BAB XXXIV: I Want 2

7.3K 555 57
                                    


I want...


Lina lagi lagi melamun didapur, menatap kosong daging daging yang sedang dicincangnya. Sudah dua hari berlalu, rencananya untuk membuat Amon tersenyum semuanya gagal total. Bahkan Amon tampaknya malah tidak menyukai saat orang lain mengetahui apa yang sedang dilakukannya seperti kemarin, walau hal itu tidak disengaja sekali pun.

Amon ternyata memiliki kepribadian yang sangat tertutup, itukah sebabnya pria itu tidak bisa menunjukkan ekspresinya secara leluasa. Karena dia tidak tau bagaimana cara menunjukkannya.

'Kupikir lagi, dia bukanlah patung. Tapi robot yang berkerja setiap hari tanpa merasakan apapun' pikir Lina.

"Mau kau diamkan sampai berapa jam daging itu, sampai belatungnya keluar?" celetuk Amon membuat Lina tersadar dari lamunannya.

Terkejut tentu saja. Lina melirik kearah Amon yang mencuci tangannya lalu menatap dapur yang sudah bersih dengan semua hidangan matang yang tertata rapi dimeja makan dengan heran. Selama itukah dirinya melamun sampai Amon mengambil alih pekerjaannya hingga selesai.

Amon menoleh kearah Lina, menatap wanita itu sejenak lalu pergi begitu saja saat dirasaya tidak akan mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Hal itu memang sudah biasa terjadi, tapi Lina merasa bersalah sekarang. Dia pikir, ia terlalu ikut campur urusan Amon.

.

.

.

Erza mengerjapkan matanya lalu menatap sekitar, tepat sisi tempat tidur Amon berdiri diam disana sambil menatapnya. Gadis itu bangkit dari tidurnya lalu menguap kecil.

"Selamat pagi nona" ucap Amon terdengar lembut.

"Um" jawab Erza sambil mengangguk kecil, terlihat matanya masih setengah terpejam.

"Anda tidak merasakan apapun?" tanya Amon sambil menyikap selimut yang dipakai oleh nonanya untuk dilipat.

"Tidak, memangnya kenapa?" jawab gadis itu, sambil bertanya balik.

"Anda pingsan 2 hari yang lalu" jawab Amon yang tentu saja berbohong.

"Sungguh? Aku tidak ingat" jawabnya lagi lalu melirik ke arah nampan diatas nakasnya, ada segelas susu disana dan asapnya masih mengepul seperti biasa.

"Untukku?" Erza menunjuk segelas susu itu, yang dengan segera diberikan oleh Amon.

Erza menerimanya lalu meminum susu itu tanpa harus meniupnya lebih dulu, menghabiskannya dalam beberapa tegukan.

"Aku terlihat seperti anak kecil karena dibuatkan susu setiap hari" komentar gadis itu sambil merengut. Padahal susu itu sudah habis diteguknya.

"Anda memang masih kecil" jawab Amon dengan cepat mengambil saputangan lalu membersihkan sisa darah dimulut nonanya.

Umur iblis Erza memang masih sangat kecil, meskipun umur manusianya bisa dibilang mulai beranjak dewasa. Mungkin umurnya setara dengan anak kecil berumur 4 sampai 5 tahun.

Mendengar dengusan yang Erza lancar, membuat Amon tergelitik untuk tertawa. Walau wajahnya tidak menunjukkan apapun, tapi Amon merasa bahagia sekarang.

"Nona ingin saya siapkan air hangat?" tanya Amon mengalihkan pembicaraan.

"Tidak perlu, aku mau air dingin saja" tolak gadis itu turun dari tempat tidurnya. Pergi menuju kamar mandi yang berada disudut kamarnya.

Sambil menunggu nonanya keluar dari dalam kamar mandi, Amon tidak tinggal diam disana. Pria itu mengembalikan gelas lebih dulu, lalu membersihkan tempat tidur nonanya, menyiapkan pakaian yang akan nonanya pakai, dan membersihkan kamar itu.

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now