Tama

1.3K 56 0
                                    

**

Apa yang akan kalian semua lakukan jika kalian sudah sangat peduli pada seseorang dan ternyata orang itu malah mengabaikan kita?!

Dan juga apa yang kalian rasakan?

Aku sendiri kebingungan. Aku ingin marah, tapi pada siapa dan aku sadar bahwa aku tidak berhak marah karena orang itu bukanlah "milikku."

Aku juga ingin menghujat, tapi, aku kembali di ingatkan, bahwa aku tidak berhak melakukan itu. Karena orang itu bukanlah "milikku."

Aku hanya bisa merasakan kesal, jengkel, marah juga sedih sekaligus dan mirisnya semua itu aku rasakan sendirian. Tanpa dia tahu apalagi peduli.

Astaghfirullah ! Makan hati, ya Allah!

Jika hati goreng, hati ayam, tentu akan terasa nikmat! Tapi, aku sedang tidak membahas kuliner, melainkan membahas sebuah perasaan yang tidak bisa aku bendung sendirian.

Apa yang harus aku lakukan?!

Aku ingin menyerah dan mundur, tidak memperdulikan orang itu lagi, tapi sekali lagi, aku tidak bisa melakukan semua itu.

Karena aku sudah terlanjur sayang!

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Tama, temanku di sekolah ini.

Aku memandangnya, menggaruk hidungku yang tidak gatal, karena aku tidak tahu mesti jawab apa.

Tama memutar matanya dan menggigiti ujung pensilnya, bertingkah seolah dia sedang berpikir serius.

Ah, andai saja dia tahu jika 'dia' lah yang aku pikirkan sejak tadi, bahkan sejak beberapa waktu lalu, aku sadar rasaku ini berlebihan pada orang itu.

Pratama Thios !! Itu nama cowok yang setengah tahun ini menjadi temanku di sekolah.

"Can?! Hey!! Ah, gila kamu malah bengong!" serunya terlihat sangat jengkel, dan kelihatannya dia sangat gemas ingin memukul kepalaku dengan pensilnya.

"Kamu kemana saja sih tiga hari kemarin bolos?" tanyaku sudah tidak tahan lagi.

Tiga hari kemarin dia bolos. Sayangnya itu bukan yang pertama. Dan cowok itu sudah sering bertamu ke ruang BP dan mendengar ceramah panjang lebar guru pembimbing. Dia bahkan sudah mendapat surat peringatan kedua!

Tama memang...

"Tidak ada. Lagi males sekolah doang," jawabnya santai sambil mengangkat bahu. Aku menatapnya dan sadar jika mataku nanar saat ini.

Aku marah. Lihat, aku sudah cemas padanya, peduli padanya, aku bahkan menelpon dan datang ke rumahnya, tapi, dia bersikap seolah semua itu hal biasa. Saat aku ke rumahnya, dia bahkan menyuruh ART di rumahnya berbohong padaku dengan mengatakan bahwa dia tidak ada di rumah.

Padahal mobil juga motornya ada di halaman!

Aku kesal, tapi, aku tidak bisa melampiaskan rasa kesalku.

Aku cuma menyesal, kenapa aku begitu peduli pada orang yang bahkan tidak peduli pada dirinya sendiri.

Miris sekali nasibku !

"Kamu tahu kan, jika kamu berulah lagi, kamu bakal di keluarin," bisikku lirih dan hatiku sakit membayangkan hal itu menimpanya.

Jangan sampai !!

"Mungkin itu bahkan lebih bagus lagi, Can, jadi, aku bisa bebas," kata Tama terdengar sangat serius. Aku memelototinya.

"Gak kaya gitu, Tama." omelku menahan marah. Tapi, bukan Tama namanya jika dia peduli dengan ucapanku.

"Kantin yuk? Gak ada guru ini," ajaknya santai, membereskan mejanya dan beranjak lebih dulu.

Aku cuma memandang kepergiannya dalam diam. Tidak beranjak dari posisiku, karena aku sudah di pelototi ketua murid yang duduk di deretan depan. Sejak tadi dia memperhatikan gerak-gerik Tama.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang