Dear Rehan...

13.8K 287 10
                                    

Saat matahari terbenam itulah aku melihatmu.

Kamu berlari-lari, seakan seseorang atau sesuatu tengah mengejarmu, seakan nyawamu terancam.

Lalu, kamu menghentikan laju larimu saat sampai di depanku. Tersenyum manis, membuatku bingung dengan perubahan ekspresi yang kamu tunjukan.

Padahal baru sedetik lalu aku melihatmu sangat ketakutan. Sekarang kamu penuh senyum.

Apa yang salah?

Lalu, kamu menggenggam tanganku dan meremasnya kuat.

"Kamu di sini ternyata!"

Kata itu yang kamu katakan, aku tidak mengerti. Sungguh. Sebenarnya siapa kamu? Kenapa sikapmu seakan kita saling kenal? Dan...

"Hei, kamu melamun, Iren!" Serumu setengah geli setengahnya lagi jengkel. Aku hanya diam.

Iren, itu nama yang di berikan oleh almarhum bapakku dua puluh empat tahun lalu saat aku lahir di dunia ini.

Dan kamu menyebutnya. Tapi, aku bahkan tidak tahu siapa namamu.

"Iren?" Sekarang kamu memanggilku dengan nada cemas.

Aku diam. Aku tidak tahu ada apa denganku.

Ruangan yang melingkupi ku seakan menghisap seluruh energiku. Seluruh hidupku. Aku tidak ingat kapan dan kenapa aku ada di sini?

Bukankah tadi aku melihatmu berlarian seperti di kejar oleh maut? Lalu kenapa sekarang kita ada di sebuah kafe yang sangat damai ini?

Apakah aku berhalusinasi?

"Iren?" Kamu mencoba memanggilku, menarik perhatianku dengan melambaikan tanganmu di depan wajahku. "apa kamu marah aku datang terlambat?" Tanyamu tidak nyaman.

Aku cuma diam memandangmu. Aku masih tidak mengerti. Bahkan beberapa pasang mata sudah mencuri pandang ke arah kita, namun aku tidak peduli.

Di sini aku tidak mengerti. Benar-benar di buat kebingungan dengan keadaan saat ini.

Aku seakan hidup di dua dunia yang membuatku gila.

"Iren?" Bisikmu sambil meremas tanganku. Aku memandangmu lagi, kamu terlihat gusar dan tidak nyaman. "Maaf, seharusnya aku tidak membiarkanmu menunggu terlalu lama. Kita semua tahu bakal seperti ini jika kamu sendirian. Aku minta maaf." Katamu penuh sesal.

Kenapa kamu selalu meminta maaf padahal aku sendiri tidak tahu apa kesalahanmu. Kita bahkan tidak saling mengenal. Atau di sini aku yang tidak mengenalmu, karena kamu tahu namaku dengan jelas.

"Iren, sebaiknya aku antar kamu pulang saja. Kamu butuh istirahat." Katamu sangat lembut dan perhatian.

Aku tidak memberontak saat kamu menuntunku meninggalkan kafe. Aku tidak mengerti.

Ya Tuhan, ada apa denganku.

Aku duduk di sampingmu yang sibuk fokus mengemudi walau aku sadar, beberapa kali kamu mengerling padaku.

Aku yang cuma sibuk memandangi jalanan.

**

"Iren, kamu baik-baik saja?" Tanya dia, orang yang dua hari belakangan ini selalu datang ke tempatku.

Lagi-lagi orang itu menggenggam tanganku.

Kamu, pria yang mengaku bernama Rehan dan mengatakan kalau kamu adalah tunanganku.

Aku, yang sama sekali tidak mengenalmu apalagi mengingatmu.

Kamu mengatakan jika aku mengalami gangguan otak cukup parah. Aku tidak mengerti.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now