Adik Iparku

1.2K 51 0
                                    

🌸🌸🌸

Aku terlahir sebagai anak tunggal di keluarga. Menikah dengan suami yang memiliki 5 kakak dan 2 adik. Sebelum mengenal karakter mereka dengan baik, aku sudah suudzon lebih dulu. Ku akui, karena aku terbiasa sendiri.

Tapi setelah menikah, aku sadar, aku keliru. Mereka tidak seburuk itu. Walaupun...

Well, adik iaprku yang bungsu seumuran denganku. Dia sudah punya istri dan seorang anak yang berusia 8 bulan. Aku suka anak-anak, makanya aku tidak keberatan di ajak bermain mengunjungi adik ipar sekaligus keponakanku yang lagi lucu-lucunya itu.

Ucapan si adik ipar emang terbilang kasar. Gamblang dan blak-blakan. Jika saja suami tidak mengatakannya lebih dulu, mungkin aku akan pundung dalam waktu yang lama.

"Dia emang suka gitu, omongannya gak pernah di saring. Tapi dia baik kok. Sering bantu Abang," suamiku memberi pengertian saat aku mengeluhkan sikap si ipar bungsu.

Aku mencoba mengerti. Sebagai bukti ucapannya, suamiku terus mengajakku berkunjung ke rumah si ipar. Dan memang kelamaan aku sudah tidak ambil pusing dengan ocehannya.

Beberapa bulan kemudian aku hamil. Aku muntah-muntah saat baru saja menghabiskan makan di rumah si ipar.

"Teteh ngidam?" Tanya Titin sambil gendong putranya.

Aku mengangguk lemah.

"Hati-hati ya, teh. Jaga kondisi diri," kata Titin lagi, dia terlihat cemas.

Kemudian si ipar bungsu datang, "kenapa, teh?" Tanyanya.

Aku menggeleng, beranjak keluar dari kamar mandi dan duduk di meja makan. Aku mendengar si ipar bungsu bertanya pada istrinya tentang kondisiku.

"Biasa, Pah. Ada dedek bayi," ujar Titin.

"Oooh..."

Kemudian si ipar bungsu duduk di depanku, "udah ke bidan?" Tanyanya.

"Belum, abangmu masih sibuk, kan?"

Pria itu mengangguk, "kalau gitu, teteh jaga diri yang bener. Jangan angkat yang berat-berat."

Itu adalah kalimat paling baik yang pernah dia ucapkan selama kami menjadi keluarga.

Aku tersenyum lemah, "tenang saja buat yang itu. Abangmu lebih over protektif sekarang sampe kadang nyebelin."

Si ipar terkekeh, "dia emang gitu, teh."

Ah...jadi selama ini aku salah menilaimu, Dik.. maafkan teteh ya...

🌸🌸🌸

Kelamaan aku sudah terbiasa dengan si ipar bungsu.

"Tumben dia diem aja..." Celetukku sambil menggendong Julian --keponakanku-- ketika melihat si ipar bungsu yang baru pulang kerja. Biasanya pria itu bakal mengatakan hal-hal kasar yang biasa, tapi kali ini dia diam saja.

Lalu suamiku datang, "dia meh gitu, kalau diam artinya otaknya lagi ruwet, biarin aja."

Aku mengangguk dan melanjutkan mengajak Julian jalan-jalan sore. Oke, kalian pasti bertanya kenapa aku sering ada di tempat ipar? Karena suamiku berjualan dan lapaknya berada tidak jauh dari rumah si ipar. Begitu...

"Udah, teh! Jangan gendong Julian terus, berat. Iya aja kalau tetehnya gak lagi ngisi..." Datang Titin yang sepertinya sudah selesai masak.

Well, Julian emang cukup berat. Katanya sudah 8kg.

"Nggak apa, kok. Nyantai aja," kataku menenangkan.

Tapi Titin malah terlihat semakin cemas dan merasa bersalah.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang