6. Gagal Move On

96 20 2
                                    

Sesempurna apapun seseorang kalau gue gak suka ya, skip.

-Amy





"Louis udah belum?"

"Sedikit lagi."

Amy mengerucutkan bibir. Matanya jatuh pada meja kopi. Aneka camilan yang ia beli telah masuk ke dalam perut semuanya. Membuat ia berakhir kenyang dan berharap segera pulang ke rumah untuk tidur.

"Makanya Louis jangan jadi dosen segala," kata Amy merutuk. "Lihat kan. Kayak gini Louis jadi ribet sendiri."

"Hanya dua tahun, Amy. Saya perlu membangun pondasi di sana untuk menciptakan tenaga kerja berkualitas untuk bergabung."

"Tapi kan ada orang lain yang bisa disuruh."

"Akan berbeda dari yang saya harapkan. Lagipula saya pikir itu akan terus berlanjut sampai kamu lulus."

Bukan tanpa alasan Louis memutuskan demikian. Dia takut Amy kembali bersama Jonah, terlebih bocah ingusan itu masih belum move on. Akan semakin banyak interaksi, jadi dia perlu ada di sana untuk mengawasi.

"Memang Louis bisa menyeimbangi dengan pekerjaan kantor?"

"Bisa."

Amy mengerucutkan bibir. Bisa sih bisa. Dan itu juga adalah urusan Louis. Hanya saja Amy merasa sedikit gerah akan keberadaan Louis di kampus. Dia tidak nyaman untuk begerak dan terus dihantui ketakutan kalau hubungan keduanya menimbulkan kesalahpahaman bagi mahasiswa lain.

"Jangan cemberut lagi. Kemasi barang-barang kamu."

Amy bersorak senang. Memasukkan kembali barang-barangnya ke dalam totebag. Louis benar-benar selesai dengan pekerjaannya beberapa belas menit kemudian.

"Mau makan malam dulu?" tawar Louis setelah memijak pedal gas meninggalkan gedung perusahaannya.

"Enggak. Mama udah masak." Amy mengarahkan layar ponselnya pada Louis. Di sana ada foto makanan lezat yang baru dikirimkan oleh Amar. Di bawahnya pula ada baris kalimat perintah untuk segera menyuruh Amy pulang.

Meski begitu Louis tetap menghentikan mobil di salah satu toko kue. "Mau ikut?"

Amy menggeleng. Sungguh tidak punya keantusiasan sama sekali untuk mengikuti Louis. Aneh. Padahal saat kecil dia seperti koala yang hanya ingin terus menempel pada pria itu.

"Ya sudah, kamu tunggu di sini. Jangan kemana-mana. Nanti saya gigit loh."

Amy mengangguk, mengawasi Louis yang masuk ke dalam toko. Dari kaca toko Amy dapat melihat sosok tegap tersebut memesan beberapa kue. Namun beberapa menit setelahnya Louis kembali dengan tangan kosong.

"Loh mana kuenya?"

"Kamu ambil sana," suruh Louis. Amy hendak melancarkan bantahan saat Louis langsung menuangkan begitu banyak hand sanitizer ke telapak tangannya. Sontak aromanya menguar kemana-mana. Meski begitu, Louis masih menambah. Membuat dahi Amy berkerut halus.

"Louis kenapa?"

"Gara-gara kutukan kamu."

Tangannya lanjut membubuhkan hand sanitizer. Lagi dan lagi hingga Amy negeri sendiri melihatnya.

Ia akhirnya menyentuh lembut lengan Louis. "Nanti hand sanitizernya habis."

Louis menghela nafas. Dia tidak boleh seperti itu. Amy akan ketakutan dan dia juga yang kerepotan mengurus nantinya. Jadi dia pun memutuskan untuk tersenyum.

Between [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن