21. Terbaik

36 12 0
                                    

"Pagi."

Sosok itu masuk. Melemparkan senyum manis kepadanya. Akan tetapi fokus Amy sudah diambil oleh penampilan sosok tersebut.

Rambut hitam legamnya telah bertukar warna menjadi putih. Pakaiannya masih formal; kemeja putih berlapis jas hitam dan celana panjang bewarna senada. Hanya saja tiga kancing dari kemeja tersebut sengaja dilepas. Alhasil dada bidangnya terekspos. 

Itu tidak mengurangi ketampanan Louis bahkan satu persen pun. Ia malah bertranformasi menjadi pria super hot dan sexy. Akan tetapi Amy merasa Jonahnya tersaingi. Dia tidak suka dengan fakta tersebut. Karena di dalam hatinya dia tahu, tetap Jonah saja yang paling pantas dengan penampilan tersebut.

Lalu rambut putih itu. Jelas sekali mirip dengan Jonah. Amy merasa curiga kalau Louis menjiplak Jonah, tidak sungguh-sungguh melakukan karena keinginannya sendiri. Lagian Louis yang ia kenal tidak suka yang aneh-aneh. Dia tipe monoton.

"Jangan lihatin saya terus. Nanti kamu khilaf lagi."

Amy mendelik akan teguran Louis. Merengut kemudian karena kesal. Huh! Percaya diri sekali. Apa Louis tidak tahu  bahwa tubuh Jonah lebih menggoda imannya untuk khilaf? Ah tentu saja tidak. Louis pasti merasa yang terbaik. Padahal menurut Amy tetap Jonah nomor satu.

Ia mengetuk kepalanya kemudian. Lagi-lagi Jonah. Move on, Amy!

"Bagaimana? Sudah fix sama konsep semalam?"

Louis menarik kursinya ke samping kursi Amy. Langsung saja memangkas spasi agar Amy melihat semua kesempurnaannya. Jonah boleh saja lebih muda darinya, tapi dia tidak akan kalah sebab memiliki aura pria dewasa yang sangat menggoda.

"Louis kenapa cat rambut?" sungut Amy.

"Kenapa? Jelek ya untuk saya?"

Amy menggeleng. "Bukan jelek, tapi gak cocok," katanya kemudian.

"Saya pikir ini malah cocok dengan saya."

"Louis lebih cocok dengan rambut hitam kemarin."

"Dari dulu rambut saya hitam terus. Sekali-kali saya mau mencoba warna lain."

"Itu kancing kemeja Louis juga terbuka. Louis buru-buru atau gimana?"

"Ini." Secara sengaja Louis menarik kemejanya ke samping. Alhasil dadanya benar-benar terlihat sempurna di mata Amy. "Kenapa? Bukannya bagus? Saya jadi terlihat lebih menggoda."

"Dosa."

Amy menarik pandangan. Pura-pura memperhatikan desain di buku.

"Itu urusan nanti." Louis kembali membiarkan dadanya terekspos. Ia tahu mata Amy tidak fokus ke sana. Itulah poinnya. Amy bukannya tidak nyaman, tapi dia tampak tersipu. Louis kira pastilah sebelum ini Jonah telah memperlihatkan yang sama. Jadi dia memang seharusnya tidak boleh kalah. Umbar terus. Amy perlu tahu bahwa dia lebih menggoda.

"Selamat pagi."

Suara Trian tertahan. Ia telah lama bekerja dengan Louis. Sekalipun tidak pernah melihatnya mengumbar tubuh pada perempuan. Toh tanpa itu pun dia telah menjadi target para perempuan.

Jadi karena kali ini Louis mengumbar tubuh, Trian langsung tahu maksudnya. Pria itu tengah menggalang perhatian. Singkatnya ingin menjebak Amy ke dalam pesonanya. Ah padahal sebentar lagi sudah mau bertunangan. Kenapa lagi perlu bersusah payah demikian? Amy akan menjadi miliknya kan?

Trian benar-benar tidak paham jalan pikiran bosnya tersebut. Sudahlah. Dia pada akhirnya tidak mau ikut campur.

"Ada apa, Trian?"

"Saya sudah mengatur janji dengan butik. Jam sembilan ini Bapak bisa berangkat bersama nyonya."

Amy cemberut akan ucapan Trian. Nyonya apaan? Mereka bahkan belum menikah.

Between [END]Where stories live. Discover now