BAB 1: Cafe Incident

42.6K 2.4K 28
                                    


CAFE INCIDENT

Langit tampak memerah saat gelapnya malam mulai menggantikan posisi sang mentari. Kumpulan burung terlihat terbang pulang kesarangnya masing masing. Dan gumpalan awan awan diatas sana, terlihat seperti gumpalan kapas yang menari nari bersama angin diatas langit.

Secuil senyuman terlukis saat matanya menatap pemandangan langit cerah yang begitu indah disore hari ini. Hingga sempat terpikirkan, kapan terakhir kali dia bisa mendapatkan pemandangan dan perasaan setenang ini.

Mengingat hanya ada perasaan tegang dan waspada yang meliputinya setiap saat ketika dirinya berada diluar zona aman, melakukan tugas rumit dari pekerjaannya. Menatap kepulan asap hitam panas, kobaran api, darah, suara tembakan serta teriakan yang memekik telinga.

Dimana dia harus mempertaruhkan nyawa demi sebuah misi tiada ujung. Walaupun terdengar hebat dan penuh oleh tantangan tiada akhir, terkadang hal itu membuatnya jenuh. Dia merindukan hal hal kecil seperti yang dilakukannya sekarang, duduk termenung didepan jendela besar menatap langit sore yang indah.

Setidaknya sekarang dia sangat bersyukur bisa mendapatkan cuti panjang setelah misi besar miliknya usai. Terhitung sudah seminggu dirinya berada dirumah mengerjakan pekerjaan rumah yang kepala sekolah kirimkan padanya, gadis itu tidak paham kenapa dia masih harus mengerjakan tugas tugas konyol itu.

Hampir 3 tahun dia sudah tidak bersekolah, dan jika dihitung bukankah beberapa bulan lagi dia sudah lulus dari sekolah itu. Mengacak acak kecil rambutnya, gadis itu menoleh kearah lautan pengunjung café. Hanya suara bising akan percakapan dengan beberapa suara benturan sendok dan keramik itu yang terdengar, seakan membuat suasana baru untuknya.

Kembali mengulas senyum kecil, untuk pertama kalinya dia bisa bernafas lega tanpa perlu mengkhawatirkan nyawanya atau orang lain terancam.

Bangkit dari duduknya karena merasa dia sudah beristirahat cukup lama, Erza membawa nampan dan notebook kecilnya berjalan menuju dapur untuk mencari pekerjaan apa yang bisa dilakukannya disana. Gadis itu bahkan sesekali melempar senyum kecil saat bersitatap secara tidak sengaja dengan beberapa pelanggan, mencoba untuk terlihat ramah.

Sebelah tangan terangkat sebelum gadis itu sampai dipintu dapur, dengan semangat Erza berjalan menghampiri meja tersebut membawa nampan dan membuka lembar baru notebooknya untuk mencatat pesanan sang pelanggan. Mengurungkan niatnya untuk pergi kedapur lebih dulu.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan" tanyanya ramah sambil tersenyum kecil.

"Ya, saya ingin memesan. Hot chococino satu dan hot choco marshmallow satu" ucap pria itu sambil membaca buku menu yang memang sudah tersedia dimasing masing meja.

Mencatatnya dengan cepat, Erza mendongak. "Baik, apa ada tambahan Tuan?" tanyanya bersiap mencatat lagi.

"Tidak I-"

"Muffin choco chips" sela anak laki laki itu dengan raut antusias.

Pria itu menoleh dengan raut tidak senang mendengarnya. "Tidak, Az tidak ingat apa yang dikatakan dokter?" tolak pria itu secara tegas.

"Tidak boleh makan banyak gula sampai gigi sembuh" jawab anak laki laki itu dengan wajah murung.

"Dan bukankah Az juga sudah berjanji tidak akan meminta yang lain sewaktu dirumah tadi" tambah pria itu membuat raut wajah anak tersebut terlihat semakin murung.

"Az, mau muffin choco chips" ucap anak itu pelan sambil mengerucutkan bibir, tidak mendengarkan apa yang baru saja pria itu katakan kepadanya.

Erza yang mendengarkan mereka sedari tadi cukup terambil hati dengan wajah murung dan suara memohon anak kecil dihadapannya. Apalagi saat melihat anak itu mencuri lirik kemeja seberang yang memesan menu yang sama.

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now