33. Ego

46 13 4
                                    

"Tolol!"

Jonah merotasikan matanya ke nakas. Malas benar dia dibuat ekspresi Vila. Itu sungguh penuh hujatan. Tentu saja, memprovokasi emosi.

"Bisa-bisanya kalah. Malu sama status, Jo."

"Ini gimana jadinya?" sela Corbyn. "Si Amy jadi milik Rehan?"

"Lo gak ada kerjaan selain ngurusin cewek gue ya?" sergap Jonah.

Jack menyikut pinggang Corbyn. "Jangan nyari penyakit."

"Mungkin benar." Corbyn membalas dengan berani. "Gue gak punya kerjaan."

"Gue gak tahu apa masalah lo, tapi semakin ke sini lo semakin kurang ajar. Jangan sampai gue hajar lo, Byn."

"Pus, pus, sabar." Vila mengusap-usap puncak kepala Jonah. Langsung saja Jonah menepis kasar tangan Vila.

"Amy itu cewek gue, urusan gue. Lo gak punya hak untuk ikut-ikutan."

"Terserah lo deh."

Corbyn berbalik meninggalkan ruangan. Jonah berdecak kesal. Sudahlah kalah, kini Corbyn ikut memperparah suasana hatinya. Semesta sungguh senang membuatnya naik darah.

"Jam berapa sekarang?"

Vila menggedikan dagunya ke depan. "Berapa, Jack?"

Jack mengangkat pergelangan tangannya. "Sembilan lewat empat puluh lima. Kelas sebentar lagi mulai. Ayo cabut, Vil."

Vila baru hendak menjawab, tapi aksi Jonah melepas selang infus mengambil alih perhatiannya.

"Jo!" Jack berseru kaget.

"Ayo ke kampus."

Dia menurunkan kakinya ke lantai. Vila langsung mendorong pelan.

"Lo masih sakit, Jo," peringat Vila. "Istirahat dulu."

"Gue gak butuh istirahat, Vil!" Jonah berteriak frustasi. "Gue butuh Amy. Cuma itu."

Vila tetap mendorong mundur dada Jonah. "I know."

"We know," sambung Jack. "Tapi gak begini juga caranya, Jo."

"Sepulang kelas gue akan paksa Amy ke sini."

"Kelamaan, gue keburu mati."

"Istighfar, Jo," tegur Jack.

"Ucapan adalah doa, brother. Dikabulkan sama malaikat, habis lo. Mana masih muda. Yakin mau mati sekarang?"

Lagi, Vila berusaha memaksa Jonah untuk kembali ke bankar. "Udah bobo syantik dulu di sini. Kelas gak lama, cuma sampai jam empat sore."

"Itu yang lo sebut gak lama?"

"Satu, dua, tiga, ah cuma tujuh jam. Demi ayang mah gak seberapa. Iya kan?"

Memang tidak masalah, tapi Jonah ini sudah diliputi cemas. Rehan bisa jadi mulai bertindak. Amy yang bego itu membutuhkan orang sepertinya untuk melindungi.

Knop pintu didorong dari luar. Pasha muncul setelahnya dalam setelan rapi.

"Gak kuliah lo berdua?"

"Abang lo nih," adu Vila. "Manja kayak bayi."

Pasha mendekati bankar. Matanya segera menangkap infus yang terlepas dari tangan Jonah. Akibatnya punggung tangan Jonah selaku tempat asalnya mengeluarkan sedikit darah. Cowok itu bahkan tak memperhatikan. Dia menunduk saja dalam ekspresi kesal.

"Kenapa?" Pasha menaikkan pandangan menuju Vila.

"Mau ayang. Padahal masih sakit."

Pasha kembali memandangi Jonah. Tak biasanya cowok itu bertingkah seperti anak-anak yang hanya mengedepankan emosi. Sedikit tidaknya dia tahu, semuanya berhubungan dengan kejadian semalam. Hanya saja biasanya Jonah tetap bisa mengendalikan diri. Kali ini dia terlihat seperti sosok berbeda.

Between [END]Where stories live. Discover now