Real Story

733 30 3
                                    

🌺🌺🌺

Namaku Juwita Rahayu. Usiaku otw 30 tahun. Saat ini aku sedang hamil besar. Kehamilan pertama dengan seorang suami yang teramat aku cintai. Sebelum menikah, kami sepakat untuk tinggal bersama keluargaku. Suamiku setuju. Toh dia belum memiliki rumah. Mau tinggal dengan keluarganya juga tidak mungkin karena di rumah itu sudah banyak orang.

Aku baru saja pulang sehabis jalan-jalan pagi. Katanya supaya persalinan nanti lancar. Aku sudah mencoba semua saran yang masuk mengenai dunia kehamilan. Maklum, aku kan baru. Hiiii.

Lupakan.

Oh, tipe rumahku ini seperti bedeng. Ada tiga pintu. Aku menempati rumah paling ujung dan paling luas. Orangtuaku menempati rumah tengah. Sementara ujung yang lain, ada orang yang ikut mengontrak. Sepasang suami istri dengan satu anak perempuan yang masih empat tahun.

Biasanya aku suka anak kecil. Apalagi balita, sedang lucu-lucunya. Tapi, tidak dengan anak itu. Sebut saja namanya Saqila.

"Dasar set*n!! Mony*t!!"

Aku yang sedang duduk santai di teras kaget dan melihat ke sumber suara.

Rupanya si Saqila sedang marah-marah pada kedua orangtuanya.

"Qila, nggak boleh gitu. Kalau ayah sama ibumu set*an sama mony*t, kamu juga iya, dong!" Seruku jengkel. Bukan pertama kalinya si anak berkata tidak pantas seperti itu. Aku sering mendengarnya marah-marah. Parahnya, kedua orangtuanya terkesan membiarkan kosakata tidak pantas itu meluncur bebas dari bibir si anak.

"Kalau anakku, udah aku tabok tuh mulut,"   gerutuku sambil mengelus perut buncitku dan membatin, "amit-amit jabang bayi!"

Anak bernama Saqila itu sungguh menguras emosi. Bukan karena kata-katanya yang tidak pantas, tapi karena perbuatannya juga. Anak-anak di sekitar sini tidak ada yang tidak di jahilinya atau mainannya di curi. Miris sekali karena si orangtua terkesan cuek.

Lagi, aku bergumam, "amit-amit jabang bayi. Jangan sampai anakku seperti itu, ya Allah."

🌺🌺🌺

"Qila, mandi...!!!" Si ibu berteriak. Mereka di dalam rumah. Pun diriku dan suamiku. Karena saat ini adzan Maghrib tengah berkumandang. Satu lagi yang aku tak suka dari si tetangga. Jadwal mandi mereka berbarengan dengan kumandang adzan dan itu sungguh mengganggu. Parahnya mereka mandi bertiga.

Darimana aku tahu?! Oh ayolah, dapurku kebetulan bersebelahan dengan kamar mandi mereka. Yang cuma di batasi dengan kayu! Tentu saja semua percakapan mereka aku dengar.

"Sholatullah...salamullah..." Aku mendengar Saqila bersolawat.

Padahal setahuku, tidak boleh melakukan itu di saat mandi. Pun, tidak boleh menyebut nama Allah di kamar mandi. Tapi, keluarga itu sepertinya tidak tahu. Entahlah, aku tidak mengerti dengan jalan pikiran mereka.

Ketika mandi pasti ramai. Ya tertawa, kadang malah menangis. Keluarga berisik sekali.

"Anakku begitu, sudah aku cemplungin ke kolam, serius," sungut suami ketika selesai sholat.

Aku menggeleng, "abis sholat kok sewot sih, Abang?" Godaku sembari melepas mukena.

"Tetanggamu itu loh, kaya gak punya adab. Anak gak di didik adab sama sekali. Ngelunjak di biarin. Amit-amit..." Dan masih panjang omelan si suami. Aku cuma menggeleng geli.

