🌱 After Rain Chapter 77 🌱

0 2 0
                                    

🌱 After Rain Chapter 77 🌱

🌱 "Kau tahu Judhy?"

Gadis yang memangku laptop beralaskan bantal dan duduk di atas kasur hanya menoleh Arin di meja belajar.

"Satu ditambah satu sama dengan dua."

Judhy sudah serius menanggapinya, Arin malah melontar canda garing. Judhy pun memutar bola mata malas, sedangkan Arin merasa senang karena berhasil membuat sahabatnya kesal.

"Oke, kali ini aku serius. Kenapa kau tidak ingin lanjut sekolah ke SMP HarBa? Padahal kan, ada aku."

"Sudah berapa kali kau menanyakan itu, Rin?" Judhy memutuskan mengakhiri membaca artikel tentang dunia usaha wisata dari laptop.

"Aku lupa, memang apa alasannya?"

"Aku ingin pergaulanku lebih luas, tidak hanya dari kalangan atas saja. Dan kau tahu sendiri, anak-anak yang bersekolah di SMP HarBa hampir semuanya dari kalangan elite. Mungkin hanya beberapa orang saja dari kalangan menengah."

"Tapi ada loh, anak kelas F-dua yang ... sepertinya sih dari kalangan bawah. Dengar-dengar sih, bapaknya supir angkot, dan sepertinya dia bisa masuk ke HarBa karena mendapat beasiswa."

"Lalu apa yang dia lakukan selama di sekolah? Aku tebak, pasti dia tidak punya teman. Ya secara ... setahuku HarBa hanya menerima sepuluh orang murid dari kalangan bawah, itu pun tesnya enggak main-main. Belum lagi dengar-dengar informasi dari Pak Lim, katanya siswa yang lolos seleksi pun belum tentu bisa keterima karena ada syarat terakhir agar bisa menjadi siswa HarBa. Dan syaratnya tentu saja yang menyudutkan siswa itu."

"Uang?"

"Ya. Dan jumlahnya tidak sedikit. Dengan kata lain, sebenarnya pengadaan beasiswa untuk kalangan tidak mampu yang hendak sekolah di HarBa hanya omong kosong. Itu hanya biar terlihat ... bahwa sekolah sekelas HarBa masih peduli pada dunia pendidikan orang-orang tidak mampu yang memiliki otak cerdas. Padahal faktanya, mereka menghina dengan gaya."

"Benar sih katamu, anak beasiswa itu tidak memiliki teman. Aku perhatikan juga dia paling kalau keluar kelas pasti ke perpus atau enggak ke musholla."

"Kau tahu alasannya, bukan?"

"Uang sakunya tidak cukup untuk membeli jajanan di kantin HarBa. Dan ... kalau pun dia ada uang untuk ke kantin, dia pasti jadi bahan hinaan anak-anak."

Judhy mengangguk. "Benar. Anak itu tahu diri."

"Tapi dia cakep, loh. Dan sebenarnya banyak yang menyukainya, tapi gengsi. Sayangnya ... anaknya sulit untuk didekati. Aku pernah coba kasih dia coklat, tapi boro-boro diterima, dilirik juga enggak. Dan itu ... sakit banget. Ya sudah, semenjak itu aku jadi penggemar rahasianya saja."

Baik Arin dan Judhy sama-sama teringat dengan hubungan akrab mereka. Setiap kali bertemu, Arin-lah yang lebih banyak bercerita, sedangkan Judhy hanya menjadi pendengar. Arin jugalah yang lebih rajin main ke rumah Judhy ketimbang sebaliknya. Tak jarang juga Arin sering menginap di rumah Judhy. Lalu, Minggu paginya mereka akan berkeliling kota naik mobil, kemudian berakhir ke kolam ikan di bagian barat kota yang dikelilingi taman bunga.

"Kau tahu, Judhy?" tanya Arin sembari melangkah pelan menelusuri jalan setapak taman bunga.

Judhy di belakangnya menyahut, "Apa?"

"Aku selalu berdoa agar kau pindah sekolah ke HarBa suatu hari nanti."

"Semoga Tuhan tidak mau mengabulkannya."

Arin berhenti, berbalik, lalu menatap Judhy tak suka. "Kok gituh?"

"Ya kan aku enggak mau sekolah di sana?"

After Rain Season 1 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang