BAB XVIII: Albert

10.5K 823 53
                                    


ALBERT

Melihat mobil yang ditumpanginya sudah berhenti dihalaman rumah, dengan segera Erza keluar smabil bernafas lega. Dia benar benar tidak betah didalam mobil itu, rasa aneh itu terus mengganggunya.

Tanpa rapot menunggu Amon dan Albert keluar, gadis itu sudah berjalan lebih dulu masuk kedalam rumah.

Albert berjalan mendekati Amon yang sibuk menyeret wanita itu, tidak habis pikir dengan Amon yang tak mau repot repot membopongnya atau yang lain. Sama seperti Erza, mungkin saja sifat Amon yang satu ini menurun pada gadis itu. Secara Erza sudah diasuh sedari bayi oleh tangan Amon sendiri.

“Kenapa kau mengikutiku?” tanya Amon dingin sambil membuka pintu ruang bawah tanah.

Albert yang merasa pertanyaan itu untuknya sontak menjawab. “Hanya mau bilang, seharusnya kau menaruh wanita itu di bagasi” namun masih tetap mengikuti Amon layaknya ekor.

“Aku lupa” sahut Amon dingin.

Albert tiba tiba terdiam ditempatnya, membuat Amon juga berhenti lalu menatap Albert penuh tanya. Namun tawa keras itu malah menyambutnya, membuat Amon kembali melanjutkan jalannya dengan wajah datar sambil menarik kaki wanita itu.

“Kau iblis! Bagaimana kau bisa lupa” ejek Albert sambil tertawa keras.

“Aku sudah tua, sudah sewajarnya aku lupa” jawab Amon dengan wajah datar.

Namun tawa itu masih belum juga menyurut, mengharuskan Amon melanjutkan ucapannya. “Kau bahkan lebih tua dariku, jangan bersikap kekanakan” imbuh Amon membuat Albert langsung tersinggung.

“Hey!”

.
.
.

Belum saja Erza menyentuh gagang pintu, namun pintu besar itu sudah terbuka. Lina berdiri disana lalu membungkuk sopan. Dengan wajah lembut penuh senyum layaknya seorang ibu, Lina menyambutnya.

“Selamat datang nona” ucap Lina sambil tersenyum.

Erza menatap Lina kikuk, tidak pernah sebelumnya dirinya disambut seperti ini. Amon biasanya mengambutnya dengan wajah datar, namun tampak berbeda jika disambut oleh senyuman seperti ini.

“Em, iya”

Dengan sedikit bingung gadis itu berjalan masuk membuat Lina menyingkir untuk memberi jalan. Erza berjalan menuju kamarnya, dan tanpa diduga Lina mengikutinya.

“Bagaimana sekolah anda?” tanya Lina.

“Aku tidak bisa menjelaskannya, baik dan buruk” jawab Erza sambil menautkan alisnya, tampak berpikir.

Tidak hanya mengikuti sampai ditangga, Lina mengikutinya hingga masuk kedalam kamar.

“Apa ada yang mengganggu anda disekolah?” tanya Lina ingin tau.

‘Banyak!’ batinnya.

“Tidak, memang siapa yang berani menggangguku?” ucapnya menelan sambil menelan rasa kesal.

Mengerti, Lina mengangguk. “Apa anda lapar?” tanyanya mengalihkan topik.

Seketika Erza menoleh dan mengangguk antusias. “Anda sangat bersemangat” ucap Lina tersenyum.

“Mandi dan ganti baju anda, saya akan menyiapkan makanan” imbuh Lina.

“Kau yang terbaik!” ujar Erza sambil mengacungkan jempol. Teringat saat pulang sekolah seperti ini Amon tidak memberinya makan, hanya membuatkannya camilan.

Saat Lina hampir keluar dari kamar, Erza menahannya. “Ngomong ngomong, aku belum punya panggilan untukmu. Apa harus kupanggil bibi?” tanya gadis itu antara semangat juga kebingungan.

“Anda bisa memanggil saya maid Lina, saya permisi”

“Okey maid Lina” jawab Erza lalu bergegas mandi dan mengganti bajunya.

.
.
.

Lina menatap datar dua pria didepannya, baru saja dirinya turun dari kamar Erza tapi ada yang membuat masalah didapur.

Amon tampak memandang kearah lain dengan wajah dinginnya, sedangkan Albert tampak cemberut. Lina menepuk jidatnya, tidak percaya kalau dua pria tua ini bertengkar layaknya anak kecil. Lihat saja tuxedo mereka yang robek sana sini dan wajahnya yang penuh darah.

Jangan lupakan wujud mereka yang hampir berubah menjadi iblis.

“Apa yang kalian lakukan! Seharusnya kalian malu dengan nona yang masih muda. Kalian sudah tua masih bertengkar seperti anak kecil!” marah Lina.

Amon maupun Albert hanya terdiam. “Apa yang kalian lakukan pada daging itu? Kenapa hanya sedikit?”

“Tanyakan pada temanmu” jawab Amon acuh lalu berlalu begitu saja.

Lina menatap Albert tajam, meminta penjelasan. “Ah, jangan menatapku seperti itu Lina. Kau menyeramkan” komentar Albert sambil menunjukkan cengirannya.

“Cepat katakan!” marah Lina sambil melempar pisau daging yang dibawanya untuk memotong daging didapur basah.

“Ak, aku tidak sengaja memanggil anjing neraka Heronie. Mereka memakan dagingnya” jawab Albert gemetar, pisau yang dilempar Lina hampir mengenai lehernya.

Lina tampak membuang nafas panjang. “Berikan tanganmu sebagai ganti” ucap Lina santai dengan tangan mengadah.

“Lina, maafkan aku. Aku tak sengaja” mohon Albert tidak ingin tangannya raip sebagai makanan Erza.

“Kalau tidak mau, jangan banyak bicara dan segera cari penggantinya!” marah Lina membuat Albert langsung lari terburu buru.

Melihat itu Lina hanya membatin. ‘Bodoh! Pergi dengan baju seperti itu’

.
.
.

Tbc

Maapkan aku😅 aku padahal janjinya kemarin malam, upnya sekarang.

Gara gara habis ketemu mantan, terus kepikiran. Eh gk taunya ketiduran😂

Maafkan aku😅

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now