BAB IX: Amon?

18.4K 1.3K 63
                                    


Amon?

Amon hanya diam, sesekali dia melirik kearah Erza yang tampak mengamatinya dengan serius. Mencoba tenang lalu melanjutkan kegiatannya yang menghaluskan daging mentah.

Amon mengumpulkan daging halus itu di baskom lalu mengambil gumpalan daging lain yang belum dihaluskannya.

“Amon, untuk apa kau menambahkan coklat sebanyak itu. Kue itu akan membuatku sakit gigi nanti” komentar Erza melihat tumpukan danging halus di baskom.

Dia melirik Erza sekilas lalu merangkai kata kata. “Tentu agar kuenya semakin enak, nona” bahkan ucapannya tidak menjawab pertanyaan Erza sama sekali.

Erza hanya mangangguk angguk paham sambil tersenyum. “Boleh aku membantumu Amon?”

Seketika Amon menoleh. “Tidak, maksud saya ini adalah tugas saya. Anda hanya perlu duduk disana, menunggu ini matang” jawabnya secara sepontan.

Erza menggembungkan pipinya, kesal dengan pengusiran secara halus yang Amon berikan kepadanya. Gadis itu menatap memelas, sangat ingin membantu membuat kue tersebut.

Amon menghela nafas panjang sebelum pada akhirnya menoleh. “Nona, anda lebih baik duduk saja disini” ucap Amon menuntuk Erza di kursi lalu mendudukkannya disana.

“Amon!” rengek Erza tidak terima. Sebenarnya dia sedang dilanda kebosanan sekarang, dan dia tidak tau harus melakukan apa selain ingin membantu Amon membuat kue itu.

“Tidak! Anda harus tetap disana sampai kue ini matang, jika tidak akan saya buang kue ini” ucap Amon dingin dan seketika membuat Erza tanpa sadar tertohok.

Gadis itu jadi ingat terakhir kali dia menyentuh dapur, adalah saat dia membantu Amon membuat bolu. Dan dalam masa itu Erza sudah membuat ovennya meledak hingga dapurnya hancur.

Mungkin Amon memang tidak memerlukan bantuan dari tangan perusak sepertinya. Erza sadar sekarang, bahwa dirumah dia hanya ditugaskan untuk istirahat dan bersenang senang tanpa menyentuh barang lain.

Lumayan lama Erza duduk disana sambil menghabiskan buah yang tersedia didepannya, dan aroma kue harum yang baru saja keluar dari oven tercium oleh hidungnya.

Erza tersenyum saat menolah melihat Amon membawa kue coklat dengan lelehan yang lumer itu kearahnya, menaruhnya di meja makan lalu memotongnya.

“Selamat makan nona, saya permisi ingin membuang sampah” ucap Amon pamit setelah menaruh sepotong kue hangat diatas piring kecil.

Tidak lupa dengan segelas hot choco yang sama seperti tadi pagi telah dibuat oleh Amon, asapnya yang mengepul membuat Erza tersenyum.

Erza menatap binar kue yang terlihat menggiurkan itu lalu mengangguk angguk dengan pamitnya Amon.

Gadis itu mulai memakannya perlahan, menikmati setiap inci rasa dari kue buatan Amon yang memang no 1. Bagi Erza memang tidak ada koki yang bisa menggantikan posisi Amon, semua makanan yang Amon buat sungguh lezat.

Amon menatap Erza sejenak lalu tersenyum, dia mengambil sekantong plastik hitam besar yang memang ingin dibuangnya sedari kemarin.

Amon membawanya keluar, namun bukan berarti dia ingin membuangnya. Isi dari plastik itu lebih dari berguna daripada dibuang percuma.

Saat sudah di luar dia berbelok lalu masuk kedalam ruang bawah tanah yang pintunya disembunyikan, bahkan Erza tidak pernah tau jika rumahnya memiliki 1 lantai lagi dibawah tanah.

Setelah menutup pintu Amon meniup setiap obor hingga api muncul dan menerangi jalannya. Menuruni anak tangga perlahan sambil mendengarkan alunan lagu permintaan tolong yang sangat keras. Menggema dan membuat telinga sakit, namun bagi Amon itu adalah sebuah lagu terindah.

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now