After Rain Chapter 11

0 3 0
                                    

Dibuat: Minggu, 15 Januari 2023

🍁 After Rain Chapter 11

Judhy dan Arin baru saja selesai makan malam bersama. Keduanya tengah menaiki tangga menuju kamar Judhy. Sebelumnya, Arin sudah izin pada kedua orang tuanya untuk menginap. Bahkan, gadis itu sudah membawa seragam serta buku pelajaran untuk besok agar bisa berangkat bersama sahabatnya.

"Kau yakin mau menginap di sini?" tanya Judhy sembari mengusap sensor di handle pintu untuk membuka kunci.

"Kalau tidak yakin, untuk apa aku repot-repot bawa seragam kemari?" balas Arin mengikuti langkah Judhy, lalu mendaratkan diri di kasur empuk.

Sementara Judhy, dia duduk di meja belajar bersiap untuk membaca buku tebal pemberian ayahnya tentang bisnis. "Kau tidak takut pada bundaku?" tanyanya tanpa melihat Arin.

"Kenapa harus takut?"

"Seperti yang sudah aku ceritakan padamu sebelumnya, Bunda melarangku untuk berangkat sekolah sampai tiga hari ke depan."

"Oh, itu. Ya ... gimana, ya. Kau sendiri kan, yang mau berangkat mulai besok?"

"Ya sih."

"Oh, iya." Arin menarik dirinya duduk, lalu meraih bantal untuk dipeluk.

Sementara Judhy menoleh dengan sorot bertanya.

"Tadi pagi ... Ketua OSIS menanyakanmu."

"Ketua OSIS?"

Kepala Arin terangguk. "Em. Prima namanya, anak kelas sembilan A satu. Cewek yang memakai bando putih waktu di kantin, pas kejadian kau membela junior dari perundungan."

"Oh, dia. Tidak terlalu ingat, sih. Tapi ... kenapa dia menanyakanku?"

"Entahlah. Mungkin dia tertarik padamu."

"Aku normal."

"Ngacok. Bukan itu maksudku."

"Terus?"

"Maksudku, si Prima itu punya kebiasaan kalau dia tertarik pada seseorang dalam artian ingin mengenal lebih jauh lagi dengan orang itu, dia enggak akan segan-segan buat buang waktu untuk nyari tahu siapa orang itu."

"Dengan kata lain dia adalah penguntit yang kurang kerjaan."

"Mungkin. Tapi ... Prima ini bukan orang sembarangan, loh."

"Dan sayangnya aku enggak peduli siapa dia."

"Kalau begitu kuberitahu. Desas-desusnya sih, katanya dia masih keturunan anggota kerajaan. Orang tuanya sama-sama keturunan bangsawan."

"Kalau memang dia masih keturunan anggota kerajaan, seharusnya dia sangat sibuk dan bukannya malah menjadi penguntit kehidupan orang lain, Rin."

"Hey, asal kau tahu saja. Kalau dia tertarik dengan kehidupan orang lain, itu artinya orang itu spesial di matanya. Dalam artian ... ada sesuatu yang mengusik rasa penasarannya. Dan kau tahu sendiri, manusia sulit mengalahkan rasa penasarannya sendiri. Jadi, kau itu spesial di matanya. Ah, mungkin kau sangat berani hari itu, jadi dia penasaran siapa kau sebenarnya."

Kalimat terakhir dari Arin, mampu menghentikan Judhy dari kegiatan membacanya. Detik waktu seolah terhenti saat itu. Judhy teringat akan pesan sang ayah, bahwa dia tidak boleh membocorkan identitas diri yang sebenarnya.

"Kau ... yakin Ketus OSIS itu penasaran denganku?"

"Seribu persen yakin. Dan kau tahu, dua orang terdekatnya punya akses untuk mengetahui semua informasi lengkap siswa SMP satu HarBa. Bahkan dari generasi pertama. Kau tahu sendiri kan, akses di sekolah kita untuk mendapatkan informasi biodata lengkap siswa itu sangat rahasia. Hanya orang-orang yang berkepentingan dan berani membayar lebih yang bisa mendapatkan informasi itu."

"Tapi rasanya aneh kalau sampai Ketua OSIS itu benar-benar mencari tahu identitasku, Rin."

"Ah, sudah kubilang kan, orang akan sulit mengalahkan rasa penasarannya. Itu artinya, dia akan terus mencari tahu siapa kau sampai rasa penasarannya itu terjawab."

Judhy terdiam, ada hal yang mengusik ketenangannya. Prima tidak boleh tahu siapa dirinya atau kemungkinan terburuk dia akan dipindahkan sekolah ke luar negeri oleh sang ayah kalau sampai identitasnya diketahui publik.

