BAB XXXV: Luis

6.5K 525 74
                                    


Luis


"Tentu saja nona, ada tempat yang ingin saya tunjukkan kepada anda" jawab Amon dengan lembut sambil menatapnya. Erza menatapnya bingung, bagaimana caranya Amon dapat mengganti raut wajahnya semudah itu. Padahal tadi ia ingat kalau wajahnya terlihat sinis, dan menjengkelkan.

"Nona, anda benar benar ingin meninggalkanku!" teriak Albert yang langsung mendapatkan hadiah berupa sendok sayur dari Lina yang keluar dari dalam rumah.

"Bisakah sehari saja mulutmu itu diam" marah Lina.

Erza hanya bisa tertawa kecil lalu menarik Amon untuk segera melanjutkan jalannya, jalan jalan paginya pasti hanya akan tinggal ajakan jika sampai Amon ikut menyahutinya. Walaupun begitu dia sebenarnya kasihan dengan Albert yang entah berapa kali terkena sendok sayur yang dilempar Lina.

.

.

.

Tercengang, hanya itu yang dapat dia lakukan pertama kali melihat tempat ini. Angin semilir pagi yang sejuk menyapanya, membuatnya tersenyum kecil menatap semua keelokannya.

Padang rumput penuh bunga kecil yang teramat lucu, tempat itu sedikit jauh dari pepohonan rimbun hingga matahari dapat melihatnya yang berdiri di sana secara langsung. Erza menoleh kearah Amon yang berdiri dibelakangnya senang.

"Anda ingat sesuatu?" tanya Amon lembut.

"Ya, ini tempat yang sering kukunjungi sewaktu kecil" ungkap Erza bahagia, dia berlari kesana kemari hanya untuk menatap sekeliling dari dekat.

Amon senang nonanya itu tidak melupakan tempat ini, hanya ini yang dapat dia berikan. Berharap jika hari itu benar benar sudah datang, nonanya itu tetap mengingat tempat ini begitu juga dengannya.

"Amon, didanau ini ikannya banyak sekali" pekik Erza berjongkok dipinggiran danau. Melihat ikan ikan yang berlalu lalang berenang kesana dan kemari, terlihat lucu hingga membuat gadis itu gemas.

"Hati hati nona" ucapnya tetap berdiri ditempat, Amon hanya mengawasinya dari belakang.

Namun tiba tiba matanya melirik kearah jam 10 dan seketika matanya memerah, Amon menaikkan alisnya lalu tersenyum lebar. Sehebat apapun mereka bersembunyi dibalik rimbunnya hutan, Amon akan tetap mengetahui keberadaan mereka, segerombol serigala yang pernah dilawannya beberapa hari yang lalu.

Dapat dia dengar deru nafas mereka yang tersenggal senggal saat berlari meninggalkan persembunyian. Setelah itu Amon menolehnya, mereka benar benar sudah pergi dari sana dan kembali menormalkan ekspresi wajahnya. Ingatkan tentang Erza yang takut melihat senyumnya.

"Amon?" panggil gadis itu, Amon tentu langsung menoleh kearahnya.

Erza bangkit dari jongkoknya, berdiri sambil memegangi kepala, Amon menautkan alisnya bingung. Didekatinya gadis itu sampai dirinya berhenti saat nonanya membalikkan badan.

"Aku merasa aneh, kenapa aku bisa melihat keatas juga bawah secara bersamaan?" tanya Erza setelah membalikkan badan.

Dua mata lain yang gadis itu miliki terbuka lebar, netra merahnya menatap kearah bawah, sedangkan dua mata bernetra coklat itu menatap keatas kebingungan.

"Aku yakin aku menatap keatas, tapi kenapa aku dapat melihatmu, Amon" bingung gadis itu sambil menoleh kelain arah dan hal yang sama terjadi.

"Tenang nona, bisa arahkan pandangan anda kepada saya" pinta Amon mencoba menenangkan nonanya yang dirinya yakin akan panik sebentar lagi.

Sniper Mate: Demon BloodKde žijí příběhy. Začni objevovat