BAB LI: Collapse

3.1K 358 35
                                    


Collapse


Beberapa hari telah berlalu dan Erza masih tidak sadar, mungkin karena kegiatan barunya. Gadis itu selalu bangun pagi sekali hanya untuk menggunting baju yang Alex berikan, lalu menjahitnya ulang sebelum diberikan kepada si kembar.

Benar, mereka adalah pelayan pribadi Erza yang didapatkannya dari Alex. Celin adalah kakak dan iris matanyanya berwarna ungu, sedangkan Celina adalah adik dan iris matanya berwarna pink. Kedua anak kecil itu kembar identik dan Erza tak akan bisa membedakan mereka jika bukan karena warna iris mata mereka yang berbeda.

"Luna, tolong berhentilah"

"Anda merusak gaun anda sendiri"

Sambil tersenyum manis Erza menoleh. "Ini cocok untuk kalian" ucapnya dengan semangat. Gadis itu benar benar tidak ingin mendengarkan penolakan apapun dari Celin atau Celina yang terus menyuruhnya untuk berhenti.

"Luna?"

Kembali menoleh Erza meletakkan telunjuknya dibibir lalu mengatakan. "Sssht, kalian duduk disana. Aku akan segera selesai" perintah gadis itu dan 2 anak kecil tersebut menurut sambil terdiam menatapinya dalam ragu.

"Dan berapa kali harus kubilang, jangan panggil aku Luna. Namaku Erza" lanjut Erza sembari fokus memasukkan sebuah benang kedalam lubang jarum.

"Itu tidak sopan Luna" jawab Celin.

"Kami tidak bisa memanggil nama anda secara langsung" imbuh Celina sambil mengangguki ucapan kakaknya.

Dua anak itu terlihat ingin menangis diseberang sana. Mereka sangat ingin menolak namun tidak berani mengungkapkannya, Erza pikir dirinya sudah jahat sekarang. Karena telah memaksa mereka, tapi apa lagi yang bisa dilakukannya. Ia terlampau gemas kepada Celin dan Celina.

Bangkit dari duduk simpuhnya, dia berjalan mendekati dua anak kecil yang duduk bersebelahan disebuah sofa. Erza mengapit dua gaun itu lalu mengusap pucuk kepala mereka bersamaan sambil tersenyum. "Baik, aku tidak akan memaksa kalian. Tapi bisakah kalian memanggilku nona saja? Aku merasa sedikit aneh saat seseorang memanggilku Luna" ucap Erza sambil mengatakan alasan apa yang membuatnya tidak suka dengan panggilan Luna.

"Kalian mau bukan" sambungnya sambil menatap kedua anak itu, dan sontak mereka menjawabnya dengan anggukan.

"Terima kasih" ucapnya mencubit sebelah pipi meraka gemas.

Setelahnya Erza menggantikan baju yang dipakai si kembar dengan yang barusaja dibuatkannya, gaun yang tadinya panjang dan besar itu berubah menjadi pakaian kecil yang sangat cocok dipakai Celin dan Celina.

"Kalian suka?" dan dua anak itu mengangguk sambil tersipu malu, pipi mereka terlihat memerah dan membuat Erza semakin gemas.

"Kenapa kalian manis sekali" Erza memeluk mereka kesenangan sejenak lalu melepasnya. Namun Erza tidak tau jika kedua tangan anak itu sedang bergetar sekarang.

Mereka membungkuk dihadapan Erza setelah itu bersimpuh. "Terima kasih nona, anda sangat baik hati"

"Pakaian ini terlalu indah untuk kami pakai"

Bukan menjawab, gadis itu malah ikut bersimpuh sambil tersenyum. "Itu cocok untuk kalian, dan aku senang kalian memakainya" jawab Erza tersenyum lebar.

Celin dan Celina mendongak, mata mereka berair kembali. Tidak pernah sekalipun mereka memiliki keinginan untuk memakai barang semewah ini, sebagai budak mereka hanya diperjual belikan. Berganti ganti tuan, dan selalu disiksa jika mereka melakukan kesalahan. Walaupun hal itu bisa dibilang cukup sepele.

Sniper Mate: Demon BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang