap disini lebih lama, mom" Ucapnya langsung memasuki kamar tidurnya, tanpa menunggu jawaban ibunya.

Ponselnya berbunyi saat ia baru saja akan membuka pintu kamarnya. Kendra segera mengangkatnya dan masuk ke dalam kamar tidurnya. Menyandarkan dirinya ke pintu kamarnya.

"Dokter? Ya saya Kendra yang pernah mengirimkanmu pesan singkat waktu itu, jadi kapan kita bisa memulai konsultasinya?" Tanya Kendra dengan ponsel menempel di telinganya.

"Iya, ada yang aneh dengan diriku. Aku akan menceritakan semuanya padamu saat kita bertemu besok di klinik-mu," lanjut Kendra lagi kemudian ia memutuskan panggilannya, menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong, otaknya terus menghitung sudah keberapa kalinya ia pergi ke klinik, namun tidak juga mendapat apa-apa selain obat tidur.

"Kau sakit?" Suara itu sangat mengangetkannya, dengan cepat Kendra menoleh mencari asal suara yang ia kenal.

"Aaron?"

TBC
👑

✅ A Missing PartWhere stories live. Discover now