Panti

44.1K 4.9K 70
                                    

||~~~~~🦋 TRANSMIGRASI🦋~~~~~||

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

||~~~~~🦋 TRANSMIGRASI🦋~~~~~||

"Bagus ya," orang itu adalah Alva.

"Duh pacar ketemu mantan tunangan, bisa perang nih," gumam Vio, saat melihat Alva mendekat kearah mereka.

"Ngapain lo disini," Vio beralih menatap Kenzo yang sedang menatap tajam kearah Alva.

"Mama mau ketemu Vio," alibinya.

Kenzo menaikan sebelah alisnya sembari menatap Alva yang juga sedang menatapnya. "Oh ya."

Malas meladeni orang didepannya Alva menarik tangan Vio, namun belum sempat menyentuhnya, Kenzo lebih dulu menyembunyikan Vio dibalik tubuhnya.

"Vio, kemari," ujar Alva dengan dingin.

Tangan Kenzo menuntun tangan Vio untuk melingkar diperutnya, jadilah Vio memeluk Kenzo dari belakang.

"Lepasin Vio," Alva menatap tajam kearah Kenzo.

Kenzo sendiri tersenyum miring. "Lo nggak ada urusan lagi sama Vio," ucap Kenzo.

"Bodo, sini lo," Alva menyuruh Vio agar mendekat kepadanya, namun tetap saja Kenzo memegang erat tangan Vio yang melingkar di perutnya.

Vio sendiri tak tau harus melakukan apa, ia sendiri ragu atas perkataan Alva, bukankah tadi mereka sudah bertemu dan untuk apa mama Alva bertemu lagi dengannya.

"Vio nggak akan kemana-mana" ucap Kenzo dengan wajah datar, yah sifatnya 11-12 dengan Alva.

"Gue bilang kesini," suara Alva naik satu oktaf.

"Berisik," lagi dan lagi, suara seseorang membuat mereka mengalihkan pandangan, disana ada Zen yang berjalan santai kearah mereka.

"Vi," panggil Zen, Vio yang mengerti lalu berusaha melepaskan pelukannya, ia berjalan kearah Zen.

Kenzo dan Alva mengaga tak percaya, bahkan setelah mereka berdua ribut karna Vio, Vio malah bersama laki-laki itu.

"Vio," Kenzo meminta penjelasan akan hal ini, namun Vio menggeleng.

"Gue bakalan ceritain semua," Vio tersenyum kearah Kenzo.

"Dan lo, jangan pernah ganggu gue lagi, gue bukan orang yang bakalan jatuh pada laki-laki macam elo," Vio menunjuk Alva yang sedang membisu, setelah mengatakan itu Vio menarik tangan Zen menjauh dari mereka.

"Shitt, lo bekas tunangan jangan berlagak orang paling penting dihidup Vio, karna lo nggak lebih dari sampah, yang membuang berlian hanya untuk bungkusan coki-coki kayak Denia," entah mengapa ucapan Kenzo membuat Alva merasa tertohok sekaligus terhina, Kenzo berjalan melewati Alva yang sedang memegang hidungnya.

Vio dan Zen berjalan mendekat kearah Nella. "Ma, aku sama Vio pulang dulu."

"Kenapa cepat sekali?"

"Vio ngantuk ma," jawab Zen.

"Ya sudah hati-hati dijalan, jangan kamu apain anak orang," peringat papanya.

"Iya pa," mereka kemudian menjauh dari orang tua Zen.

"Eh bentar," Vio melepaskan pegangannya, dan berjalan kearah mama Alva, bagaimana pun mama Alva sudah di anggap sebagai orang tua keduanya.

"Ma," panggil Vio, Rindi kemudian berbalik, Vio memeluknya.

"Ma Vio pulang dulu," pamitnya, seraya melerai pelukannya.

"Kamu hati-hati ya," ia tersenyum kepada Vio.

"Iya ma, Vio pamit," Vio lalu berbalik, ia kembali mendekat pada Zen, mereka berdua berjalan keluar gedung, dan akan kembali ke apartemen.

Mobil Zen melaju dengan kecepatan sedang. "Gue hampir lupa, anak-anak masih pada kerja kan?" Tanya Vio.

"Masih lah, yang lain kuliah, kan punya keluarga juga."

"Masih main taruhan nggak?"

"Udah kagak, semua berhenti sejak kecelakaan waktu itu," jelas Zen, mereka memang dulunya suka balapan liar dengan iming-iming uang yang berpuluh-puluhan juta, bahkan ratusan jika mengikuti lomba, dulu Vio sering meminjam motor sport Zen untuk dipakai balapan, dan Zen pun tidak keberatan.

Tidak hanya dia, namun anggota Zelzon yang lain juga sering ikut lomba, mulai dari boxing, karate, taekwondo dll, sebagian dari mereka adalah atlet.

Bahkan sebagian anggota Zelzon yang dulunya pengangguran, sekarang sudah mempunyai cafe sendiri, ataupun restoran, ini tak lepas dari kerja sama para anggota yang berjumlah 430 orang.

"Lo masih sering ke kantor?" Tanya Vio.

"Enggak lagi, males, gue nggak bisa dulu, kalo diberi tanggung jawab jadi CEO, gue masih muda."

"Protes noh ke bokap lo," celetuk Vio.

"Udah Vi, bokap gue pada dasarnya keras," Zen pernah ingin mengundurkan diri jadi CEO, namun Dirga tak mengijinkan, Dirga malah menyuruhnya untuk belajar dari sekarang.

Vio menatap lurus kedepan. "Lo masih sering ke panti?" Tanyanya.

"Semenjak lo kecelakaan gue nggak pernah ke panti lagi, Bu panti pernah nelfon sekali, nanyain kabar lo, tapi gue cari alasan lain, untuk beberapa bulan kedepan lo bakalan tinggal dirumah gue," jelas Zen.

"Hufttt, untuk saat ini gue nikmatin dulu hidup gue di raga Vio, sebelum gue balik ke raga asli gue," ucap Vio, ia akan membuat kesan baik untuk Vio nantinya.

Zen melirik sekilas pada Vio, ia tersenyum kearahnya.

~~==🦋🦋==~~

Dilain tempat seorang pria sedang duduk di sofa kamarnya, ia kemudian menelfon seseorang.

"Markasnya sudah berpindah."

"........."

"Baiklah," setelah mengatakan itu, laki-laki kemudian mematikan sambungan telponnya, ia menatap langit-langit kamarnya.

"Maafin gue, gue terpaksa," ia menyesal atas apa yang ia lakukan saat ini, namun mau bagaimana lagi, nyawa kedua orang tuanya berada ditangan pria itu, maka untuk membebaskannya, ia harus mengikuti semua perintahnya.

"Arghhhhh, gue bodoh," laki-laki itu menjambak rambutnya kesal, bagimana ini, pria tua itu selalu mengancamnya.

"SIALAN."

||~~~~~~~=====🦋🦋======~~~~~~~||

NEW LIFE TIANA or FELICIA ✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora