54. Lebih Cocok

37 12 0
                                    

Tag me for any typo, okei
Happy reading
.
.

"Mama kan sudah bilang. Jangan melawan Louis, tapi kamu tidak mau mendengar."

Kepala dalam balutan kain kasa putih itu merendah saja. Mulutnya dapat membuka sekalipun rahangnya memar. Namun ia memilih bungkam.

"Lihat! Sekarang Mamanya Louis turun tangan. Dia menelepon Mama dan memberitahu bahwa dia akan menuntut kita. Coba kamu pikir? Bagaimana kita akan mengatasinya?!" Ia menekan salah satu tangan pada pinggul. Nafasnya menderu penuh rasa frustasi. Inilah yang sebetulnya ia cemaskan sejak awal. Tanpa dikatakan, Amy jelas masih terlihat begitu menyukai Jonah. Benar saja, hal tersebut kini menjadi penyebab utama masalah mereka.

"Mama sebenarnya kenapa, sih?" Amar menutup pintu. Kresek bening menggantung di antara jari-jarinya.

"Seingat aku Mama bukan jenis orangtua yang suka memaksa."

"Kamu tidak tahu apa-apa, Amar."

"Aku tahu. Mama takut Kak Amy mendapat perilaku buruk dari Jeyanandika, kan? Tapi gak gini, Ma. Kak Amy gak suka Louis."

"Rasa suka itu bisa tumbuh perlahan-lahan seiring intensnya interaksi."

"Kalau begitu, mungkin Mama harus mencoba menikah kembali dengan mantan  Mama itu."

"AMAR!"

"See! Mama mengakui bahwa perasaan gak bisa dipaksakan."

"Ini tentang masa depan kakak kamu."

"Kontrak itu gak valid, Ma. Kenapa kita harus takut, sih?"

"Jeyanandika adalah keluarga besar, Amar. Mereka punya kekuasaan dan uang untuk membalikkan keadaan."

"Tidak menutup kemungkinan bahwa kita punya cara untuk melawannya."

"Bagaimana?"

Amar menggoyangkan bahu. "Aku belum tahu, tapi aku bakalan cari tahu. Aku gak mau seperti Mama dan Papa yang pasrah begini, sementara Kak Amy tertekan."

"Kalau Mama masih mau mengomel mending keluar dulu. Kak Amy harus makan siang."

Amar tidak mengatakan maaf, meski tahu kalimatnya kurang ajar. Ia terlalu jengkel akan Mamanya yang terus-menerus melimpahkan kesalahan pada Amy. Perempuan bodoh itu sudah tertekan sejak siuman. Kondisinya semakin mengenaskan karenanya.

"Louis akan berkunjung siang ini. Cobalah bicara baik-baik dengannya."

Amar mengibaskan tangan. "Udah, jangan dipikirin. Mau makan bubur ayam atau bubur sumsum?"

Amy menyerongkan tubuh. Air mata langsung meluncur ke atas tangannya. Itu berakhir deras sehingga punggungnya ikut bergetar.

Amar menyingkirkan plastik yang ia pegang.  Ia kemudian merengkuh punggung dingin sang kakak.



***


"Apa yang kamu lakukan di sini?"

Mama Amy tidak dapat menahan kejengkelan begitu Jonah berhenti di depannya. Kepalanya masih terbalut perban. Hal yang sama terjadi pada kedua lengannya sehingga ia menggunakan kaos putih pendek. Pada pipinya pun terdapat goresan panjang yang hampir mengering.

"Saya mau menjenguk Amy."

"Jangan mempermainkan anak saya."

"Saya tidak pernah mempermainkan perasaan Amy."

"Kamu adalah seorang Alexander. Sejak kecil kamu hidup dalam rumah besar dengan perabotan mahal dan pelayanan terbaik. Tidak mungkin bagi kamu untuk menyukai perempuan biasa seperti Amy. Dia tidak bisa membawa keuntungan apapun."

Between [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang