34. Murahan

73 15 15
                                    

Tag ya kalau ada typo
Happy reading✧
~Juliggart


.

Kafetaria tadinya sepi. Namun kini mulai diramaikan oleh para mahasiswa. Rehan berkali-kali melihat ke arah pintu. Tetap saja tidak ada kemunculan Amy.

Dia mengetuk ujung rokoknya pada asbak. Lonceng pintu berbunyi. Dia langsung memburu dengan tatapan berharap. Lagi, bukan Amy.

"Kenapa lo?" tanya Budi. "Dari tadi nenglihatin pintu melulu. Nungguin malaikat maut datang?"

"Gue lagi nungguin cewek gue."

"Buset, udah cewek gue aja panggilannya," ledek Gilang.

"Ya kali cowok gue. Gimana si lo, Lang? Otak kok gak dipake."

"Sok pintar lo!"

Arif menurunkan rokoknya. "Serius, lo mau sama cewek jelek itu?"

Rehan mengangguk mantap. "Dia unik," tambahnya. "Siapa tahu soulmate gue."

"Playboy kayak lo gak pantas bilang soulmate, Han. Haram!"

Suara Gilang tak lagi terdengar. Pintu kaca didorong dari luar oleh seorang pria bermata biru. Amy menyusul di belakangnya. Itulah yang menyedot semua perhatian Rehan.

Dia menggosok ujung rokoknya pada pinggir asbak, lalu membiarkannya mati di sana. Davis pula tahu incaran Rehan. Dia pun secara sengaja meletakkan tangannya di bahu Amy.

"Mau makan apa?"

Pandangan Amy naik ke bahunya. Davis tak pernah melakukan kontak fisik sejauh itu dengannya. Perilakunya kali ini menjadi ganjil.

"Ayam goreng?" tebak Davis.

"Bukan."

Mereka tiba di depan stand. Amy memesan semangkuk bakso dan jus jeruk. Belum lagi siap, Rehan telah muncul di sampingnya.

"Hai."

Dia bahkan tersenyum. Bagaimana Amy bisa positif, Rehan yang sebelumnya adalah sosok menyeramkan. Dia jauh dari kata cowok baik, apalagi manis.

"Kak Rehan udah makan?" Inilah teknik basa-basi untuk menyelamatkan diri. Padahal Amy sama sekali tak ingin tahu jawabannya.

"Belum."

Rehan melihat pada papan menu yang tergantung di atas stand.

"Tadi mesan apa?"

"Bakso."

Rehan ikutan memesan semangkuk bakso. Kala pesanan siap, dia membawanya di atas nampan menuju meja. Amy mau tak mau mengikuti. Makanannya sudah dibawa oleh Rehan. Davis tak bergabung. Dia duduk sendiri di kursi yang tak jauh dari mereka.

"Suka bakso?"

"Suka."

"Kalau gue gak suka."

Segera Amy melihat pada mangkuk Rehan. "Terus, kenapa mesen bakso?"

"Pilihan lo."

Tak ada satupun sel otaknya yang mengerti kalau itu adalah gombalan. Mau bagaimana lagi. Jonah jarang begitu padanya. Dia tak punya pengalaman sama sekali.

Rehan sendiri masih menunggu, tapi harapannya kandas. Amy cuma tersenyum canggung, lalu menyeruput kuah baksonya.

"Lo gak pengen ngomong sesuatu?" tanya Rehan, berharap.

"Enggak, Kak."

Rehan menggaruk tengkuknya. Entah gombalannya yang terlampau receh atau Amy yang bodoh, dia pun tak paham. Dia baru kali ini menggombal.

Between [END]Where stories live. Discover now