BAB XXVI: Escape

7.5K 569 31
                                    


Escape


Booam!!

Erza seketika menoleh kesegala arah saat mendengar suara ledakan disertai guncangan itu. Matanya melebar saat menatap orang berhamburan keluar masuk sambil berteriak ketakutan.

"Kirimkan pesan lagi secara beruntun kepada Alfha I dan Alfha II, terjadi penyerangan di mall pusat kota" ucapnya buru buru lalu mematikan telfonnya, mungkin hal itu tampak tidak sopan tapi tidak ada waktu lagi.

Gadis itu merogoh sabuk yang dipakainya, merasakan ada yang aneh ia menepuknya lalu mengangkat kemejanya keatas. Tidak ada pistol kembar yang selalu bertengger di kanan kiri pinggangnya, seketika wajahnya pucat pasih.

Dari arah kanan atau pukul 2 tampak Vano menghampirinya sambil berlari, wajahnya tampak kacau. "Ayo Erza kita pergi dari sini!" ajaknya sambil menarik gadis itu untuk berlari, meninggalkan semua paper bag itu tetap disana.

"Kemana Reon?" tanya Erza panik karena hanya Vano yang menghampirinya.

"Aku tidak tau, dia tiba tiba saja menghilang!" ucap Vano dengan wajah kebingungan dan panik, ia bahkan menoleh kekanan dan kiri mencari jalan diantara kerumunan orang yang sedang berlari.

Setelah Vano mengajak Erza menepi disamping lift yang sedang menuju ke atas, Erza melepas tangan sahabatnya itu dengan tatapan tak mengerti. "Apa kau meninggalkannya Vano?"

"Tidak, dia sungguh sungguh menghilang!" bela Vano kepada dirinya sendiri, berusaha menyakinkan Erza yang terlihat menuduhnya.

Erza mengatur nafas sambil memijat pelipisnya bingung, apa yang akan dilakukannya sekarang. Dia tidak membawa senjata apapun, dan Mayor meminta bantuannya untuk misi mendadak ini. Apalagi kejadian tepat berada pada kawasannya.

Gadis itu menoleh kebelakang, mencari barang apapun yang dapat ia gunakan sebagai senjata. Mungkin karena ia juga sedang panik, gadis itu tidak dapat berpikir jernih dan tak bisa mendapatkan apapun.

Buak!!

Erza terdiam membeku, semua terjadi sangat cepat hingga ia hanya terpaku terus berdiri disana. Matanya melirik kebawah, lebih tepatnya disamping kakinya berdiri. Vano tergeletak disana dengan darah membanjiri kepalanya.

"Selamat siang, kapten Alfha III" suara bernada rendah yang sangat Erza kenal itu terdengar begitu jelas tepat dibelakangnya.

Ia tetap terdiam, setitik rasa takut mulai merayapinya. Erza tidak pernah terpojok seperti ini, pasukannya selalu siaga melindunginya dari segala arah membuatnya dengan leluasa dapat menembak dengan tepat. Apa ini saatnya ia menggunakan sistema yang diajarkan Amon kepadanya.

Namun, ia rasa tidak mungkin. Karena selama latihan bersama Amon, dia tidak pernah bisa menyerang atau mengenainya sama sekali. Semua serangannya gagal, dan antara Amon yang sangat lihai dalam menghindar.

"Kenapa kau diam?" sentak Marino sambil membalik tubuh gadis itu agar menghadapnya, dialah buronan Negara kelas S peringkat 1 yang tidak bisa ditangkap. Selalu berpindah pindah tempat dan membuat banyak kerusakan juga kerusuhan.

Sebenarnya tidak ada alasan untuk dirinya memiliki dendam dengan gadis kecil seperti Erza. Semua terjadi semenjak beberapa tahun yang lalu, semenjak ia mendengar pasukan Alfha III datang memburunya ia memang tidak memiliki niat untuk menyerang, dan saat memang berniat pindah ketempat lain. Gadis dihadapannya ini datang secara tiba tiba lalu menyerangnya, membuat bekas luka dibeberapa bagian tubuhnya hingga ia harus di operasi setelahnya.

Sambil bersembunyi Marino mengincar Erza, karena tembakannya pernah mengenai ginjal dan hal itu menghambat semuanya.

Hanya terdiam menatap pria itu sambil mendongak, tubuhnya besar dan tinggi. Itulah yang membuat Erza tidak yakin sistemanya akan mempan.

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now