Third

736 31 2
                                    

-----

Mundur satu langkah...

Dua langkah...

Tiga langkah...

Dan aku mengukir sebuah senyum abadi pada dua orang di sana. Di tempat bahagia mereka.

Mereka tersenyum, tertawa dan bersenda gurau. Mereka adalah sahabatku. Kami sudah mengenal sangat lama. Tapi, di sini aku adalah orang ketiga di antara kebahagiaan mereka. Aku akan selalu menjadi orang luar di tengah mereka. Selalu.

Aku tersenyum. Mundur selangkah lagi. Mereka melihatku. Aku melambaikan tangan dan balas tersenyum, meskipun hati ini rasanya panas tercabik. Aku mencoba berpikir positif. Mereka sahabatku. Mereka sudah bahagia. Dan sudah seharusnya aku mencari bahagiaku sendiri di luar mereka.

Tanpa mengingat lagi apa yang sudah aku bicarakan dengan salah satu dari mereka berbulan lalu. Saat aku pikir masih memiliki kesempatan.

Aku melangkah pergi meninggalkan dua sahabatku yang sudah berada di surga bahagia mereka. Berharap mereka akan selalu baik-baik saja. Dan di sini aku akan berusaha menyembuhkan sakit ku sendiri. Menyembunyikan apa yang seharusnya menjadi sebuah rahasia.

-----

Pagi pertama di rumah baru. Di lingkungan tempat tinggal baru.

Aku menatap hampa ponselku yang tentu saja sudah berubah menjadi sepi bak kuburan. Aku tidak mengeluh, aku... berusaha.

Sungguh.

"Semangat, Ver!" Seruku pada diri sendiri guna menyambut hari.

Aku harus pergi bekerja. Aku pindah ke kontrakan, memilih tinggal sendiri daripada dengan orang tua yang selalu menatapku khawatir. Tidak, aku tidak mau menunjukkan kelemahan dan lukaku pada orang lain. Aku sudah berjanji.

"Vera, hei kamu bengong, teman."

Siska, dia sahabatku di tempat kerja. Gadis yang sudah tiga tahun ini aku kenal, sejak aku mulai bekerja. Dia baik dan menyenangkan. Dan...dia juga sudah menikah.

Lupakan fakta yang terakhir.

"Aku tidak melamun, Sis."

Aku memutar mata dan kembali sok sibuk dengan tumpukan komponen bahan yang ada di atas mejaku. Aku mengerling ke arah Siska yang tengah mendengus sebelum mulai sibuk dengan ponselnya dan tersenyum sendiri. Ah, mungkin suaminya...

Aku mendesah panjang. Ada sebuah ganjalan yang menggangguku, kalian tentu tahu apa itu.

Benar, aku sebenarnya mencintai sahabatku. Namanya Farhan, tapi dia baru saja menikah dengan sahabatku yang lain, Nate...

Dan itu menimbulkan sesuatu yang tidak nyaman di hatiku. Meskipun aku sudah berusaha melupakan mereka..

Sungguh, aku sudah berusaha dengan keras. Tapi, bayangan Farhan tidak pernah pergi dari kepalaku, sekeras apapun aku mencoba. Aku bahkan memberikan alasan tolol pada dua sahabatku itu untuk tidak menghubungiku dulu.

"Siska, kamu mau ke kantin denganku?"

Aku mendengar suara tidak asing. Aku mendongak dan melihat Rega tengah bertanya pada Siska. Rega adalah salah satu rekan kerja kami. Dan aku sudah tahu jika pria itu menyukai Siska. Hanya saja dia terlambat karena Siska memilih pria lain yang adalah cinta pertamanya. Perjuangan Rega selama ini sia-sia dan cuma di anggap sahabat/kakak oleh Siska.

Aku sangat mengerti perasaanmu, Ga...

Siska tersenyum, "aku gak bisa, aku janji mau makan bareng Mas Amar," katanya.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now