Mungkin benar pribahasa "jauh bau kembang, dekat bau tahi." Itu.

Aku sudah lama mengenal ayah Saqila. Bisa di bilang dari kecil. Dulu aku pikir dia lelaki yang santun dan baik. Tapi, setelah tinggal berdekatan begini, aku jadi tahu bagaimana dia sebenarnya.

"Sudah ayah bilang, jangan nakal!"

Plak.

Saqila di tampar oleh ayahnya.

Saat itu aku sedang duduk di teras dengan ibuku sambil menyiangi kangkung. Kami kaget. Karena Saqila pulang dalam keadaan menangis dan si ayah yang baru keluar dari rumah langsung menamparnya.

"Ayah apaan sih!" Bela si ibu Saqila, memeluk putrinya itu.

Saqila semakin kencang menangis.

"Anakmu itu ajarin yang bener!" Bentak si ayah.

"Pantas anakmu galak, wong kamu sebagai bapaknya juga galak ke anak. Jangan gitu, nanti tambah ngelunjak anaknya," celetuk ibu.

Tidak ada yang menggubris ucapan ibuku.

Aku juga baru tahu alasan si ibu tak pernah memarahi Saqila meskipun anak itu salah. Dia sendiri yang mengatakannya.

"Aku nggak bisa marahin atau mukul dia. Dia anakku. Nggak bisa pokoknya."

Nah, menurutku, sudut pandang si ibu itu sudah keliru besar. Rasa sayang yang berlebihan juga bisa memperburuk tabiat anak. Zaman sekarang banyak yang seperti itu. Anak menjadi penguasa di rumah, benar, kan?

Oh, aku tidak mau begitu. Tidak.

🌺🌺🌺

Hari ini aku sendirian di rumah. Ibu pergi kondangan ke tempat saudara. Suami juga pergi dengan temannya. Padahal perutku sudah sangat sakit. Baiklah, apa boleh buat. Hari itu aku habiskan dengan tidur.

Hingga sore aku tidak melakukan apapun. Sepertinya aku akan melahirkan.

Sepulang suami, aku langsung bilang dan kami bergegas ke puskesmas terdekat.

"Kok ibu gak pake masker?" Tanya seorang perawat begitu aku memasuki ruangan bersalin.

Aku mendelik, sejak pandemi covid ini, orang-orang memang di wajibkan memakai masker.

"Boro-boro masker, mbak. Saya aja gak pake sendal!" Sengatku. Dia tidak tahu apa rasa sakit yang aku alami ini?!

Singkat cerita aku melahirkan dua bayi perempuan. Yup, kembar!!

Kami di rawat selama tiga hari. Aku pulang dan berharap bisa beristirahat dengan santai.

Tapi aku salah.

Aku depresi.

Aku bingung.

Aku sendirian.

Aku nyaris gila.

Mengurus bayi tidak semudah khayalanku selama ini.

Aku sering marah-marah dan menangis sendiri. Tidak ada yang membantuku.

Siang itu, setelah si kembar tidur, aku berniat tidur. Mengabaikan keramaian di luar. Biasa, tetangga itu membuat ulah yang entah apa.

Saat baru saja akan berbaring, kedua bayiku menangis. Mereka kaget. Karena di luar Saqila tengah berteriak-teriak marah pada ibunya. Kemudian di susul ayahnya juga berteriak marah pada anaknya.

Kepala pusing dan rasa kesal yang sudah tidak terbendung lagi mendorongku untuk menegur mereka dengan keras. Aku marahi mereka. Seketika mereka diam. Aku kembali ke kamar dan menangis bersama dua bayiku.

Ya Allah... Ada apa denganku? Jangan buat aku gila...

"DIAM...!!!!" Aku berteriak sambil menutup kedua telinga dengan tangan.

🌺🌺🌺

End.

Real story...

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang