19. Teruskan dan Modifikasi

61 15 3
                                    

"Jangan main hp dulu."

Louis menarik ponsel Amy. Menyembunyikan ke dalam saku jasnya.

Amy merengut. Dia masih ingin berselancar di internet. Kapan lagi kan bisa bebas demikian? Akhir-akhir ini otaknya sudah dibombardir dengan materi kuliah. Menyebalkan.

"Itu dipilih dulu desain pesta dan gaunnya."

Amy menarik buku tebal yang diberikan wedding organizer padanya. Benar kata Louis. Dia harus memutuskan hal-hal untuk pesta pertunangan lebih dulu. Itu adalah hal terpenting saat ini.

"Boleh outdoor?"

"Untuk kamu apa sih yang gak boleh." Louis tersenyum. Amy malah mendengkus melihatnya.

Apa saja. Cih! Padahal kalau dia meminta pertunangan dibatalkan langsung marah-marah. Tidak usah jauh sampai ke situ. Meminta izin bertemu Jonah saja mungkin tidak akan pernah diberikan.

Dasar Louis. Mulutnya pandai berkata-kata. Tidak sesuai dengan realita.

"Saya mau kerja dulu. Nanti kalau ada yang mau kamu tanyakan, panggil saja."

Louis berjalan ke mejanya. Dia hanya ingin mempersiapkan materi saja. Tidak akan masuk kelas siang ini.

Ah iya. Sesuatu yang ganjil sejak tadi pagi. Amy bukan saja langsung menerima ajakannya untuk bertunangan, tapi juga setuju untuk langsung merancang pesta.

"Amy, kamu benar-benar serius kan mau bertunangan dengan saya?"

"Eum?" Amy mengangkat wajahnya. Mendapati sorot menekan Louis, ia pun menggeleng. Bukan ekspresi itu fokusnya, tapi pertanyaan sebelumnya.

Louis mendelik. "Enggak?"

"Kan Louis yang ngajak tunangan."

"Kamu tidak mau?"

Amy menggeleng. "No-no!"

"Tapi kamu setuju bertunangan dengan saya?"

"Karena Louis yang ngajak."

Alisnya saling bertautan. Tolong, ini maksudnya apa ya? Dia tidak mengerti.

"Kamu gak akan kabur saat pesta kan?" tuding Louis mulai curiga. Jangan-jangan Amy merencanakan sesuatu untuk mempermalukannya.

"Boleh?"

Louis menghela nafas. Sepertinya dia mulai lupa. Kekasihnya ini bukan manusia biasa.

"Louis, boleh ya?" ulang Amy.

"Menurut kamu?"

"Kayaknya enggak deh."  Dan dia pun tercengir. Louis geleng-geleng kepala. Heran, tapi memang nyata. Tapi tetap saja, rasanya heran. Kok ada perempuan semacam Amy? Mana menjadi perempuan yang ia sukai pula? Sungguh mengherankan. Apa coba pesonanya?

Mungkin kebodohannya.

Louis tertawa sendiri akan perkataan batinnya. Kebodohan? Yang benar saja?

Baru saja tangannya hendak menghidupkan komputer. Getaran datang dari ponsel Amy. Nama Jonah tertera jelas.

Sudut matanya melirik Amy. Ia masih fokus dengan konsep pesta. Bagus. Amy tidak akan menyadarinya. Louis membawa ponsel ke luar. Menempelkan ke telinganya sembari mengunci pintu. Amy tidak boleh tahu.

"Lo di mana?"

"Di tempat tunangannya. Ada urusan apa?"

Jonah mengangkat pandangan. Louis sudah di depan pintunya. Ponsel di telinganya jelas milik Amy. Sialan!

"Itu benar?"

Jonah menyimpan ponselnya. Matanya tidak terlepas sedikitpun dari sosok Louis. Jika saja itu punya kekuatan, maka pasti Louis sudah hancur dibuatnya.

Between [END]Where stories live. Discover now