BAB XXVIII: Escape 3

6.6K 572 61
                                    


Escape


Pandangannya mulai mengabur seiring nafasnya yang semakin menipis, Erza tidak tau apa dirinya akan tewas begitu saja disini. Lalu bagaimana dengan Vano juga Flufy, ia harap mereka segera mendapatkan pertolongan jika dirinya benar benar berakhir disini.

.

.

.

Alex yang mengawasi dari pusat kendali kebingungan saat tiba tiba saja cctv diarea Erza berada mengalami error, tidak hanya 1 namun beberapa cctv ruangan yang dekat dengan keberadaan gadis itu juga tiba tiba menjadi error.

Ia bangkit dari kursinya, padahal ia ingin memastikan apakah Erza benar benar terbunuh disana. Dengan segera ia mengotak atik sistemnya agar dapat menampilkan gambar lagi.

.

.

.

Marino menghentikan kegiatan memutar mutar belatinya yang tertancap di perut gadis itu, dilihatnya perut gadis itu sudah hancur tidak terbentuk dan ia yakin gadis itu sudah mati sekarang.

"Apa yang kau lakukan kepada perutku, manusia. Perutku berlubang karenamu" ucapan sinis penuh penekanan itu mengejutkan Marino yang sontak langsung mendongak.

Menatap wajah hitam pekat dengan 4 mata semerah darah yang memandangnya rendah, jangan lupakan bibirnya yang melengkung keatas hingga sampai ketelinga. Memamerkan gigi gigi taringnya yang runcing dan tajam.

Segera Marino melemparnya kelain arah lagi, lalu menatap lamat lamat sesuatu yang dilemparnya itu. Padahal ia yakin tadi dirinya sedang membawa Erza, tapi kenapa tubuh gadis itu sekejab menjadi sangat hitam seperti sekarang. Marino menodongkan senjatanya pada tubuh hitam Erza.

"Pfft, kau ingin menembakku lagi?" tanya Erza geli sambil tersenyum mengejek, gadis itu bangkit dengan mudahnya lalu merenggangkan tubuhnya hingga terdengar suara tulangnya yang bergemeletup keras.

Marino sungguh tidak paham dengan apa yang terjadi dengan gadis itu, apalagi hingga seluruh tubuhnya menghitam seperti bayangan.

"Coba saja, tembak" tantang Erza dengan nada mengejek.

Dor Dor!

Dan benar saja Marino langsung melancarkan 2 tembakan sekaligus kepada Erza. Namun tak terjadi apapun, gadis itu hanya mengedikkan bahunya lalu meludahkan peluru peluru yang bersarang ditubuhnya tepat didepan Marino.

Melihat itu tubuh besar Marino bergetar, sudah jelas tidak mungkin manusia bisa melakukan hal semacam itu.

"Sudah? Apa ini giliranku?" tanya Gadis itu memiringkan kepalanya sambil tersenyum.

"Siapa kau!" panik Marino sambil berancang ancang kabur.

Erza tersenyum semakin lebar saat mengerti ini memang gilirannya. "Aku, adalah malaikat yang datang untuk menjemputmu" ucap Erza seiring dengan mulutnya yang terbuka semakin lebar, menampakkan rentetan gigi taring yang tidak terhitung jumlahnya.

"Aakh!"

Erza memakan Marino hidup hidup, dalam satu kali lahap dan tanpa harus mengunyahnya karena tubuh itu langsung remuk saat terhimpit gigi giginya saat mengatup. Gadis itu menelannya dengan senang hati lalu kembali ke pinggiran dinding, duduk disana sambil menutup matanya seolah semua kejadian barusan tidak ada hubungan dengannya.

.

.

.

Dilain sisi cctv mulai kembali menampakkan gambarnya, Alex yang sedari tadi berkutat akhirnya membuahkan hasil. Namun anehnya disana hanya ada Erza sendirian dan gadis itu tampaknya mulai tersadar, dan tidak ada tanda tanda Marino disana.

"Kemana dia?" bingung Alex mencari keberadaan Marino keseluruh ruangan.

Karena saat sedang berkutat pada satu ruangan ia tak memperhatikan layar lain sama sekali, jadi mungkin ia kehilangan 1 bagian untuk ditonton.

