16. Kemarahan Jonah

77 16 1
                                    

Sore harinya Amy berjalan seorang diri ke loker kelas Rehan. Dia akan mengembalikan laptop yang akhirnya tidak dia gunakan tersebut.

Tidak peduli seberapa egois Jonah. Pada akhirnya dia memilih memakai pemberian cowok itu daripada Rehan. Biar bagaimanapun Rehan masih terbilang asing untuknya. Dia takut kesalahan kecil akan membawa masalah. Sementara itu pada Jonah dia sudah sering membuat masalah. Hanya masalah kecil dia kira tidak mungkin akan sulit ditangani.

"Kak Rehan?"

Sosok itu bersandar pada lokernya. Amy tidak tahu sejak kapan. Akan tetapi dia langsung berpikir bahwa Rehan telah menunggu laptopnya.

"Hai."

Rehan menyembunyikan ponselnya ke dalam saku. Memoles cepat ekspresi gelapnya menjadi ramah.

"Kakak mau pakai laptopnya ya? Maaf ya, ternyata kelasnya sampai sore."

"Enggak kok. Gue cuma nunggu teman."

Amy mencari jawaban lain dari ekspresi dan tatapan Rehan. Keduanya membenarkan perkataan yang baru mengudara. Alhasil dia menarik nafas lega.

"Syukurlah, aku kira Kak Rehan jadi gak belajar gara-gara laptopnya dipakai."

Pupil mata Rehan melebar. "Tunggu.."

Amy mengerutkan alis. Tidak mengerti apa arti jeda yang diminta oleh Rehan.

Sudut bibir Rehan tersenyum. Ternyata ketika Amy memakai kata ganti aku dengan tatapan polos begitu menimbulkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang baru dan menarik. Dia suka.

"Kenapa, Kak?" tanya Amy masih tidak mengerti maksud Rehan.

"Enggak, gue cuma terkejut aja lo pakai kata ganti aku."

Begitu kalimat Rehan usai Amy mengingat ulang kalimatnya. Dia benar-benar memakai kata ganti aku karena ingin menunjukkan kesopanan pada kakak tingkatnya tersebut. Siapa sangka respon Rehan malah ke arah negatif. Ia jadi merasa tidak percaya diri dan sedikit malu.

"Maaf," cicit Amy tanpa berani menatap mata Rehan.

"Enggak, enggak." Rehan menggeleng. Menolak permintaan maaf yang Amy lontarkan. "Gue lebih suka lo pakai kata ganti itu."

Dagunya secara cepat mendongak. Suka? Benarkah? Ia kira Rehan akan meledek atau menganggapnya aneh dengan kata ganti tersebut.

"Soalnya lebih imut."

Senyum Rehan sampai ke mata. Amy yang menikmatinya sekaligus objek alasan pun tersipu. Begitu mengira akan ada kemerahan yang menjalar di pipi, dia pun langsung menatap pada sepatunya.

Rehan tertawa. Benar-benar tidak menyangka Amy selugu itu. Hanya senyum saja sudah tersipu. Polos benar.

"Mau pulang?"

"Iya."

Dia masih tidak mengangkat wajah. Merutuki dirinya yang teramat lemah. Masa senyum saja langsung tersipu. Tapi dia kemudian melimpahkan kesalahan pada Rehan. Siapa suruh punya senyum yang manis begitu.

"Ayo bareng."

"Gak usah, Kak."

Buru-buru Amy menggeleng. Tidak mau niat baik Rehan malah berujung membuatnya masuk ke dalam gosip tidak sedap.

"Gak apa-apa kok. Kebetulan gue gak ada kerjaan."

"Tapi tadi katanya nunggu teman," sela Amy.

"Tadi memang iya. Sekarang kayaknya malah lebih berminat nganterin kamu pulang."

Terang-terangan Rehan menggoda. Itu memang sudah bagian dari rencananya. Membuat Amy tergila-gila dan memamerkannya pada Jonah sebagai kemenangan. Sempurna.

Between [END]Where stories live. Discover now