Our Story

819 44 1
                                    

---episode 3---

-----

Azmi meninggalkan ruangan Domas dengan perasaan campur aduk. Dia tahu, sahabatnya begitu karena...menghargai apa yang di sebut persahabatan. Tapi, susah sekali rasanya melihat adik yang dia sayangi terus menangis semalaman. Azmi tidak bisa berbuat banyak. Dia kembali ke ruangannya, menghela nafas panjang, dia memikirkan bagaimana caranya membuat Ditha segera melupakan Domas, itu sangat sulit bagi Azmi. Di satu sisi, Domas adalah sahabat baiknya dan disisi lain Ditha adalah adik yang dia sayangi. Andai saja bukan Domas...

Azmi menggeleng dan keluar ruangan lagi, menemui Davin yang tengah ikut menggambar dengan Rudi juga Helen.

"Davin?" Panggil Azmi, pemuda itu mendongak, sejak pertama bertemu, Azmi merasa amat familiar dengan wajah itu. Tapi, Azmi mencoba mengabaikannya selama ini.

"Ada apa?" Tanya Davin.

Sebenarnya Azmi juga tidak tahu kenapa mencari Davin. Dia tidak ada keinginan untuk ke lapangan, mengecek pembangunan.

"Ikut aku," kata Azmi kemudian.

Davin memandang dua seniornya sebelum beranjak mengikuti langkah Azmi.

"Mau kemana?" Tanya Davin saat dia masuk ke ruangan Azmi.

"Cari kopi, kamu mau kan?"

Walaupun bingung, Davin tidak bisa mengelak. Dia mengangguk.

Azmi mengajak Davin ke kafe tidak jauh dari tempat mereka bekerja, cuma membeli kopi dan duduk santai seperti pengangguran.

"Aku harap tidak salah langkah lagi," kata Azmi lirih, lebih kepada dirinya sendiri.

Davin mengernyit, "kenapa?"

Azmi tersenyum, "Davin, kamu tahu tidak, ekspresi saat kamu bingung itu mengingatkanku pada seseorang?"

Davin membeku.

Azmi mengangguk, "tentu saja, sudah sangat lama aku tidak tahu kabar dia, mungkin saat ini dia sudah menikah dan bahagia dengan keluarganya, kan?"

Davin mencengkram erat gelas kopinya, matanya nanar.

"Cuma dia yang bisa membuatku dan Domas bersaing tidak fair," ujar Azmi merasa geli sekali dengan tingkahnya saat remaja itu, menyukai gadis yang sama dengan sahabatnya sendiri, "sudah aku bilang pada Domas, kalau orang itu cuma tertarik padaku, eh si gila itu tidak percaya."

Davin merasa ada yang sedang mengaduk-aduk perasaannya saat ini. Panas, dingin dan di penuhi amarah.

"Apa dia mengatakan itu padamu?" Tanya Davin.

Azmi menatapnya, mengangguk perlahan dengan ekspresi melankolis, "dia mengatakan itu padaku, dan terbukti, aku juga sama, setelah dia, aku tidak bisa melihat yang lain, bahkan sampai sekarang."

Davin terpaku.

Azmi tersenyum, "sementara Domas? Lima tahun lalu dia hampir menikah."

"Hampir?"

Azmi mengangguk, "iya, pernikahannya gagal tepat sebelum dua hari sebelum hari H, gadis itu...menjadi salah satu korban serangan teror saat dia ke Perancis untuk mengabarkan pada salah satu kerabatnya."

"Nice?"

Azmi mengangguk, "setelah itu Domas menjadi seperti sekarang, dia tidak bisa melupakan gadis itu, itulah yang membuatku..." Kemudian Azmi menghentikan ucapannya, "selanjutnya tidak penting," ralatnya.

Davin tidak menyangka akan mendengar cerita semacam ini dari pria yang kemungkinan besar adalah ayah kandungnya. Setelah beberapa hari bekerja bersama, Davin mempelajari dua orang itu --Azmi juga Domas-- dan entah kenapa Davin semakin curiga pada Azmi daripada Domas.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now