After Rain Chapter 6

1 3 0
                                    

🍁 After Rain Chapter 6

"Ini dari ibumu." Seorang pria memberikan kado pada anak laki-lakinya yang sudah berusia dua belas tahun.

Bocah laki-laki itu adalah Rocky. Dia hanya menatap kado di tangan sang bapak tanpa berniat menerimanya. Sorot matanya tampak sedih, ada kerinduan terpendam di sana. Rindu akan sosok ibu yang tak pernah bocah itu lihat lagi setelah sang ibu memutuskan pergi entah ke mana.

"Ibu meninggalkan ini di kamar di hari Ibu pergi dari rumah. Melalui surat yang Ibu tulis, Bapak diminta untuk menjaga kado ini dan memberikanmu saat kau sudah lulus sekolah dasar. Dan karena kau sudah lulus, maka Bapak berikan ini padamu."

"Aku mau ketemu Ibu, Pak," kata Rocky lirih, belum mau menerima kado.

"Bapak akan berusaha lebih lagi untuk mencari Ibu. Jadi terimalah ini."

Menerima kado itu, Rocky kemudian langsung membukanya. Bola matanya memanas saat mengetahui isi kado. Ada sebuah peci hitam dan secarik kertas.

Rocky lalu membacanya dalam hati surat itu. "Maafkan Ibu dan Bapak ya, Nak, karena kami belum bisa membahagiakanmu seperti anak-anak lainnya. Maaf karena Ibu harus pergi. Maafkan juga karena Ibu hanya bisa membelikanmu peci ini. Ibu sengaja membelikannya dengan ukuran besar, jadi mungkin peci ini akan sedikit lebih longgar di kepalamu. Ibu harap kau suka dengan peci ini dan mau menerimanya. Pesan Ibu tidak banyak, jadilah anak yang baik. Lalu jaga diri baik-baik. Dan jangan nakal, ya?"

Membaca goresan tangan sang ibu yang entah di mana sosoknya berada, Rocky tak mampu menahan air matanya. Sementara sang bapak, hanya memalingkan wajah tidak ingin melihat anaknya yang sedang susah payah menahan diri untuk tidak menangis.

Kenangan masa lalu yang begitu nyata, terus terulang di kepalanya. Rocky yang lebih senang menyendiri itu kini duduk di meja depan dekat pintu. Ya, tempat duduk di SMP Kharisma memang bebas. Tidak ada yang bisa mengklaim tempat duduk, tentunya kecuali meja guru. Aturan tak tertulis yang berlaku adalah ketika bangku sudah terisi, maka harus mencari tempat lain. Siapa yang lebih dulu masuk kelas, dia memiliki peluang besar untuk memilih tempat duduk sesuka hati. Begitulah SMP Kharisma.

Bukan hanya di SMP Kharisma Rocky bersikap seperti itu, tetapi di sekolah sebelumnya pun Rocky memang jarang berinteraksi dengan teman-temannya.


Bahkan lebih mengerikan lagi, remaja itu jarang merespons saat diajak bicara oleh anak-anak SMP HarBa, seolah rahangnya begitu sulit untuk digerakkan.

Dulu, saat bersekolah di SMP 1 HarBa, waktu istirahatnya lebih sering digunakan untuk tidur di kelas atau membaca buku. Namun, sifatnya itu justru bagai magnet yang menarik minat para siswi untuk mengenal lebih dekat siapa dirinya.

Tak terkecuali seorang Prima. Gadis cantik bertubuh langsing, kulit putih, bibir tipis merah alami, pemilik bola mata yang jernih dengan iris cokelat tua, serta bando putih di kepala yang sudah menjadi ciri khasnya, pun pernah menyatakan perasaan pada Rocky.

Waktu itu mereka baru menginjak kelas delapan. Ditemani kedua rekannya yaitu Alinzy dan Avril, Prima mendatangi kelas 8 F-2 usai jam belajar berakhir, tempat di mana Rocky berada. Ruangannya terletak di lantai dua berseberangan dengan ruang kelas 8 A-1 kelas Prima cs.

Satu per satu penghuni kelas itu keluar, tak sedikit para cowok yang menyapa, menggoda, bahkan memanggil Prima dengan sebutan 'Cantik'. Namun, Prima tak menanggapi dan buang muka.

Sampai cukup lama waktu berlalu dan orang yang ditunggu tak kunjung muncul, Prima mengambil keputusan untuk masuk kelas yang tentunya diikuti kedua temannya.

