47. Kidnapped

38 8 0
                                    

Amy menutup pintu dalam gerakan ceria. "Oke, jalan, Pak."

Alamat mengikuti. Si pengemudi melesakkan mobil meninggalkan halaman parkir.

Lambat laun, mata Amy terasa berat. Dia merasa aneh, tapi tidak mau curiga. Toh si pengemudi terlihat sebagai bapak-bapak normal.

"Gue pasti kurang tidur."

Amy membiarkan pipinya menekan kaca jendela. Kesadarannya berakhir tiada. Pengemudi hanya melirik dari cermin, kemudian terus mengemudi hingga tiba di pinggiran kota.

"Bos, ini orangnya."

Tubuh Amy didorong. Hampir terjatuh saat tangan berurat itu menangkapnya.

"Pelan-pelan, sialan!"

Si pelaku agak kaget, tapi langsung merunduk. "Maaf, Bos."

"Ketatkan penjagaan, tapi jangan mencolok."

Rehan menggendong Amy di depan dada. Lorong panjang dan gelap dilewati olehnya. Bau alkohol bercampur debu menyeruak kental.

Mula-mula Rehan menurunkan Amy di sofa. Dia mengeluarkan seprei bersih dari lemari bersama selimut. Setelah ranjang yang kotor itu menjadi nyaman, dia memindahkan Amy ke atasnya.

"Bos." Pintu membuka. "Sebagian uangnya sudah masuk ke rekening. Dia mau bukti."

Rehan meminta ponsel. Dia menjepret gambar Amy dan mengembalikan kepada pemiliknya.

"Kirim itu saja. Katakan bahwa Amy tidak mungkin akan muncul lagi setelah ini."

"Tapi, Bos. Kabarnya cewek ini juga sedang dicari oleh Alexander muda."

"Itulah kenapa gue membayar kalian semua."

Rehan ditinggalkan lagi. Dia duduk di tepi ranjang dan mengamati wajah Amy yang manis. Puas dengan itu, Rehan pergi menemui anggotanya.

Ini kegiatan rahasia. Rehan menerima bayaran atas penculikan atau memberi pelajaran orang-orang. Keuntungannya jelas banyak. Itulah kenapa dia rela melakukannya, meski terancam secara hukum.

"Bos, dia tetap mau bukti kalau itu cewek diapa-apain."

"Edit," suruh Rehan ketika anggotanya melapor. Terlihat bibir tebal itu hendak berkomentar, tapi akhirnya memilih mengatup rapat.

Ini kali pertama yang mengejutkan. Sebelumnya Rehan tidak pandang bulu kepada siapapun yang menjadi tanggung jawabnya.

Kembali ke kamar. Amy mulai menggeliat dari tidurnya. Ketika dia duduk dan melihat perbedaan di sekitarnya, jantungnya melompat.

"Astaga, gue di mana? Tadi kan masih di taksi."

Amy tidak menemukan jendela manapun. Satu-satunya yang ada adalah pintu cokelat yang kokoh.

"Buka pintunya, hei!"

Amy menggedor berkali-kali. Tidak ada sahutan. Kecemasannya memuncak sehingga dia menggosok kasar rambutnya.

"Aih, di mana sih? Masa iya gue diculik?"

Amy duduk di ranjang. Dia memaksa otaknya berpikir dalam ketenangan. Adapun Rehan mendorong pintu. Dia telah memperkirakan hilangnya efek bius yang diterima oleh Amy.

"Sudah bangun?"

"Loh, Kak Rehan?"

"Hai." Rehan tersenyum, menyapa norma seolah tidak terjadi apa-apa.

"Ini di mana?" tanya Amy takut-takut. Tubuhnya sampai mengkerut oleh kengerian.

"Gedung gue."

"G—edung apa?"

Between [END]Where stories live. Discover now