Trap (2)

1.2K 64 6
                                    

**

Aku hanya bisa diam. Pasrah. Hatiku hancur. Yeah, hati yang baru saja merasakan cinta ini sudah hancur sebelum berkembang.

Di depanku, aku melihat Minna dan Pandu berpelukan. Mereka kembali bersama. Pandu sudah minta maaf. Dan karena Minna masih mencintai pria bajingan itu, Minna memaafkan semua kesalahan pria itu.

Sudah begitu saja. Dan aku di tinggalkan.

"Aku akan kembali tinggal dengan Pandu, Andra. Makasih buat semuanya selama ini," kata Minna berpamitan padaku. Sementara Pandu berdiri di belakang gadis itu.

Aku tidak memandang Minna, aku justru memberikan tatapan tajam pada pria di belakangnya.

"Kalau kamu sakiti dia lagi, aku akan membunuhmu," desisku.

Pandu mengernyit. Minna mengerjap. Tapi, aku tidak peduli. Amarah sudah menguasaiku dan aku juga cemburu.

Pandu harus di beri peringatan agar tidak berbuat macam-macam lagi.

Saat Pandu membawa Minna dengan mobilnya, aku cuma diam. Mematung. Dadaku sesak, tapi aku tidak bisa berbuat apapun.

Tuhan, ini menyakitkan.

**

"Andra..." itu adalah bibiku yang datang menjenguk.

Bibi adalah adik dari ayahku. Oh, almarhum ayah. Kedua orang tuaku sudah meninggal.

Selama ini cuma bibi dan Kakek saja yang ada di sekitarku. Walaupun di rumah aku tinggal sendiri karena aku menolak meninggalkan rumah ini.

"Bi..."

"Kamu kenapa? Wajahmu pucat," bibi duduk di sebelahku dan mulai heboh sendiri memeriksa tubuhku.

"Aku tidak apa-apa, Bi." kataku.

Dan di mulailah hari kelam itu. Di mana aku mulai mengenal semua rasa aneh yang baru aku rasakan karena Minna.

Kebanyakan adalah rasa sakit. Sakit karena Minna tidak mencintaiku.

Hari rabu, dua minggu setelah Minna pergi, gadis itu akhirnya datang berkunjung.

Dia tersenyum tapi, aku bisa melihat ada gurat kesedihan di matanya yang bulat.

Aku tahu dia ada masalah. Dan setelah aku desak, akhirnya dia mengaku.

Lagi-lagi karena Pandu yang membuatnya kecewa. Aku marah pada pria itu. Jadi, aku mencari cara untuk bertemu dengannya.

Tidak susah.

Jadi, di sinilah aku. Berdiri berhadapan dengan pria bajingan menyebalkan itu.

Mobil kami saling berhadapan, seperti kami.

"Mau apa?" tanyanya tanpa basa-basi.

Aku yang tidak terlalu mengenal pria itu sudah sangat muak sejak pertama kali bertemu waktu itu. Apalagi mendengar semua pengakuan Minna, bahwa pria itu sudah sering kali menyakiti perasaannya. Aku sangat muak juga marah.

Hingga tanpa peringatan aku memberikan pukulan keras di wajahnya.

"Apa-apaan ini?!" Bentaknya.

"Sudah aku bilang, jangan sakiti Minna!" Seruku.

"Kenapa? Apa urusannya denganmu, heh?!" Tanyanya mencibir.

Bangsat!

Aku kembali memukulnya dan akhirnya dia balas memukulku. Jadilah kami saling pukul.

"Kalau kamu begitu peduli, ambil saja dia!" Raung Pandu setelah memandangku.

Dia berdiri, mengusap bibirnya yang robek dan mencibir ke arahku.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now