Chapter 50 - Nostalgia

70.4K 3.6K 20
                                    

Kendra's POV
Melarikan diri diantara suasana yang ramai dan ribut.

Aku jadi teringat dengan film remake cinderella. Cinderella dan pangeran pergi melarikan diri dari keramaian pesta dansa, mencari tempat pribadi yang lebih tenang. Menghabiskan waktu mereka hanya berdua di sebuah tempat yang indah.

For god's sake. Sadarlah, Kendra!

Dia Aaron, bukan pangeran. Dan kau Kendra, bukan Cinderella. Hidupmu fantastis, bukan pembantu ataupun punya ibu tiri. Aku bersyukur, sangat bersyukur.

Satu lagi, jika Cinderella harus pergi meninggalkan pangeran tepat jam dua belas di tengah malam. Aku tidak perlu melakukan hal itu dan juga, jika Aaron adalah sang pangeran, aku sangat yakin ia tidak akan pernah mau bersusah payah mencari pemilik sepatu kaca yang telah meninggalkannya begitu saja.

Haha bercanda!
Maaf, terlalu banyak berkhayal.

Ruangan dengan interior dan dekorasi super klasik ini membuatku terlarut dalam nuansa klasik. Jadi membuatku teringat dengan kisah Cinderella.

Aku dan Aaron 'melarikan diri' menghabiskan waktu bersama. Dia punya kunci serta akses untuk masuk ke dalam perpustakaan milik dad. Kami berencana bernostalgia menghabiskan waktu disini, malam ini.

Aku cemburu, Aaron menatap wajah dalam bingkai foto itu penuh makna. Aku hanya duduk bertopang dagu, memperhatikan dirinya dari jauh.

"Ceritakan kepadaku, tentang diriku yang lama," Pintaku saat ia memutuskan untuk menghampiriku lalu duduk tepat di depanku.

Aaron merapikan posisi duduknya, seolah ia sedang bersiap-siap menceritakan apa yang ingin kudengar.

"Dia sangat tomboi, tidak pernah mengenakan dress sepertimu, selalu menguncir rambutnya. Dia pendiam, sangat-sangat diam. Menurut pendapatku, she's the loneliest one. Tidak pernah membicarakan masalahnya padaku. She's good at fake smiling, and act like she's the happiest one" Jelas Aaron panjang lebar.

Aku terdiam, masih berpikir. Bukannya lamban, tapi aku ingin sekali membayangkan secara mendetail sosok diriku yang lalu.

Karena tidak berkomentar, Aaron lalu melanjutkan,

"Di New York kami lebih suka high line park dibandingkan Times Square. Di Brooklyn, kami sering kabur dari asrama dan pergi ke shopping mall bersama," Lanjut Aaron.

"Kenapa kau menyebutnya 'kami'? Bukankah itu momen 'kita' bersama?" Tanyaku heran. Sedikit iri, Aaron mungkin lebih mengenali diriku yang lalu dibandingkan diriku yang sekarang.

Ia terkekeh, mungkin karena melihat alisku yang kini berkerut sempurna, "Aku ingin memulai sesuatu yang baru denganmu. Dia masa laluku dan kau masa depanku"

Demi Tuhan...aku meleleh.

Masih kagum dengan ucapan Aaron, bagaimanapun sejak dulu ia hanya punya aku satu-satunya di dalam hatinya.

"Reaksimu saat aku tidak ingat denganmu?" Ledekku, meminta ia menggambarkan bagaimana reaksinya pada saat itu.

"Menderita, Ken. Kau masih di Brooklyn, kuliah. Sedangkan aku sibuk melakukan penerbangan, tidak bisa mengaktifkan ponsel atau melihat wajahmu."

"Jadi mereka telah merencanakan semua ini?" Tanyaku karena ingatan tentang di villa hari itu kembali terlintas di pikiranku.

"Mereka bersih keras. Walaupun aku sudah menolaknya," Jawab Aaron.

Ia juga menceritakan ketakutannya terhadap pernikahan. Tidak ingin berakhir buruk seperti kedua orangtuanya, dan aku sangat-sangat mengerti bagaimana perasaannya.

"Aku mencintaimu, Kendra. Sangat-sangat. Aku terlepas dari kendaliku, membawamu ke rumahku hari itu." Aaron terkekeh.

"Luke benar, aku selalu bilang padanya perasaanku sudah berubah. Tapi nyatanya tidak sama sekali," tambah Aaron.

Aku masih tercengang, seolah mendengar sebuah naskah film serial dengan jumlah episode dan season yang berjibun.

So complicated, tidak menyangka jalan hidupku begitu rumit dan terbelit-belit.

Meskipun begitu, aku sangat-sangat bersyukur Aaron masih hadir disini bersamaku.

"Luke juga tahu? Bagaimana bisa kalian--" 

"Kami bisa dilempar ke laut hidup-hidup jika berani menyinggung masa lalumu."

Aku terkekeh, Aaron jelas sedang menyindir dad yang terkenal ketegasan dan kesadisannya sebagai atasan.

"Satu lagi, soal kiss mark leher di sauna. Mereka sudah tahu."

Ucapan Aaron barusan membuatku terbelalak, sekaligus tidak menyangka. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa kedua orangtuaku tidak mengatakan apapun disaat tahu bahwa aku berbohong kepada mereka?

Apa ini alasan mereka telah menaruh kepercayaan berlebih pada Aaron?

Tidak diragukan lagi.

👑

"Tidak mengira kita akan menginap disini." Aku menatapnya, jarak kami cukup dekat. Aku berbaring didalam dekapan tangannya.

Aaron sudah memejamkan matanya, ia hanya tersenyum kecil saat mendengar ucapanku.

Aku yakin Aaron sudah sangat lelah beraktifitas seharian.

Malam ini mengingatkanku pada malam dimana kami harus tidur disini bersama. Menggunakan couple pajamas, rela tetap terjaga sampai pagi hari sambil membuat perjanjian yang kini sudah kami lupakan begitu saja.

Malam ini, kami harus kembali memakai piama kepala boneka teddy yang waktu itu secara sengaja kami meninggalkannya disini agar kami berdua tidak akan pernah mengenakan maupun melihatnya lagi.

Apa besok dan hari seterusnya akan seindah hari ini?

TBC
👑

✅ A Missing PartWhere stories live. Discover now