Bisakah Berhenti?

760 23 1
                                    

-----

Dear tersayangku...

Aku kirimkan surat ini sebagai permohonan maafku yang pengecut ini hingga tak berani menemuimu langsung..

Maafkan aku karena tidak bisa menepati janji kita dulu untuk terus bersama. Aku...terpaksa. Aku juga akan terima semua kemarahan dan kebencianmu padaku...

Aku mengerti. Di sini aku yang bersalah. Sungguh, maafkan aku. Mungkin setelah membaca ini kamu akan menangis, mengutuk dan membenciku, sakit hati, marah dan hati berdarah-darah. Tapi, aku percaya, dengan waktu segalanya bisa terobati...

Aku harap kamu hidup bahagia setelah semua luka yang aku berikan.

Dariku, yang pengecut ini.

-----

Aku menarik nafas panjang setelah membaca surat itu. Surat yang baru saja aku terima dari salah seorang teman baiknya. Aku masih tidak percaya dengan semua tulisan itu hingga membacanya berkali-kali, berharap menemukan kejanggalan dan akhirnya tahu jika surat itu palsu.

Tapi, surat itu asli. Itu tulisannya...

Aku tertawa keras sekali sampai perutku terasa sakit. Miris memang apa yang aku alami ini. Berkenalan dan berhubungan dengan pria pengecut seperti itu. Jika memang sudah tidak suka, kenapa tidak datang dan mengatakannya langsung? Kenapa harus surat? Dan alasan konyol macam apa yang dia berikan padaku? Terpaksa, dia bilang?! Rasanya aku ingin memberinya racun mematikan!

Tidak, tidak! Aku tidak mau masuk penjara hanya karena manusia pengecut itu. Aku harus buktikan bahwa aku bisa hidup jauh lebih baik dan bahagia tanpa kehadirannya. Tidak masalah, dia bisa pergi kemana saja dia mau. Aku akan terus melangkah maju. Aku tidak akan menyerah dan hancur hanya karena masalah sepele ini. Aku wanita yang kuat!

Oh apa ini?

Aku mengusap cairan yang meluncur di pipiku. Menatap telapak tanganku yang basah dan tersenyum, "pasti ini cuma keringat, betul," bisikku penuh tekad.

"Come on, Rita! Di dunia ini bukan cuma tentang cowok! Even tidak penting!"

-----

"Aku dengar kau akan menikah, Ri? Kapan?"

Aku mendongak, menatap datar pada sosok yang berdiri di depanku. Gerakan tanganku juga terhenti di udara, meletakan sendok kembali ke wadah makan sebelum menjawab, "bukankah semua orang akan menikah? Aku tidak tahu kapan dan aku juga tidak tahu darimana kamu dapat gosip itu, Keke," desisku.

Keke mengangkat bahunya, "yeah, kan kabar itu santer sekali beredar di kantor sejak beberapa minggu lalu, Ri. Masa kamu tidak sadar?"

Aku tidak menjawab dan memilih melanjutkan untuk makan. Suasana kantin yang ramai mampu membuat fokus Keke terpecah tidak melulu padaku.

Syukurlah. Karena aku sudah sangat muak dengan pertanyaan menyebalkan itu. Karena seorang pria pengecut yang lari dari tanggungjawabnya, aku harus meladeni orang-orang penuh rasa ingin tahu macam Keke.

Bisakah semua orang diam dan berhenti kepo akan urusan pribadi orang lain? Kalau peduli aku mungkin tidak keberatan, tapi kebanyakan dari mereka cuma menginginkan sebuah gosip panas sebagai makanan!

"Apa kamu mau aku kenalkan dengan salah satu temanku? Aku punya teman yang single kok, Ri," celetuk Keke.

Demi Tuhan, kenapa dia tidak mengurusi urusannya sendiri, heh? Jika dia memiliki waktu untuk mengenalkanku dengan temannya, kenapa tidak dia saja? Toh dia juga masih single!

Huh, memang dasar aku ini tidak pernah bisa ketus pada orang lain. Jadi cuma bisa menggerutu dalam hati.

Aku tersenyum, "makasih, Ke. Tapi sepertinya aku masih enjoy kaya gini deh," gak perlu campur tanganmu, lanjutku dalam hati.

Keke mengangguk dramatis, "iya sih emang. Single itu merdeka. Bebas gaul sama siapa saja. Tapi, gak baik juga karena membuat banyak orang bergunjing," katanya sambil mengernyit.

Aku masih tersenyum, "yeah karena aku sudah terbiasa menjadi bahan gosip baik di lingkungan tempat tinggal maupun kantor, sepertinya aku sudah kebal. Tak tahu deh kalau kamu," kataku menyindir.

Keke malah tersenyum dengan wajah tanpa dosanya.

Menyebalkan.

-----

Aku berjalan menuju kontrakan setelah turun dari ojol yang aku naiki. Kebetulan kontrakanku masuk lebih dalam ke gang sempit dan aku tidak mau menjadi pusat perhatian di lingkungan padat penduduk penuh keingintahuan ini. Jadi, aku berjalan cepat dan segera masuk ke dalam tempat aman.

Kontrakanku.

Samar-samar tadi aku mendengar beberapa ibu yang berkumpul di warung langganan yang biasa menjadi markas bergosip di tempat ini. Suara-suara sumbang mereka tak mampu aku bendung. Masih saja terngiang-ngiang di telinga.

"Lihat tuh si Rita, kasian ya, di tinggal pacarnya. Itu tuh, nak Evan," bisik Bu Sri, si ratu gosip nomor 1.

"Aih kenapa itu, Jeung?" Sahut Bu Laras, si ratu gosip nomor 2.

Bu Sri memandang pada banyaknya audiens di sana sambil tersenyum misterius, "kalian gak curiga, pasti nak Evan sudah tahu siapa Rita sebenarnya."

Bu Sri ini punya rasa tidak suka tersendiri padaku. Cerita itu berkaitan dengan suaminya...yang yeah, tahu sendiri namanya pria.

Jadi sebisa mungkin aku mengabaikan wanita itu. Makanya tadi aku cepat-cepat masuk. Tapi, sekali lagi, aku memikirkan ucapannya...

Memangnya mereka pikir aku wanita seperti apa? Aku pulang malam juga karena bekerja dan aku yakin pekerjaanku halal!!

Aku benar-benar sudah tidak tahan.

"Apa salahku hingga semua orang melakukan ini padaku, Tuhan?!"




-----
End
-----

Pengen mundur dari dunia tulis-menulis ini..... 😥😥😥
Lagi gak punya motivasi sedikitpun 😓😓😷

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang