Bisikan Seorang Pelacur

2K 74 4
                                    

**

Jam sepuluh malam, aku harus sudah ada di tempat. Berangkat kerja.

Para tetangga selalu ingin tahu dan bergunjing tentangku. Orang 'normal' mana yang mulai bekerja di jam sepertiku? Tentu saja pada akhirnya mereka berprasangka buruk tentangku. Tapi, aku tidak pernah peduli. Karena apa yang mereka sangkakan benar adanya.

Aku adalah seorang pelacur.

Rendahan dan tidak bermartabat. Tapi, semua ini berawal sejak dua tahun lalu. Saat aku masih tinggal dengan keluarga besarku di kampung halaman.

Tidak tahan di sana, aku melarikan diri ke ibu kota. Tidak ada yang mencariku. Bahkan orang tuaku sendiri. Mereka sudah malu denganku. Aku tidak bisa menyalahkan mereka.

Ah, andai saja mereka tahu.

"Biru! Kamu punya pelanggan!" seru Yuni, madam di tempatku bekerja. Istilah kasarnya sih mucikari.

Perempuan jadi-jadian itu memandangku, tajam. Dia selalu berbusana dengan gaya berlebihan hingga kadang membuatku sakit mata. Tapi, sekarang aku sudah tidak mempermasalahkan hal itu lagi.

Dengan santai aku beranjak menghampiri pelanggan yang di tunjuk oleh madam dan bersiap melaksanakan tugasku seperti biasanya.

Lelahnya.

Selagi aku melayani pelangganku dengan service yang aku berikan, pikiranku justru melayang ke kejadian di mana aku mulai terjerumus hal seperti ini.

Semua ini berawal dari pria itu. Orang yang tidak pernah aku sangka sebelumnya bahwa dia akan berbuat hal nista begitu padaku.

Iya, dia melecehkanku!

Aku kaget, karena dia adalah seseorang yang seharusnya bisa di percaya. Aku ingin cerita pada keluarga tentang hal yang aku alami.

Tapi, aku tidak bisa. Karena akan ada banyak sakit hati di sana. Tiga hati yang paling utama.

Yeah, keluarga pria itu sendiri. Pria itu sudah menikah dan di karuniai dua orang anak yang masih balita.

Apakah aku begitu tega mengatakan itu pada istrinya padahal istrinya adalah bibiku sendiri? Istrinya adalah adik kandung dariku ibuku sendiri?!

Ya Tuhan, aku hanya bisa memendam rasa sakit, marah juga kesal itu dalam hatiku sendiri tanpa berani membuka mulutku.

Apalagi pria itu juga malah mengancamku!

"Kamu jangan bilang-bilang yah, bisa fatal."

Kata-kata itu memang tidak di tujukan sebagai ancaman secara terbuka. Tapi, itu ancaman yang tersirat. Dia menggunakan bibi dan dua sepupuku untuk membungkam mulutku!

Ah, andai saja aku memiliki keberanian saat itu! Padahal usiaku sudah dua puluh tahun!

Tapi, sekali lagi, aku memikirkan bibiku itu...

Jika aku mengadu, rumah tangganya pasti berantakan dan aku akan membuat dua sepupuku menjadi korban.

Aku tidak mau. Jadi, aku lebih baik memilih bungkam dan tetap diam menerima perlakuan pria bajingan itu saat aku sendirian.

Aku hanya bisa menangis dalam diam karena aku tidak memiliki siapapun untuk mengadu. Bahkan pada ibuku sendiri.

Malam nahas itu aku sangat kaget karena pria bajingan itu masuk begitu saja ke dalam kamarku yang memang tidak suka aku kunci. Dia menempelkan telunjuknya ke bibirnya, isyarat bagiku agar tidak menjerit.

Dan dia...

"Aku tidak mau!" seruku tanpa suara. Bahkan air mataku tidak berarti baginya yang tetap melakukan aksi bejatnya itu.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now