BAB: My Fault

1K 79 9
                                    


MY FAULT


"Apa maksudmu?"

Carl menoleh begitu mendengar suara serak itu menjawab perkataannya. Erza, gadis itu tampaknya sudah bangun, terlihat dari darah yang merembes keluar dari kain kasa yang menutup rapat kedua matanya yang hilang.

Tersenyum kecil Carl menjawabnya sambil membuka kain kasa itu untuk diganti dengan yang baru. "Bukan apa apa nona" pria itu mencoba menghiraukan pertanyaan dari Erza.

"Bagaimana rasanya, apakah anda merasa sakit? Nona bisa mengatakannya kepada saya" imbuh Carl dengan lembut kembali memasangkan kain kasa itu untuk menutupi mata Erza setelah membersihkan sisa darah yang mengalir dipipinya.

"Aku tidak merasakan apapun, tubuhku bahkan tidak dapat digerakkan. Selain itu, aku sedikit kesusahan bernafas" jawab Erza menjelaskan keadaannya sambil sesekali menelan ludah karena tenggorokannya yang kering.

Carl hanya mengangguk kecil tanpa menjawab, apa yang Erza keluhkan hanyalah hal normal. Setidaknya hal itu bisa menekan rasa cemas Carl tentang gagalnya perjanjian ke empat ini, karena jika perjanjian itu gagal Erza dapat menjadi Rakus tanpa adanya gejala atau pertanda.

Bangkit dari duduknya, pria itu berjalan menjauhi ranjang dimana Erza berbaring untuk membuang kain kasa penuh darah ditangannya ditempat sampah dan mengambil sebaskom penuh daging cincang halus yang memang selalu Amon siapkan jika Erza bangun sewaktu waktu.

"Apa aku masih berada di Red Moon Pack?"

"Tidak nona, anda sudah berada dirumah sekarang" jawabnya dari kejauhan sambil mengulas senyum kecil.

Meletakkan baskom itu diatas nakas, Carl dapat melihat wajah santai gadis itu selama beberapa detik sebelum kembali menautkan alisnya kembali. "Lalu, dimana anak anak itu sekarang? mereka baik baik saja bukan" tanya Erza kepadanya dengan nada tergesah.

"Anda barusaja bangun, kehilangan kedua mata, dan terluka cukup parah. Bagaimana bisa sekarang anda mencemaskan orang lain dalam kondisi seperti ini"

Erza terdiam sejenak mendengarnya, tidak semua dari perkataan pria itu salah. Dirinya terluka cukup parah sekarang dan dia tidak dapat melihat keadaan tubuhnya sendiri selain merasakan tubuh kakunya. Namun dia mendapatkan semua luka ini dengan tujuan.

Amarah dalam hatinya kembali bergemuruh ketika mengingat kejadian itu, tangis air mata mereka ketika dilecehkan secara bergilir sebelum disiksa dan dibunuh secara kejam. Menyisakan tumpukan mayat yang sudah terpotong tidak terbentuk.

Andai jika Erza datang lebih awal, andai jika sedari awal Erza tidak membiarkan anak anak itu tetap berada disana. Semua tidak akan berakhir seperti ini.

"Itu, bukan urusanmu!" ucap Erza lirih penuh penekanan.

Dalam beberapa detik ruangan yang semula terang kini menghitam, seperti terlahap oleh gelapnya malam dalam kedipan mata. Senyum Carl memudar begitu dia menyadarinya, dapat dia lihat luka luka ditubuh gadis itu perlahan mulai menghilang. Erza meregenerasi tubuhnya sendiri dengan begitu cepat, bahkan setelah tertidur panjang tanpa memakan apapun.

"Mengagumkan" guman Carl melihat Erza secara tidak sadar menunjukkan salah satu kelebihannya menjadi seorang Demon Blood.

Kembali duduk ditepat disamping gadis itu berbaring, Carl menjawab pertanyaan Erza dengan sebuah kebohongan. "Maafkan saya nona, kami hanya bisa menyelamatkan 1 anak laki laki. 2 anak kembar yang anda bawa sudah tidak bernyawa ditempat ketika kami datang" jelas Carl tanpa mengatakan jika Celin dan Celina lah yang telah mengorbankan dirinya agar Erza tetap hidup.

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now