12. Tidak Mau Tergantikan

76 20 2
                                    

Seperti perkataannya tadi pagi. Dia berdiri di halaman rumah Amy tepat pukul sebelas. Sudah rapi dengan kaos putih dan jeans panjang. Terlalu kuno, tapi itu saja pakaian yang membuatnya merasa percaya diri. 

Bukannya dia tidak berusaha tampil lebih. Dia sudah mencoba hampir semua pakaiannya di lemari, namun selalu berakhir tidak puas sama sekali. Mengira kurang pantas atau malah terlampau mencolok di mata Amy. Akhirnya dia menyerah, memilih tampil seperti biasa saja.

Amar melintas di sampingnya. Melotot karena parfum Jonah hampir menutupi seluruh indra penciumannya.

"Kenapa lo?" sinis Jonah.

"Gak ada."

Amar melanjutkan langkah. Malas mempermasalahkan parfum pria itu yang berujung membuatnya tertindas.

Lagipula apa yang perlu diherankan? Pria itu adalah budak cinta kakaknya. Apapun akan dia lakukan, termasuk membayarnya untuk menjadi mata-mata sekaligus kurir hadiah.

Meski tahu di masa depan pria itu memiliki kemungkinan besar menjadi kakak iparnya, Amar tetap pada etika kerja. Mengatakan gaji perbulan harus sepadan dengan usahanya.

Si pria kaya itu tentu saja tidak keberatan. Memberikan dia 3 juta tiap bulan yang terkadang dibarengi oleh bonus. Amar sangat senang. Dia bisa mendapatkan uang hanya dengan berada di rumah dan mengulik cerita kakaknya dengan beberapa orang yang telah Jonah tetapkan.

Yang paling sulit adalah menyampaikan uang. Amar secara pribadi menolak, mengatakan atas nama adik Amy bahwa dia dan keluarganya masih mampu. Jonah tetap keras kepala, mengatakan kakaknya butuh uang lebih untuk membeli skincare, vitamin ataupun sekadar untuk hedon bersama teman-temannya.

Setelah pengajuan perjanjian bahwa Jonah tidak akan menuntut kembali semua uang itu, Amar barulah setuju menyampaikan. Tidak semuanya, sedikit-sedikit dengan embel-embel hasil usahanya. Awalnya Amy curiga, namun lambat laun dia percaya.

Amar menggelengkan kepala. Merasa ngeri saat membayangkan sosok Jonah adalah dia.

Meski dia mengatakan I love you kepada pacarnya setiap hari, tapi itu masih membuatnya berpikir ribuan kali untuk memberikan uang puluhan juta seperti Jonah. Mungkin karena I love you yang dia katakan hanya sekedar kata, tidak seperti Jonah yang benar-benar memaknainya sebagai perasaan mutlak Lagipula hidup masih panjang, di masa depan perempuan yang hari ini dia cintai mungkin hanya menjadi masa lalu. Kenapa dia harus memberikan segalanya?

Di dalam rumah, Amy telah selesai berpakaian. Tidak ada yang terlalu istimewa, kecuali hills dan riasan di wajahnya. Masing-masing diusahakan untuk penampilan yang lebih feminim. Dia sih tidak mengakui, tapi hati kecilnya berkata itu untuk dipamerkan pada Jonah.

Siapa sangka ternyata melupakan tidak lah mudah. Pengalihan yang dia lakukan bersama penyangkalan hanya mengubur sementara. Tapi meski sadar, dia tidak bisa mengambil aksi sejalan. Ada Louis yang telah menjadi harga mati. Namun kini Amy meragukannya sebab dia merasa begitu antusias hanya dengan membayangkan Jonah telah menunggu di ruang tamu.

Louis tadi siang mengatakan akan keluar kota. Meski enggan mengakui, tapi Amy cukup sadar bahwa hatinya di dalam sana melonjak senang.

Tadinya dia sudah berniat menolak tawaran Jonah. Berpura-pura sibuk mengerjakan pekerjaan rumah atau beralasan akan menemui Louis.

"Hp, charger, dompet, oke."

Amy menyandang tas selempangnya. Menarik nafas sesaat sebelum melangkah keluar.

Dia terlalu berusaha. Jonah mungkin akan menyadarinya dan membuatnya menjadi bahan ledekan. Mungkin sebaiknya pria itu tidak sadar bahwa dia berusaha.

Ketukan hills menarik perhatian Jonah. Sosok di depannya tidak lagi sama. Lebih cantik dari yang seharusnya. Membuat kekagumannya malah berujung rasa takut.

Between [END]Where stories live. Discover now