"Dan aku tahu rahasiamu, Judhy. Kau memakai wali saat mendaftar di SMP HarBa." Arin berkata lagi, serius.

Tenang, Judhy hanya melirik Arin. Namun, pancaran matanya menyiratkan tanya.

"Aku tahu dari orang tuaku. Tapi kau tenang saja, aku akan tutup mulut."

"Aku harap kau bisa dipercaya, Rin. Karena kau tahu sifatku, sekali kau mengkhianatiku maka hubungan kita berakhir."

"Ya, aku tahu."

Detik berikutnya, ketukan pintu mengalihkan perhatian keduanya.

"Ini Mas Krey, Non." Suara pria dari luar.

"Masuk."

Detik itu juga, Mas Krey masuk dan langsung menghampiri Judhy di meja belajar. Pria itu sedikit membungkukkan badan sebagai salam hormat.

"Ada hal penting yang ingin Mas Krey katakan."

Mengerti akan tatapan Mas Krey padanya, Judhy menoleh Arin dengan kode agar Arin berpindah menjauh. Arin kemudian mengayunkan kaki ke sisi ruangan yang berderet rak buku dan berakhir duduk di sofa menghadap layar tv. Dia menyalakan tv tersebut setengah sungkan.

"Apa ada orang yang mengaku temanku datang ke rumah?" tebak Judhy setelah memastikan Arin tidak akan mendengar obrolan mereka.

Mata Mas Krey membulat sesaat, tak percaya akan ucapan Judhy. Kemudian, dia menundukkan pandangannya lagi. "Iya, Non. Hari ini tadi Mas Krey ke rumah kosong satu untuk merapihkan rumput di halaman. Lalu saat Mas Krey sedang beristirahat, ada tiga cewek yang datang dan mengaku sebagai teman sekolah Non. Mereka katanya mau menjenguk Non."

Rumah kosong satu adalah kode untuk tempat tinggal Judhy yang tercatat di informasi data pribadinya. Di mana rumah berlantai satu dengan pagar hidup itu diketahui umum adalah kediamannya. Namun, Judhy hanya tinggal sesekali saja di sana. Dan rumah mewah berlantai dua dengan desain memiliki banyak kaca yang ada di perumahan Griya Flower adalah tempat tinggal sebenarnya dengan penjagaan sangat ketat. Yaitu rumah ini.

"Lalu Mas Krey bilang apa pada mereka?"

"Mas Krey bilang ... sesuai dengan arahan Tuan dan Nyonya. Kalau ada yang menanyakan identitas Non, maka Mas Krey harus menjawab kalau Non adalah keponakan dari Pak Lim. Dan ... mengenai orang tua Non, Mas Krey jawab tidak tahu."

"Ayah dan Bunda sudah tahu ini?"

"Sudah, Non. Sebelum pulang ke sini, Mas Krey sudah melaporkannya ke Tuan. Dan untuk Nyonya ... Nyonya tahu sendiri."

"Maksudnya Bunda tahu sendiri?"

"Nyonya datang ke rumah kosong satu tidak lama setelah teman-teman Non datang."

"Bunda ke rumah itu? Bukannya Bunda ...." Judhy menghentikan kalimatnya, dia sangat ingat sang bunda mengatakan kalau ada pekerjaan di rumah sakit Ibukota dan baru akan pulang seminggu lagi. Namun, kenapa ...

"Nyonya kenapa, Non?"

... sang bunda justru ada di kota ini?

"Ah, tidak Mas Krey. Kalau sudah tidak ada lagi yang ingin Mas Krey beritahu padaku, Mas Krey boleh pergi."

"Baik, Non. Mas Krey permisi." Mas Krey berlalu pergi setelah Judhy memberi satu anggukkan.

"Bunda bilang satu minggu lagi baru akan pulang. Tapi ... ini bahkan baru dua hari. Apa Bunda ... membohongiku? Tapi kenapa?" batin Judhy.

"Mas Krey tadi bilang apa?" Arin bertanya seraya mengikis jaraknya dengan Judhy.

Judhy menghela napas tanpa melihat Arin. Matanya jatuh pada buku dalam genggaman, tetapi tidak dengan isi kepalanya. Ada yang dia pikirkan mengenai sang bunda. "Sepertinya benar katamu, Rin. Ketua OSIS itu penasaran denganku. Apa perlu kita ladenin?" Judhy baru menoleh di akhir kalimatnya.

Arin tersenyum miring. "Kenapa tidak?"

***

Update: Minggu malam menjelang pukul sebelas, 15 Januari 2023

After Rain Season 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang