BAB XXIX: Escape 4

6.8K 576 51
                                    


Escape 


Lama gadis itu berputar putar tak tentu arah untuk mencari Vano yang tertinggal entah dimana, beberapa jam sudah ia habiskan tanpa ada hasil yang berarti. Ingatlah tentang dirinya yang baru pertama kali datang kedalam gedung ini, bahkan saat mereka berputar putar untuk membelikannya barang tadi, Erza juga tidak bisa menghafal jalan karena banyak orang yang berlalu lalang membuatnya kebingungan.

Erza mengulas senyum, setidaknya semua usahanya itu membuahkan hasil sekarang, diseberang sana terlihat Vano tetap tergeletak ditempat yang sama dengan keadaan yang masih sama juga. Segera ia menghampirinya lalu memeriksa luka apa yang dimiliki Vano terlebih dahulu. Ada robekan dikepalanya, mungkin memerlukan beberapa jahitan.

Sambil menekan kepala Vano yang robek dia menoleh kekanan dan kekiri mencari kain untuk menghentikan pendarahan, lalu tatapannya berhenti pada toko yang menjual gorden juga tirai, hanya toko itu yang tidak terlalu jauh dari jangkauan matanya. Berpikir sejenak, Erza menatap Flufynya berharap kalau serigala itu akan mengerti ucapannya. Karena tidak mungkin ia meninggalkan Vano yang terluka untuk dijaga serigala besar seperti Flufy "Bisa kau ambilkan salah satu dari kain kain itu Flufy" ucap Erza sambil menunjuk nunjuk toko itu.

Tentu saja Reon menurutinya, ia tidak akan berpura pura bodoh lagi dan membuat Erza berkeliling seperti tadi. Ia ingat betul dimana lokasi Vano, tapi ia tak tau bagaimana cara menyampaikannya. Dan sekarang Reon harus menunjukkan kalau dirinya memang mengerti apa yang gadis itu katakan.

Reon memasuki toko itu lalu menggigit salah satu tirai dan menariknya, ia membawa tirai itu kepada Erza. Meletakkannya tepat didepan gadis itu terduduk sambil memangku kepala Vano yang masih merembeskan darah.

Dengan cepat Erza membungkus luka itu lalu mengikatnya rapat, sejenak Vano terlihat lucu seperti mumi karena kepalanya yang terbungkus tirai putih. Bangkit, ia mencoba untuk menggendong Vano di punggungnya. Namun Vano yang tak sadarkan diri membuatnya kesulitan, Erza tidak bisa menggendongnya dengan benar.

'Apa harus aku seret?' pikirnya lalu menoleh kearah lantai lantai gedung itu yang pada dasarnya tidak lagi rata dan tentu saja kotor, bisa saja Vano akan mendapatkan luka lagi saat ia benar benar melakukan itu.

Mengerti apa yang sedang dipikirkan Erza, Reon berdiri tepat dihadapan gadis itu lalu merendahkan dirinya lagi. Berharap bantuannya kali ini tidak akan mendapatkan penolakan seperti yang sebelumnya.

Melihat Flufy yang kembali merendah seperti itu membuat alis Erza menaut tidak suka. "Tidak, sudah kukatakan tidak. Kau juga terluka" marah Erza membuat serigala itu menurunkan telinganya setelah mendapat penolakan yang kedua kalinya.

Ia mengatur nafasnya, tidak sepantasnya Erza marah kepada Flufynya. Serigala besar itu hanya berniat membantu dirinya. Mungkin memang benar jika ia harus menunggu disini.

"Maaf" hanya itu yang dapat Erza ucapkan sambil mengusap bulu disekitar leher Flufy.

Erza duduk bersandar pada serigala besar itu lalu menarik Vano agar sedikit lebih dekat dan meletakkan kepala berbungkus tirai putih itu di pahanya. "Aku harap bantuan akan segera datang" gumannya sambil memejamkan mata, mencoba untuk tidak merasakan kepalanya yang mulai semakin sakit.

.

.

.

Drap drap drap drap!

Tetesan tetesan air yang jatuh mengenai wajahnya hingga basah itu mengganggunya, bahkan suara suara sirine yang memeka telinga itu. Erza mengerjapkan mata begitu merasakan tubuhnya melayang, dibawa seseorang sambil berlari.

"Huh?" Erza membuka matanya, menyesuaikan pencahayaan yang ada. Lalu mendongak saat dirasanya tetesan tetesan air itu tidak juga berhenti.

"Kenapa kau menangis Leo, kau berencana membuatku minum air matamu" ucap Erza menatap tidak mengerti kepada salah seorang pasukan yang dipimpinnya. Pria itu menatapnya, bukannya berhenti dia malah semakin menangis.

"Kapten!" Erza menoleh dan sadar bahwa bukan hanya satu, tapi semua orang dipasukannya menangis sekarang. Dia tidak pernah sadar kalau ia memimpin orang orang secengeng mereka.

"Apa yang kalian tangisi sebenarnya?" tanya Erza tidak begitu mengerti sambil mencari cari Flufy juga Vano yang tak terlihat oleh matanya. "Dimana Flufyku dan juga Vano?" tanya Erza lagi sebelum mereka sempat menjawab pertanyaannya yang pertama.

Erza dibaringkan di ranjang ambulance, bukannya diam dan tetap berbaring disana gadis itu malah duduk sambil menanyakan hal yang sama. "Dimana Flufy juga Vano!" sedikit menekankan beberapa kata agar mereka menjawab pertanyaannya.

"Nona, tenanglah dulu. Biarkan kami mengobati anda terlebih dahulu" ucap para perawat itu mulai datang mengerubunginya dan Erza menepis mereka semua.

"Kapten, seorang pria yang anda ikat kepalanya dengan tirai mungkin sudah berada dirumah sakit untuk menjalani operasi sekarang" jelas Leo pada akhirnya angkat bicara.

"Lalu, bagaimana dengan Flufy?" tanyanya lagi sambil menghindari beberapa orang perawat yang mulai mencengkram tangannya agar tetap diam terbaring.

"Saya tidak melihat orang lain lagi, kapten"

"Yang kumaksud adalah serigala besar berbulu kelabu"

Leo tidak menjawab ia hanya menoleh kearah lain lalu memberi isyarat kepada teman temannya untuk membawa serigala itu kehadapan Erza. Serigala itu datang, dengan keadaan moncong yang terikat. Erza turun dari ranjang itu menghampirinya, melepaskan tali yang mengikat kuat moncong Flufynya.

"Kenapa kalian mengikatnya, dia juga terluka karena menyelamatkanku" ucap Erza mengusap bekas tali yang kentara dimoncong serigala itu.

"Maaf kapten, kami tidak tau. Serigala itu tadinya hendak menerkam kami saat ingin menyelamatkan kapten" jawab Leo tergagap, tidak tau menahu jika kapten kecilnya itu memiliki hewan peliharaan yang cukup ekstrim.

Mengangguk angguk paham, Erza memaklumi apa yang diperbuat para pasukannya. Namun saat dia sadar perawat perawat itu mulai kembali mengerubunginya lagi dengan cepat Erza menghindar dan menyingkir dari sana. "Siapa bilang aku mau diobati!" teriak gadis itu sambil berlari kesana kemari menghindari para perawat yang mengejarnya.

"Aku mau pulang! Amon, jemput aku!" teriaknya lagi.

Buk!

Erza mengusap usap jidatnya saat ia merasa menabrak seseorang. "Maaf jika mengganggu, nona saya ingin pulang sekarang" ucap Amon dingin sambil memegang pundak nonanya.

Tidak ada yang merespon sampai satu tembakan meluncur begitu saja kepada Erza, namun tembakan itu meleset karena Amon dengan sigap menarik nonanya menjauh.

Sontak keadaan kembali riuh, polisi yang sedari tadi bercengkrama ria dengan beberapa media tentunya langsung terjun kedalam gedung mall yang ternyata belum aman dengan pasti. Apalagi disusul oleh seseorang yang jatuh dari ketinggian 5 lantai itu.

"Masih ada seseorang disana" ucap Erza hendak menyusul pasukannya yang masuk kedalam gedung, namun ditahan oleh Albert yang entah sejak kapan datang dan berdiri disampingnya.

"Anda harus pulang sekarang nona" ucap Albert yang tanpa pikir panjang mengangkat Erza dan memasukkannya kedalam mobil, meninggalkan Amon yang terpaku disana.

Matanya yang semerah darah itu dapat melihat dengan jelas, siapa orang yang baru saja melancarkan serangan yang berakhir gagal itu.

.

.

.

Tbc

Dibab ini gk ada apa apa, santai aja😊

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now