Kaki jenjangnya tanpa ragu mengikis jarak ke tempat Rocky berada, di pojok kelas dengan buku pelajaran yang masih terbuka di hadapan. Namun, Prima bisa melihat dari sikap Rocky, cowok itu tidak sedang membaca buku, melainkan memikirkan hal lain.

Prima berdeham keras untuk memancing reaksinya, tetapi tidak ada hasil. Dia melakukan sekali lagi, hasilnya masih sama.

"Langsung ngomong saja, Prim," usul Avril. "Aku yakin dia mendengarkanmu."

"Oke. Kalau begitu kalian tunggu di luar."

"Sip! Semoga berhasil," dukung Alinzy, kemudian berlalu pergi bersama Avril.

"Bisa bicara sebentar?"

Rupanya benar yang dikatakan Avril, Rocky mendengarkannya. Cowok itu langsung menoleh meskipun tanpa menyahut.

"Uhm, sepertinya kau tidak suka basa-basi, jadi aku langsung ke intinya saja."

Prima dibuat menahan kesal saat Rocky tak membalas dan malah kembali mengalihkan pandangan darinya.

"Sebenarnya sudah lama aku mengamatimu. Bahkan saat masa orientasi. Ingat, kita pernah bertemu di depan toilet cowok. Waktu itu aku salah toilet."

Di saat Prima gugup bercerita, lain lagi dengan Rocky, cowok itu terlihat antara menyimak dan tidak ucapan Prima barusan.

"Mulai sejak itu ... aku sering diam-diam melihatmu. Bahkan tanpa sepengetahuanmu, aku tidak segan marah pada anak-anak lain yang menghinamu."

"Benarkah?"

Prima merasa senang saat dirinya direspons, meskipun penuh tanya.

Rocky mendongak untuk menatap Prima. "Kalau memang benar kau sampai marah jika ada yang menghinaku, lalu ke mana kau saat guru-guru dan para murid menuduhku melakukan kecurangan hanya karena nilaiku lebih baik dari mereka? Saat ujian kenaikan kelas."

"Oh, hari itu ... aku tidak masuk. Tapi aku dengar kabarnya dari Avril dan Alinzy. Kalau aku ada saat itu, aku pasti akan membelamu, percayalah."

Rocky menyelami lebih dalam mata lawan bicaranya, mencari kebenaran dari ucapan Prima. Sayangnya, tatapan Rocky itu justru membuat Prima tak tenang sehingga gadis itu segera mengalihkan pandang ke arah lain. Prima salah tingkah.

"Oh iya, aku ke sini cuma mau bilang ... kalau aku menyukaimu," ucap Prima cepat. Dia sampai menahan napas beberapa detik setelah mengatakan kalimat terpendam yang sudah lama ingin diungkapkan pada Rocky.

Bahu Prima menurun saat respons Rocky tetap pada sikapnya, seolah tidak ada siapa pun di sana kecuali cowok itu.

"Ditolak, ya?" ucap Prima lagi, miris.

Gadis berbando putih itu langsung melempar pandang ke samping saat Rocky menolehnya.

"Oke, tidak apa-apa. Tapi aku tidak akan berhenti menyukaimu. Catat itu." Prima mengatakannya serius, kemudian beranjak pergi.

Menahan air mata, Prima disambut kedua teman yang sudah menunggu.

"Gimana?" Avril bertanya tidak sabaran.

Helaan napas Alinzy terdengar panjang melihat raut Prima yang terlihat menyedihkan. "Tidak apa-apa, Prim. Setidaknya kau sudah mengatakan isi hatimu. Lain kali kau bisa coba lagi."

Prima tidak menjawab, jemarinya sibuk menyeka air di sudut mata.

"Cantiknya nambah kalau kau nangis, Prim," celetuk Avril yang mengundang kekehan dari Prima.

"Resek!"

Sementara Rocky, dia baru beranjak keluar tidak lama setelah Prima pergi. Dia bisa melihat ketiga gadis di depannya mulai menuruni tangga.

Melihat wajah Prima yang melepas tawa entah karena hal apa, Rocky sekilas membayangkan kalau sosok itu adalah ...

"Auxi," gumamnya.

... teman masa kecilnya yang mulai beranjak remaja.

"Auxi. Sebenarnya kau di mana? Kau bilang kita teman, tapi kenapa malah pergi?" pikirnya.

"M. Rocky K. P. A."

Suara guru wanita paruh baya yang sedang mengabsen, mengalihkan dunia Rocky yang sedari tadi melamun. Lantas cowok itu menoleh seraya menjawab, "Hadir, Bu."

***

Satu kata untuk chapter ini?
___

Dipublikasikan: 7 Januari 2023 (23.15 WIB)

After Rain Season 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang