BAB ?: D-Day

1.8K 205 5
                                    


D-Day

Menguap kecil sambil merenggangkan tubuhnya, gadis itu menoleh kebelakang memastikan. Pria bernama Luis itu masih disana, duduk dipinggiran kasurnya menatapi Celin juga Celina yang tertidur dari semalam. Membuat Erza bertanya tanya kenapa pria itu terus menatap mereka dengan tatapan sedih juga kehilangan.

"Kenapa kau selalu memandang mereka seperti itu?" tanya Erza memutar single sofa yang dudukinya menghadap ketempat tidurnya.

Menoleh, Luis hanya menampilkan wajah yang berkata "Seperti apa?" sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Kau menatap mereka dengan raut sedih, terlihat seperti kehilangan sesuatu yang berharga" jelas Erza mendiskripsikan bagaimana wajah pria itu terlihat dimatanya.

Tersenyum kecil, Luis ganti memperhatikan Erza yang kelihatannya terbawa penasaran. "Kau sungguh ingin tau?" tanya Luis menambah rasa penasaran gadis itu.

Erza mengangguk cepat sebagai jawaban. "Mereka mirip dengan tunanganku, dan aku tidak tau bagaimana bisa seperti itu" jawab Luis tetap memasang wajah sedihnya.

"Dia sangat lucu dan menggemaskan, aku selalu ingin memberikan apapun yang dilihatnya" jelas Luis lagi membuat Erza terdiam kebingungan.

Ada satu opsi yang gadis itu pikirkan setelah mendengar jika sikembar mirip dengan tunangan pria itu. 'Apa Celin dan Celina adalah anakmu?' namun opsi itu segera tertepis dengan kuat oleh ucapan Luis selanjutnya.

"Tapi dia terbunuh saat umurku 15 tahun. Alicia terbunuh dimalam aku menemukan orang tuaku yang mati diawetkan menjadi patung, dan potongan tubuhnya terkirim pagi saat aku ingin pergi kerumahnya" imbuh Luis membuang nafas panjang lalu melirik kearah Erza yang seperti bingung ingin mengatakan apa.

Tersenyum lagi, Luis menunjuk kearah jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. "Kau tidak ingin menghadiri acara penurunan gelar gamma milik Jaeger?" tanya pria itu mengalihkan topik pembicaraan.

Ikut menoleh kearah jam kayu yang berada tepat disampingnya, Erza seketika bangkit dan bergegas pergi meninggalkan kamar. Membiarkan Luis tetap disana untuk menjaga sikembar yang masih belum terbangun, setidaknya dia tidak akan membiarkan pria itu pergi sebelum kembali bercerita.

.

.

.

Pagi ini, Erza kembali masuk kedalam tempat ini lagi. Duduk santai mencontoh posisi Selina dulu, Erza menoleh kearah wanita itu dengan wajah datarnya, menghiraukan semua teriakan dan sumpah serapah yang terlontar untuknya.

Sama dengan keponakannya, Jaeger juga melakukan hal yang sama kepadanya. Membuat beberapa warrior yang menahannya untuk tidak lepas kewalahan saat itu juga, dari raut wajahnya yang penuh amarah, Erza pikir pria itu ingin membunuhnya sekarang.

Membalas tatapan mengancam Jaeger dengan tawa kecil, Erza melambaikan tangannya mengucapkan selamat tinggal kepada pria itu. Entah kenapa Erza merasa jika dirinya berada diposisi jahat sekarang, tapi apa lagi yang harus dilakukannya untuk memberikan mereka hukuman balik.

"Maafkan aku, tapi aku pikir kau tidak cocok menjadi seorang gamma" ucap Erza yang dirinya yakin Jaeger, Selina, dan bahkan beberapa warrior juga omega disana bisa mendengar apa yang dikatakannya.

Grep!

Gadis itu hanya menatap diam Jaeger yang berhasil lepas dari beberapa warrior yang menguncinya agar tetap ditempat sampai Alex datang, pria itu mengcengkram keras tangannya sambil memberikan tatapan mautnya. "Kau, gadis gila sepertimu seharusnya mati saja" ucap pria itu mendesis marah dan terus mencengkram tangannya lebih kuat lagi.

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now