KITA (4)

870 49 2
                                    

***

"Sayang, kamu butuh sesuatu?" Mama bertanya.

Aku menggeleng. Saat ini tidak ada hal yang aku inginkan.

Mama menarik nafas panjang.

Aku buta. Tapi, kata semua orang aku bisa di sembuhkan dengan jalan cangkok mata. Tapi, itu juga tidak bisa segera di lakukan.

Aku rasa, ini cara Tuhan menghukum ku atas apa yang sudah aku lakukan. Atas apa yang...

"Audy..." Suara Irene menghentikan pikiranku.

Ada sebersit perasaan tidak suka padanya sejak aku sadar dua hari lalu. Aku merasa dia bahagia dengan kondisiku saat ini.

"Suruh dia pergi, Ma." kataku.

"Sayang..." Mama menegur.

"Aku bilang suruh dia pergi!"

"Audy, maafkan aku..."

"Pergi! Aku bilang pergi!!!"

Irene menangis saat Mama menyuruhnya pergi.

"Sayang, sebenarnya ada apa dengan kalian?" Tanya Mama.

Aku menarik nafas, "aku mau tidur."

Aku tidak akan mengatakan apapun tentang masalah ini!

"Audy..."

"Mama, aku mau tidur," selaku.

Sebuah usapan lembut di rambutku membuatku sedikit merasa lega.

"Yasudah, Mama keluar, kamu istirahat yah," Mama mencium pipiku dan aku bisa mendengar langkah kakinya meninggalkan kamar.

***

Mama duduk di sebelahku dan tersenyum sabar, aku menyandarkan kepalaku di pangkuannya. Mama mengusap-usap rambutku dengan sayang.

"Ma, Audy membenciku yah?"

Walaupun aku sudah tahu jawabannya, masih saja aku bertanya.

"Tidak, dia cuma masih syok dengan kondisinya dan butuh waktu saja," kata Mama.

Aku menarik nafas panjang, "Ma, aku sayang dia, sangat sayang," kataku lirih.

Mama mengangguk dan tersenyum.

Andai saja aku menemukan cara untuk menebus semuanya, aku akan lakukan. Aku tahu, Audy seperti ini adalah kesalahanku. Seharusnya aku percaya padanya. Seharusnya aku tidak marah padanya. Seharusnya aku tidak mengatakan hal-hal mengerikan itu padanya...

Lucky masih marah padaku. Dia bersikap sangat dingin saat di rumah dan terus menganggapku tidak ada. Aku tidak bisa menyalahkannya juga.

Aku sebenarnya marah pada takdir! Kenapa kami bisa memiliki takdir begini tragis?!

Takdir seolah sedang bermain-main dengan kami bertiga.

Aku pulang menjelang sore dan saat di rumah aku sudah melihat Lucky sedang menyiapkan makan malam. Aku menghampirinya.

"Aku baru dari rumah sakit," kataku.

Lucky tidak menjawab dan terus saja sibuk dengan masakannya, seolah aku tidak ada di sana.

"Biar aku saja..." Aku mencoba mengambil pisau saat dia akan memotong wortel.

Dia menepis tanganku, tidak mengatakan apa-apa dan mulai bekerja dengan wortelnya.

Aku berdiri di sana. Memandang kesibukannya, dia benar-benar mengabaikanku.

"Kamu tidak capek? Kamu kan baru pulang kerja..."

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now