🌱 After Rain Chapter 49 🌱

0 2 0
                                    

🌱 After Rain Chapter 49 🌱

Memori masa lalu saat keluarganya masih utuh berkelebat begitu saja di kepala Jezrine begitu dia melihat sosok papihnya.

Bagaimana dulu sang papih sering membawa makanan setiap pulang kerja, lalu setiap ada waktu luang, keluarga kecilnya akan pergi bertamasya, membeli baju baru, makan di restoran, dan banyak hal lainnya.

Kini, semua itu hanya tinggal kenangan. Entah sesakit apa hatinya saat ini, Jezrine sampai mengepal tangannya begitu kuat hingga kuku jari melukai telapak tangannya.

Sang mamih yang melihat itu langsung memberi usapan di lengan Jezrine, lalu turun untuk mengurai kepalan jemari putrinya dan menggenggamnya erat. Jezrine menoleh sang mamih dengan air mata yang mengalir begitu saja.

Sang mamih tersenyum, lalu mengusap air mata Jezrine. "Air matamu terlalu berharga untuk menangisi orang sepertinya," katanya.

Jezrine melepas genggaman sang mamih, kemudian mengusap sendiri jejak air matanya. "Iya, Mih," balasnya sambil mengangguk. Lalu, kaki kanan Jezrine mengambil langkah membelakangi pria yang dipanggilnya 'Papih. Sebelum akhirnya ... gadis itu bergerak mendekati Prima dan ibu Aken yang melihat ke arahnya.

Sementara mamih Jezrine tanpa kata langsung buang muka dan menyusul putrinya. Di saat bersamaan, Dwi datang dan berdiri di samping papih Jezrine.

"Uhm ... Om papihnya Aken, kan?" tanya Dwi memastikan seraya menoleh papih Jezrine.

Yang ditanya memberi angguk disertai senyuman kecil yang terlihat menyedihkan. "Iya, saya papihnya Aken. Papih tirinya."

Dwi manggut mengerti. "Saya Dwi, kakaknya Prima. Aken juga menganggapku kakaknya. Maaf tidak datang saat pernikahan Om dengan ibunya Aken," ucap Dwi mengulurkan tangan pada papih Jezrine.

"Tidak apa-apa. Memang pernikahannya hanya mengundang orang terdekat saja." Papih Jezrine membalas uluran tangan Dwi, bersalaman.

Saat pandangan keduanya mengarah ke ruang depan ICU tempat Aken dirawat, Prima dan yang lainnya beranjak masuk ke ruangan.

"Apa Aken ... uhm, maksud saya ... bagaimana kondisi Aken sekarang, Om?"

"Tadi pagi sempat mengalami henti jantung. Tapi syukurlah, setelah mendapat penanganan dari dokter, jantungnya kembali berdetak dan ... ya, karena detaknya masih sangat lemah dan butuh alat bantu pernapasan, Aken terpaksa dirawat di ruang ICU."

Sementara di dalam ruangan Aken, Prima dan yang lainnya yang sudah memakai pakaian khusus jenguk di ruang ICU tampak menatap sedih akan kondisi Aken. Seperti perkataan papih Jezrine, mulut Aken terhubung dengan alat bantu pernapasan. Setiap kali tarikan napas, dada Aken naik, lalu berangsur turun begitu lama. Napasnya tidak normal, cenderung panjang dan berat.

"Aken sayang, lihat siapa yang datang, Nak," ucap ibu Aken berbisik pada Aken. Wanita itu yakin Aken mendengarnya, hanya saja belum mau membuka mata.

Prima di sisi yang lain, ikut berbisik pada Aken. "Ken ... ini aku, Prima. Di sini juga sudah ada ... orang yang dulu sering merundungmu. Kau tidak ingin membalasnya? Atau biar aku saja yang membalaskannya."

"Ken ...." Prima menjatuhkan ujung kepala di sisi kiri kepala Aken. "Kau tahu kan, aku benci orang yang menyia-nyiakan kepercayaanku. Aku percaya padamu, Aken. Karena itu aku mohon ... aku mohon tepati janjimu. Janji kalau kau akan rajin belajar supaya lolos tes seleksi penerimaan siswa baru di SMA HarBa nanti. Kau ingat itu, kan, Ken? Aku mohon bangunlah .... Aku mohon, Ken .... Aku mohon."

Jezrine mati-matian menahan air matanya agar tidak ikut jatuh. Melihat punggung Prima sampai bergetar dengan suara isakkan tertahan membuat Jezrine benar-benar menyesali perbuatannya di masa lalu. Merundung anak orang sebagai pelampiasan kemarahan atas takdir pahit kehidupan sama sekali bukan solusi. Melainkan hanya menambah masalah saja.

After Rain Season 1 (END)Where stories live. Discover now