Chapter 41 : The Abyss.

117 19 14
                                    

Red sudah berhasil menyesuaikan diri dengan skill Share Senses milik Petnya, awalnya dia cukup kesulitan untuk menyesuaikan diri karena melihat menggunakan Kara seolah dia memainkan sebuah game dengan sudut pandang orang ketiga.

Untuk kali ini Red berterimakasih pada Kara.

Siapa sangka bahwa kini petnya yang selalu dia anggap tidak berguna untuk bertarung, kini membantunya dalam bertarung.

Dungeon yang bernama The Abyss ini sangatlah gelap, jika tanpa skill penglihatan dalam gelap, sangat mustahil untuk melihat tangan sendiri yang diletakkan didepan muka.

Anggap saja buta.

Tapi dengan skill penglihatan dalam gelap, mereka bisa melihat setidaknya sejauh 10 meter.

Selebihnya adalah kegelapan.

Yang lebih buruk lagi, di dungeon ini semua jenis cahaya tidak bisa digunakan, baik skill sampai item.

Red dan kedua anggota guildnya itu terus memasuki dungeon tersebut, melawan banyak monster bertipe Ghost dengan perwujudan yang seperti asap hitam, beruntungnya mereka masih dapat menghabisi monster itu dengan serangan fisik, mereka juga tidaklah kuat sama sekali.

Bayangkan kalau harus dirukyah dulu baru menang.

Semakin dalam mereka masuk, memang semakin banyak monster tipe Ghost itu, tapi mereka tidak mengalami kendala apapun karena mereka perlahan naik level sehingga para monster - monster itu menjadi bukan masalah besar lagi.

Kemungkinan dungeon tersebut lebih ke psikologi dibandingkan kuatnya, bayangkan jika seseorang tidak mempunyai skill penglihatan malam, dungeon ini akan menjadi sangat sulit.

Mereka terus menyusuri dungeon tersebut hingga akhirnya mereka sampai di depan sebuah pintu besi yang usang, mereka langsung tahu bahwa dibalik pintu itu adalah ruangan boss.

Mereka langsung bersiap - siap untuk memasuki ruangan tersebut.

Setelah memastikan skill mereka yang sedang Cooldown sudah selesai Cooldown, dan Health point serta Mana point mereka penuh, mereka langsung membuka pintu itu.

Terdengar suara derit pintu yang sudah usang, saat pintu terbuka, sebuah cahaya yang terang keluar dari balik pintu itu.

Ini cukup membuat mereka buta sesaat karena mata mereka harus menyesuaikan dengan cahaya itu.

Setelah bisa melihat dengan baik lagi, mereka melihat area yang luas, seluruh area itu ditumbuhi pepohonan yang rindang, bunga - bunga yang bervariasi, dan hewan - hewan kecil yang beterbangan.

Ada jalan kecil yang mengarah kesebuah rumah kecil.

Didepan rumah itu ada sesosok pria tua yang sedang duduk santai disebuah kursi. Saat mereka berempat mendekat kerumah itu, pria tua yang sedang bersantai itu menyadari mereka bertiga yang sedang menuju ketempatnya.

Pria tua itu berdiri dan menatap kearah Red dkk.

"Selamat datang di pusat Dungeon ini." serunya. Walau terlihat sudah tua, dia tetap berdiri dengan tegap dan mempunyai suara yang terdengar prima.

Mereka bertiga yang melihat itu langsung waspada.

"Siapa kau?." tanya Red.

Pria tua itu tersenyum, dari kakinya mulai keluar kabut asap hitam yang mulai menyebar kesegala arah dengan cepat, menutupi area yang tadinya penuh cahaya dengan kegelapan yang bahkan jauh lebih gelap dari area sebelumnya.

"Aku adalah..."






"Dio!."









The Continents WorldsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang