BAB LVI: Demon Blood 4

2.9K 383 11
                                    


Demon Blood 

Suara jam dinding terdengar berdetik itu mengisi keheningan. Dengan cahaya temaram, mereka tidur dengan lelap diatas sebuah tempat tidur yang masih tersisa cukup luas.

Gadis itu berbalik terlentang dan matanya tiba tiba terbuka, menatap langit langit sejenak dengan wajah gelisah. Kembali berbalik, dia menatap Celin juga Celina yang tertidur pulas dengan tangan penuh perban. Erza tersenyum sekelilas diantara kegelisahannya karena Celin juga Celina.

Tadi, dia terbangun karena memimpikan Vano. Didalam mimpinya pria itu hanya mengucapkan seutas kata "Maaf" tersenyum miris dan pergi begitu saja.

Beberapa bulan dirinya terjebak didalam tempat ini membuatnya hampir lupa untuk pulang, bahkan lupa dengan tujuan awalnya saat dirinya diboyong ketempat ini. Mencari jalan keluar tanpa sepengetahuan Alex ataupun orang lain.

Dan setelah dipikir lagi, Erza tidak mungkin meninggalkan Celin juga Celina begitu saja ditempat seperti ini. Ia akan membawa sikembar bersamanya, dia takut Alex akan melakukan sesuatu kepada mereka.

Erza bangkit perlahan, mendudukkan dirinya dan sekali lagi memastikan kalau Celin dan Celina masih tertidur pulas. Gadis itu menarik selimutnya dan memakaikan seluruhnya kepada mereka dan segera bangkit dari sana.

Lagi lagi Erza merenggangkan tubuhnya, badannya benar benar terasa kaku. Mungkin itu adalah efek dari pingsannya yang berlangsung selama 2 bulan lebih.

Gadis itu berjalan pergi meninggalkan kamarnya, dia menuju ruang pakaiannya untuk mengambil sebuah mantel atau apapun itu yang dapat menutupi tubuhnya ditengah malam dingin seperti sekarang. Tanpa menyalakan lampu karena takut membangunkan sikembar, Erza hanya meraba satu persatu pakaian disana untuk mendapatkan apa yang dicarinya.

Mendapatkan sesuatu, Erza membawa pakaian itu mendekati lampu tidur kamarnya. Dia mendapatkan sebuah coat hitam panjang, dan tanpa pikir panjang langsung dipakainya begitu saja. Setelahnya Erza berjalan menuju pintu keluar sambil merapikan baju tidurnya agar tidak terlihat sedikit rapi.

Sebelum membukanya, gadis itu juga sempat menempelkan telinganya ke daun pintu. Memastikan jika sekiranya jika ada seseorang diluar, dia dapat membuat suatu alasan agar tidak terlihat mencurigakan.

Namun karena Erza tidak mendengar apapun, alhasil dibukanya pintu itu perlahan agar tidak berdecit. Dan untuk memastikannya sekali lagi, Erza diam berdiri disana memantau sekitar yang memang terlihat sepi.

Tanpa berbekal apapun Erza berharap bisa menyerang balik atau sekedar memberikan alasan jika mereka bertanya dirinya akan kemana. Erza mulai berjalan menyusuri lorong, menatap teliti sekitar sambil menghafalkan jalan untuknya kembali nanti.

Sepi, gadis itu tidak menemukan seorang pun dilorong. Hanya dirinya seorang yang berjalan seperti orang kebingungan.

Tap tap tap

Terkejut, Erza menarik kata katanya. Tempat ini begitu besar, jadi tidak mungkin jika tidak ada yang menjaganya, apalagi berpatroli saat malam hari. Dengan cekatan, gadis itu bersembunyi dibelakang sebuah guci besar. Berjongkok disana sambil menunggu orang orang itu melewatinya.

Ia benar benar panik, bagaimana kalau mereka mencurigainya. Padahal dia bisa mengatakan sesuatu kepada mereka, dan sekarang Erza harus merangkai alasan baru karena tindakan bodohnya.

"Aku mencium sesuatu" ucap seseorang, terdengar jelas dari balik guci yang Erza pakai untuk bersembunyi.

"Benar" sahut salah satunya.

Sedangkan Erza sudah menelan ludahnya berulang kali saat mendengar suara langkah kaki itu mendekati guci yang dipakainya sembunyi. 'Pergilah, kumohon' batin gadis itu sambil menutup matanya.

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang