Be Happy '1

1.2K 63 4
                                    

***

Aku membeku, gerakan tanganku berhenti seketika pada gagang pintu. Dadaku sakit dan mataku terasa panas. Dengan tangan gemetar, akhirnya aku bisa kembali menutup rapat pintu yang awalnya ingin aku buka demi sebuah kejutan.

Aku sudah menikah selama sembilan tahun dengan suamiku. Kebetulan kami bekerja di kantor yang sama walau beda divisi. Dan hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke sembilan, suamiku mengatakan dia harus lembur, jadi tidak bisa pulang cepat. Aku tidak protes, diam-diam aku sudah menyiapkan kejutan untuknya.

Sepulang kerja aku datang ke ruangannya. Tapi, inilah yang aku dapatkan.

Baru saja pintu itu terbuka sedikit, aku sudah memergoki suamiku sendiri tengah...

"...aku bawakan makanan kesukaanmu," kata perempuan yang ada di ruangan suamiku.

Dia adalah bos suamiku, dan sialnya dia juga mantan pacar suamiku. Mereka berpacaran cukup lama sebelum akhirnya mereka putus dan lelaki itu menikah denganku.

Tapi, aku mencintai suamiku. Dan aku pikir dia juga mencintaiku.

"Aku tidak lapar, Yuli." kata Rama, suamiku.

Yuli ini tipe perempuan yang pantang menyerah. Aku masih mengingat saat mereka putus, Yuli tidak mau mempertahankan hubungannya dengan Rama hanya karena jabatan Rama lebih rendah darinya.

Bukankah perempuan itu sangat ambisius? Aku tidak mengerti kenapa sekarang Yuli mendekati Rama lagi.

Sayangnya aku sudah sering mendengar kedekatan mereka di belakangku selama ini.

Aku menarik nafas. Aku sadar, tidak seharusnya aku cemburu, aku harus percaya pada Rama.

Tapi, sampai kapan hal ini akan berlangsung? Bukannya ragu dengan Rama, tapi, siapa sih yang bisa menampik perhatian dari Yuli lama-lama? Aku takut akan tiba waktunya Rama menyerah pada perempuan itu.

Aku mundur, menggeleng dan berusaha mengusir pikiran-pikiran buruk yang berseliweran di otakku. Aku tidak boleh berprasangka. Aku sudah memiliki seorang anak perempuan sekarang, aku harus percaya pada suamiku.

Dengan langkah gontai aku mundur, pulang, aku tidak naik lift tapi memilih turun melalui tangga darurat. Tidak peduli jika suamiku bekerja di lantai delapan.

Menuruni banyak anak tangga membuat otakku sibuk sebentar karenanya.

Tapi, saat sampai di lantai empat, aku memekik kaget.

Ada seseorang yang duduk di anak tangga dengan kepala telungkup. Dengan gugup aku menoel orang itu, kepalanya bergoyang dan menampakan wajah aslinya.

Aku mengerjap beberapa kali.

"Pak Michael?" Tanyaku, dia adalah bosku, anak dari pemilik perusahaan tempatku bekerja.

Pria arogan dan acuh juga tidak lupa sombongnya itu. Mungkin itu karena pak Michael masih muda, dia tujuh tahun lebih muda dariku dan lima tahun lebih muda dari suamiku. Tapi, tingkahnya seolah dia lebih tua dari siapapun.

Aku duduk di sebelah pak Michael yang kelihatannya tengah mabuk, aku menoel-noel lengannya, menyebabakan pria itu terombang-ambing.

"Pak! Ngapain sih mabuk di sini?" Gerutuku.

Seharusnya aku meninggalkannya saja. Seharusnya aku berpura-pura tidak melihatnya. Tapi, nyatanya aku tidak bisa melakukan itu.

Pak Michael membuka matanya dengan susah payah. Dia tersenyum bodoh. Aku mendengus.

"Hera?" Tanyanya, mengernyit.

"Iya, ini saya, nah ngapain bapak mabuk di sini coba?" Sahutku.

Aku memang terkenal dengan sikap kurang ajarku pada bos, awalnya pak Michael tidak terima dengan sikapku dan selalu marah. Tapi, belakangan ini dia sudah tidak ambil pusing. Mungkin dia juga sudah lelah memarahiku. Anehnya dia tidak memecatku walau aku kurang ajar.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now