.

.

.

Erza mengerjapkan matanya lalu memegang kepalanya yang terasa sangat sakit, gadis itu menunduk menatap perutnya yang merembeskan darah lalu menutupinya dengan tangan. Saat menoleh kekanan ia menemukan handgun tergeletak, Erza beringsut mencoba meraihnya lalu melihat ada berapa isi peluru yang tertinggal disana.

"Dua" ucapnya lalu mencoba bangkit sambil bertumpuh pada dinding, berjalan terus dengan cara merambat disisi sisi dinding.

Dia ingin mencari Vano juga Flufynya, ia benar benar sudah tidak tau ingin kearah mana lagi. Ia benar benar tidak tau dimana jalan keluar itu berada, lebih baik dirinya menunggu disana walaupun harus menjadi sandra. Keadaannya tidak memungkinkan untuk menyerang.

Drap drap drap drap

Aaaauuuuuu!

Menoleh kesekitar, Erza mencari keberadaan dari suara serigala itu. "Flufy?" panggil Erza, tiba tiba tenggorokannya terasa sangat panas dan sakit.

Ia jadi ingat kalau ia benar benar bisa merasakan sakit dalam waktu waktu tertentu, berhenti sejenak Erza melepaskan kemeja yang mengikat lengan kirinya. Luka itu terlihat hampir menghilang, lalu ia berganti mengikatnya pada perut untuk menghentikan pendarahan dan tentu saja untuk menetralisir bau darahnya karena serigala besar itu pasti akan datang menghampirinya.

"Flufy?" panggil Erza lagi.

Reon menoleh, lari terburu buru bahkan sampai tergelincir saat ingin belok kearah Erza berdiri sampai menabrak dinding, hingga dirinya secara tidak sadar mengundang tawa gadis itu.

"Kenapa kau sangat buru buru?" tanya Erza sambil tersenyum senang mendekati Reon dengan berjalan perlahan, dalam hati ia bersyukur kalau Flufynya baik baik saja, tinggal Vano yang menjadi pertanyaannya sekarang.

Reon menatap sedih Erza setelah gadis itu terduduk dihadapannya, sontak telinganya menurun menatapi semua luka yang gadis itu dapatkan. Bahkan bau anyir pekat yang datang dari perutnya, ia benar benar tidak bisa menjadi pengawal yang baik.

Erza menatap serigala itu, telinganya menurun, kepalanya tergeletak dilantai dan tatapannya terlihat menyedihkan. Gadis itu mengusap moncongnya pelan sambil tersenyum, mencoba menghibur. "Bisa kau tuntun aku kembali ke tempat pertama kita bertemu? Kau meninggalkan Vano sendirian disana" ucap Erza bangkit dari duduknya.

Namun tidak ada reaksi sebagai jawaban dari serigala itu, Erza kebingungan sekarang. 'Kau bodoh Erza, bagaimana mungkin serigala sepertinya mengerti bahasamu!' batinnya sambil tersenyum.

Bangkit dari duduknya, Erza mulai berjalan melewati Reon sambil memegangi perutnya. Reon yang melihatnya segera menghadangnya untuk terus berjalan, dihadapan gadis itu ia merendah mencoba memberi tumpangan.

"Kenapa?" tanya Erza tidak paham.

Reon mendekat lalu kembali merendah. "Kau ingin memberiku tumpangan?" tanya Erza tidak percaya dan serigala itu tampak menatapnya berbinar.

Erza menatap punggung itu, penuh luka sayatan dan bulu bulunya terlihat lepek terbasahi darah. Dia tidak tega jika harus benar benar menerima tumpangan yang diberikan serigala itu untuknya. "Tidak perlu, terima kasih Flufy. Tapi kau juga terluka" ucap gadis itu mengusap kepala Reon lalu kembali melanjutkan jalannya, melewati Reon begitu saja.

.

.

.

Tbc

Kasih Erza istirahat sebentar sebelum dihadapin war lagi:)

Nanti kalau aku siksa terus terusan, lalu mati. Iblisnya bangkit kan jadi tamat:)

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now