9. Tawaran Menarik

76 20 1
                                    


"Lo jangan pernah berubah. Karena yang mau gue lindungi adalah Amy yang di depan gue saat ini, bukan Amy-Amy yang lain."

-Davis De Ransega-
.
.
.

"Gue kira lo udah pulang."

Amy menolehkan leher. Davis berjalan mendekat. Pakaian keren, aura dingin dan ketampanannya bercampur satu menjadi pesona yang tidak terbantahkan.

Sayang dia bukan Jojo.

Menyadari kata hatinya Amy pun mendelik.

Kenapa jadi Jojo sih? Dia kan udah punya pacar baru.

"Malah bengong. Ke mana lo tadi?"

Wajar Davis kepo. Amy tidak memiliki potensi berteman dengan anak-anak Lympus. Begitu hilang dari pandangan dia jadi curiga perempuan itu dibully. Belum lagi kedekatan Amy dan Jonah telah dia ketahui. Membuat dirinya mengerti kemanapun Amy pergi di Lympus dia akan selalu diincar oleh bahaya.

"Kantin."

Amy menarik pandangan dari mading. Tidak menemukan organisasi yang menarik sama sekali untuk diikuti.

"Udah ngisi KRS?"

"Udah tadi."

Tidak ada percakapan sesudahnya. Amy kembali melihat mading, namun tatapannya kosong. Memberi Davis keyakinan bahwa pikiran perempuan itu ada di tempat lain yang mungkin adalah lumbung masalah.

"Kenapa, dibully?"

"Gue terlihat cocok jadi objek pembullyan ya?"

Lah malah begini. Davis jadi bingung menjawabnya. Mau mengatakan iya, tapi takut Amy sakit hati. Mau berbohong, tapi dia tidak tahu penjelasan apa yang dapat membantu.

Amy menghela pelan. Melangkah kemudian menuju bangku di sebrang teras mading. Davis mengikuti, duduk di hadapan Amy.

"Beneran dibully?"

"Enggak."

"Terus, kenapa muka lo kusut begitu?"

"Entahlah."

Tadinya Amy kira dia lemas karena takut akan serangan lanjutan kaum hawa. Nyatanya setelah mendengar tawaran perlindungan Rehan, dia jadi ingat bahwa dia memiliki Jonah. Pria yang akan selalu berdiri di depan untuk melindunginya. Sayangnya tidak lagi dia miliki sebagai kekasih. Mungkin juga tidak sebagai teman.

"Katanya pacar Jonah. Tadi sama Rehan, sekarang sama cowok baru. Jalang atau gimana?"

Celetukan salah seorang mahasiswa yang lewat membawa tatapan dingin Davis melesak maju. "Lo bilang apa?" sentaknya tiba-tiba tidak terkendali.

"Davis," tegur Amy.

Itu pun dimanfaatkan oleh pelaku untuk menjauhi mereka. Kalau Amy saja mereka tidak akan lari, namun Davis yang memberi sorot membunuh tidak dapat ditoleransi.

"Mulut mereka terlampau kurang ajar. Wajib malah ditampar tadi."

"Biarin, lagipula ini urusan gue."

Pandangan Amy meredup, melemahkan emosi Davis. "Lo gak usah ikut campur, nanti malah terkena imbas lagi."

"Gue cowok. Mainnya tindakan. Terkena imbas bukan masalah. Tapi lo yang parah. Terkena imbas langsung main hati dan pikiran. Ujung-ujungnya depresi."

Perkataan Davis ada benarnya, tapi tetap saja Amy enggan Davis melibatkan diri untuknya. Selain menambah parah opini kaum hawa, dia juga tidak suka merasa berhutang.

Between [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang