BAB XVII: Amon 2

11.3K 853 16
                                    


Klatak!

Tittit tit tit...

Amon melihat jam tangannya yang berbunyi lalu melempar tubuh pria yang ada ditangannya ke lantai. Tampak kepala pria itu yang sudah berbelok 90 derajat dari yang seharusnya.

Amon tersenyum sambil mematikan suara jam tangannya, dialihkan tatapannya pada seorang wanita dengan baju kurang bahan yang sedang meriuk diujung sana. Wanita itu sudah menjadi saksi pembantaian yang telah dilakukannya.

Sambil membersihkan darah yang membasahi tuxedo formalnya, Amon berjalan mendekat lalu membungkuk dihadapan wanita itu.

“Saya senang saat tau anda baik baik saja” ucap Amon lembut sambil membantu wanita itu berdiri.

Namun tepisan yang Amon dapat saat berniat membantu, dia tersenyum lebar. “Anda pasti akan menjadi hidangan lezat untuk nona yang sebentar lagi pulang sekolah” imbuh Amon sambil melebarkan mulutnya hingga ke telinga.

Teriakan melengking itu sontak kembali menyambut telinganya yang peka dengan suara. Tanpa bersusah payah membuat wanita itu pingsan, Amon membawanya secara paksa dan sadar lalu memasukkannya kedalam mobil.

Didalam mobil Albert tertawa. “Aku akui kau sangat cepat, tapi kau hanya menemukan 1 wanita didalam mansion sebesar ini? Mengecewakan” komentar Albert sambil menatap wajah ketakutan wanita yang dibawa oleh Amon.

“Tentu saja karena mansion ini miliknya dan masih baru, hasil dari penggelapan dana perusahaan. Aku tidak mau nona bertindak lebih dulu setelah mengetahui ini, jadi aku membereskannya” jawab Amon sambil membuat portal penghalang.

“Jadi selama ini Erza hanya memakan manusia yang berani mengusiknya?” tanya Albert sambil menjalankan mobil.

“Tentu saja, tidak ada manusia yang lebih enak bagi Erza dari manusia penuh dosa seperti mereka” jawabnya sambil tersenyum kearah wanita yang duduk ketakutan disampingnya.

Albert mengangguk anguk dan tampak berpikir. “Wanita penuh dosa? Kurasa aku bisa membantumu. Dengan wajahku wanita mana yang tidak mau” ucap Albert sambil tertawa keras.

“Kau boleh membantuku, kita akan punya banyak persediaan untuk nona” tanggap Amon setuju.

Tertawa sejenak, setelah itu Albert menyahut. “Kau kejam Amon, kau seperti berniat menghabisi setiap wanita didunia ini”

“Aku tidak peduli, nona harus tetap hidup” sahut Amon dengan wajah datar sambil membersihkan darah di tuxedonya.

.
.
.

Erza menempel dengan Glenn, memeluk lengan pria itu kuat layaknya koala yang hampir jatuh dari rantingnya. Sedikit kesal karena pria ini meninggalkannya sendiri di cafetaria.

Dddrrrttt

Glenn melihat ponselnya lalu mengangkat telefon itu. “Dia bersamaku”

“Aku akan kesana” akhir Glenn lalu menutup telefonnya.

Erza yang mendengarnya hanya kebingungan, tidak Amon, tidak Glenn. Saat mereka telefon selalu singkat.

“Ada apa papa Glenn?” tanya Erza saat melihat pria itu menatap kearahnya.

“Amon dan Albert sudah menjemputmu didepan gerbang” jawab Glenn sambil tersenyum.

“Tapi jam pulang baru beberapa menit lagi berbunyi” ucap Erza masih ingin berlama lama memeluk Glenn.

“Mereka sudah menunggu didepan” potong Glenn.

Dengan kesal Erza langsung melepaskan pelukannya lalu berjalan sendirian menuju gerbang depan sekolah. Gadis itu kesal karena Glenn terlihat seperti mengusirnya, padahal Erza ingin memeluknya.

Sampai didepan Erza menghiraukan sambutan Albert juga Amon, gadis itu langsung duduk dikursi belakang seperti biasa. Tidak sadar kalau disampingnya ada seorang wanita yang tak terlihat oleh matanya.

“Ayo pulang Albert” ucapnya singkat lalu mengalihkan pandangannya pada Amon yang belum masuk kedalam mobil.

“Apa kau sudah membelikanku MAGNUM 30, Amon?” tanya Erza pada Amon dengan wajah acuh.

“Tentu saja nona, anda bisa melihatnya di almari. Saya juga sudah memilih peluru perak terbaik untuk anda” lapor Amon sopan.

“Bagaus kalau begitu, hampa rasanya jika tak membawa senjata apapun saat keluar” ucap Erza sambil menutup matanya. Mencoba tidur agar saat dirinya bangun sudah berada dirumah.

Namun sudah beberapa menit berlalu Erza tetap terjaga, gadis itu merasa seperti tidak bisa hanya untuk sekadar menutup matanya. Seperti ada yang mengganggunya agar tetap terjaga.

Erza menoleh kesamping kirinya, menatap kursi kosong disampingnya bertanya tanya. Tak ada seseorang pun disana, tapi seperti ada yang mengganggunya.

Sebenarnya sudah ingin ia tanyakan hal ini sedari beberapa menit yang lalu, namun sudah beberapa kali juga diurungkannya. Amon dan Albert tampak sangat serius fokus dijalanan dan Erza tidak ingin mengganggunya.

Mencoba menepisnya, Erza benar benar menghiraukan hal apa yang mengganggunya. Mengalihkan pandangannya kearah kanan, memfokuskan maniknya pada pemandangan luar yang sama sekali tidak menarik perhatiannya.

Beberapa menit kembali berlalu dan Erza sudah mulai jengkel dengan sendirinya. “Amon, aku merasa ada yang aneh disini” adu Erza dengan raut kesalnya.

Amon yang semula hanya diam dan menatap kedepan mulai menoleh kebelakang, menatap Erza dengan wajah merenggutnya.

“Apa ada masalah nona?” tanya Amon lagi untuk memastikan, meskipun telinganya tak pernah salah saat mendengar.

“Ada sesuatu yang aneh disini” ucap Erza mengulangi ucapannya yang tadi.

“Mungkin itu karena kursi yang anda duduki” ucap Amon mengubah topik perlahan.

Gadis itu terlihat berpikir sejenak lalu mengangguk. “Mungkin, aku tidak tau. Tapi ada yang aneh” ucap Erza mengutarakan pendapatnya.

“Kalau begitu saya akan menggantinya” ucap Amon sopan.

“Ya, kau harus menggantinya. Pilih warna hitam Amon” dengan cepat Erza menyetujuinya, tidak sadar kalau Amon sudah mengganti topik yang sebenarnya.

.
.
.

Dilain sisi, Alex terdiam sambil menatap dingin jalanan yang dilewatinya melalui jendela mobil. Tanpa sengaja pria itu menatap layar ponselnya yang mati, sayatan pisau melintang itu tampak sangat jelas diwajahnya.

Menggeram, Alex menggenggam ponsel itu kuat sampai remuk. Selalu ada amarah tersendiri saat ia mengingat bagaimana dirinya mendapankan sayatan itu. Sayatan yang dibuat Erza sebelum lari dan kabur meninggalkannya dihutan.

Sayatan yang dimulai dari ujung bibir kanan hingga garis bawah mata kirinya itu karya dari Erza. Membekas dengan kuat seperti amarah dalam dirinya.

“Al, apa kau yakin ingin melakukan ini?” tanya Daniel sembari fokus pada jalanan yang hampir sampai ditempat tujuan.

Alex menyeringai. “Tentu, memang apa yang tidak bisa dibeli oleh uang sekarang?” ucapnya arogan.

Daniel mengerutkan alisnya saat mendengar jawaban arogan yang diberikan Alex, dia gelisah. Daniel merasa seperti akan ada yang menimpa mereka saat suadah sampai disana.

Beberapa menit kemudian mereka benar benar sampai ditempat tujuan. Alex langsung keluar saat mobil hitam miliknya sudah Daniel parkirkan, pria itu menatap sebuah bangunan pencakar langit yang ada didepannya.

D’Esco Crop, adalah sebuah anak perusahaan besar yang saat ini butuh banyak peningkatan. Suatu perusahaan yang jatuh ke tangan Erza, meminta gadis itu untuk menjadi pemimpinnya.

‘Tidak peduli apapun caraku mendapatkanmu, kau harus tetap kembali denganku’ pikirnya.

Semua sifat buruk yang ada dalam dirinya sudah menguasai bahkan merajalela, Alex bahkan tidak peduli apa yang dilakukannya benar atau salah.

Memastikan Daniel sudah berdiri disampingnya, Alex dengan arogannya masuk kedalam gedung itu.

.
.
.

Tbc

😂😂😂up lagi kan.
Astaga aku masih perjalanan pulang padahal

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now