5. Harusnya Aku

90 21 6
                                    


"Kalian berdua, Jonah dan Davis?"

Mereka mengangguk. Ibu Ratna hampir terpleset untuk mengeluarkan mulut julidnya. Beruntung ia teringat pesan terakhir Januar.

"Jonah, dia anak Jonathan Alxander. Dan Davis De Ransega adalah anak Guan Ransega."

Meski tidak boleh ada kesenjangan dalam memperlakukan, nyatanya nama belakang kedua anak tersebut tidak mampu membuka lebar mulut orang-orang untuk mengatakan apapun.

"Ibu akan keluar sebentar. Jadi tolong jaga perpustakaan ini."

Keduanya sama-sama mengangguk saja. Wajah ramah sedikitpun tidak ada. Membuat darah Ibu Ratna ingin mendidih dibuatnya. Tidak-tidak, dia tidak mau berurusan dengan keluarga berkuasa.

"Gue merapikan buku."

Davis meninggalkan Jonah. Ia meletakkan tas di meja dan segera menuju rak buku.

Tidak ada pilihan. Jonah terpaksa menyapu. Dalam keheningan ia akhirnya menyadari sikap gegabahnya hanya karena Amy.

"Dasar cewek tukang ulah!"

Davis menghela kasar akan buku-buku di hadapannya. Bau debu terasa menyentuh ujung hidungnya. Segera ia terbersin beberapa kali.

Sialan, gara-gara cewek model alien itu gue jadi harus begini.

Ketika mereka selesai membersihkan perpustakaan, PPKMB telah usai. Mahasiswa baru pun berdesakan keluar dari Lympus.Beberapa pula masih ada yang nongkrong di depan gerbang.

Davis tidak diizinkan membawa kendaraan oleh orangtuanya sebab dia belum mendapat SIM. Sebenarnya tidak terlalu bermasalah mengingat dia bukan WNI yang patuh, akan tetapi kedua orangtuanya terutama sang ayah selaku raja absolut di rumah membuat dia terpaksa patuh. Setidaknya sampai dia menemukan trik untuk memanipulasi.

Berdiri di samping halte yang penuh oleh kaum putri. Cepat-cepat dia memasang earphone. Tidak ada suara. Tentu saja, earphonenya terjatuh ketika berkelahi. Tapi setidaknya itu akan membuat orang lain enggan mengajaknya berbicara.

Di sebrang jalan, selain cafe ada juga sebuah warung jajanan. Di sanalah matanya mendapati si perempuan pembuat ulah.

Tiba-tiba kakinya tidak terkendali. Langsung melurus ke titik di mana matanya terpaku. Begitu sampai entah kenapa tangannya jadi gatal untuk mengusik.

Jitakan keras sebagai hasil perbuatannya pun membuat Amy meraung. "Lo apa-apaan sih?" sentaknya mendapati Davis sebagai pelaku.

"Jangan sok-sok polos. Gara-gara lo gue jadi dihukum."

Itu yang hatinya katakan, tapi bibirnya sendiri tetap terkatup rapat. Kebingungan Amy jadi mengental.

"Dasar gak jelas!" sembur Amy mengambil jarak. Ia kemudian melipat tangan di depan dada, menunggu sosis bakar yang ia pesan siap.

Davis juga tidak mengerti. Kakinya tidak mau beranjak. Untuk tidak membuat dirinya tampak menyampah ia pun ikut memesan beberapa tusuk sosis bakar.

Amy juga tidak membawa kendaraan. Dia akan dijemput oleh suruhan Louis atau mungkin bisa jadi Louis sendiri. Karena belum dijemput, ia pun mendudukkan diri di halte dan mulai menikmati sosis bakar dari dalam plastik.

Di sebelahnya Davis ikut duduk, memegang tanpa minat sosis bakar di plastiknya sendiri. Amy tampak antuasias menikmati, jadi dia menatap plastik di tangannya beberapa kali. Mungkinkah juga enak?

Pikirannya setuju. Dia mulai mengambil gigitan. Sebenarnya lebih enak sosis bakar dari kediamannya, namun lidahnya tidak menolak untuk terus menikmati.

Between [END]Where stories live. Discover now